Untuk menjangkau tempat tugasnya, pak Faisal menempuh jarak ratusan kilometer melalui laut selama kurang lebih 18 jam. Kapal kayu nelayan menjadi alat transportasi satu-satunya ke pulau Bangko-Bangkoang. Pak Faisal sering menggunakan kapal ikan yang menuju ke sana dan juga kembali ke dari sana dengan ongkos gratis. Untuk semua PNS guru dan tenaga kesehatan, polisi serta TNI, dikenakan ongkos gratis oleh para pemilik kapal. Jika menggunakan kapal carteran ongkosnya kurang lebih 5 juta rupiah.Â
Selain itu, tersedia juga kapal perintis. Kata pak Faisal, ia pernah menaiki kapal jenis ini dengan biaya sekitar 20 ribu rupiah. Namun, kapal perintis ini membutuhkan waktu yang lama baru tiba di kawasan Desa Kanyurang. Ini dikarenakan kapal perintis harus menyinggahi deretan pulau-pulau yang dilaluinya. Kapal perintis ini pun tidak bisa menjangkau daratan pulau Bangko-Bangkoang yang tidak memiliki dermaga. Kapal perintis berlabuh di tengah laut dan penumpang harus dijemput dengan perahu untuk sampai ke daratan. Â
Walaupun mengabdi di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, pak Faisal tidak melewati kota Pangkajene jika hendak ke pulau Bangko-Bangkoang. Guru muda gagah yang juga memiliki seorang istri dengan  profesi guru PNS di Bone tersebut, memilih langsung naik kapal kayu dari pelabuhan Paotere Makassar setelah magrib. Jarak yang ditempuh pak Faisal dari Paotere ke Pulau Bangko-Bangkoang kurang lebih 200 mil laut. Kapal kayu tiba di  pulau Bangko-Bangkoang sekitar pukul 3 sore keesekon harinya atau menempuh perjalanan kurang lebih 18 jam.Â
Waktu tempuh 18 jam ini berlaku jika cuaca normal, ombak, hujan dan badai bersahabat. Jika cuaca buruk, maka  perjalanan menjadi 2 hari 2 malam baru sampai di pulau Bangko-Bangkoang. Kondisi ini pernah dialami langsung oleh pak Faisal.
Ada yang unik selama perjalanan menggunakan kapal kayu menuju  pulau Bangko-Bangkoang. Jangan heran jika jarang menemui pelampung dengan warna khasnya di kapal nelayan. Konon, oleh nelayan setempat, masih menjadi mitos dan "pemali" jika di perahu atau kapal ada pelampung. Konon, menurut cerita masyarakat setempat secara turun-temurun, bahwa jika menggunakan pelampung katanya sama saja mendoakan perahu akan tenggelam. Tapi, sekali lagi itu mitos dan cerita yang masih sering didapatkan dari nelayan setempat. Mungkin saja di dunia modern saat ini, mitos tersebut mulai berangsur-angsur hilang dari perbincangan. Jadi, jika orang baru seperti saya, butuh keberanian ekstra untuk berlayar ke kawasan Liukang Kalmas.
Penduduk asli pulau Bangko-Bangkoang adalah suku Mandar. Entah bagaimana sejarahnya di masa lalu, sehingga suku Mandar dari Provinsi Sulawesi Barat yang mendiami pulau-pulau di sekitar Liukang Kalmas. Mata pencarian utama warga setempat adalah sebagai nelayan dan petani rumput laut. Pak Faisal sudah sangat paham jika ada siswanya tidak masuk kelas. Mereka bukan malas, tapi memilih membagi waktu membantu orang tua mereka mencari ikan atau mengikat rumput laut. Kata pak Faisal, siswanya handal dalam menyelam. Pada kedalaman hingga 30 meter, anak-anak di pulau Bangko-Bangkoang mampu menyelam ke sana untuk memanah ikan.Â
Ikan yang paling terkenal menurut warga di sana adalah ikan sunu hidup menjelang hari raya Imlek. Harganya bisa mencapai satu juta rupiah per ekor.Â
Anak-anak di pulau Bangko-Bangkoang tidak terlalu memiliki cita-cita yang muluk-muluk. Dari pengalaman pak Faisal, saya mendapatkan informasi bahwa di sana para siswa perempuan rentan menikah dini. Pun demikian dengan niat lanjut ke SMA. Tahun 2021, hanya 2 orang yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Adapun SMA tidak ada di pulau Bangko-Bangkoang. Letaknya di ibu kota Kecamatan Liukang Kalmas. Di sana ada SMA negeri dan Madrasah Aliyah.
Sesekali jika tidak melayani kelas ekstrakurikuler di sore hari, pak Faisal turut serta menikmati kehidupan harian warga pulau Bangko-Bangkoang dan ikut mengikat rumput laut.Â
Pak Faisal turut andil mendorong kreatifitas siswanya melalui pembelajaran berdiferensiasi. Diferensiasi yang dipilihnya adalah produk. Ia mendampingi para siswa belajar menari. Kerap kali, pak Faisal bersama para siswa mengisi hiburan pada acara pernikahan di dusun Bangko-Bangkoang melalui persembahan tari-tarian. Mau tahu keseruan pak Faisal selama mengikuti acara pernikahan di pulau Bangko-Bangkoang? Cukuplah saya yang tahu cerita uniknya....hehehehe.