Manchester United kembali menunjukkan inkonsitensinya di laga lanjutan Liga Primer Inggris. Setelah kalah di pertandingan sebelumnya kalah dari Brighton Hove & Albion 1-0, kali ini Setan Merah menderita kekalahan 1-0 dari tuan rumah West Ham United. Anak asuh Erik Ten Hag justru kalah dua kali beruntun pada laga-laga krusial.Â
Back to back lose yang dialami Manchester United kini membuat posisi mereka di peringkat keempat klasemen sementara terusik oleh Liverpool. Posisi terakhir masuk zona Liga Champions lewat jalur kualifikasi ini bukan tidak mungkin akan lepas jika inkonsistensi Setan Merah terus berlanjut di sisa laga kompetisi Liga Inggris.Â
Ketika di saat yang sama, peringkat ketiga Newcastle United tersandung oleh Arsenal 0-2, momen ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh David de Gea dkk. Namun, justru de Gea sendiri yang menjadi penyebab dari kalahnya The Red Devils dari The Hammers.
Sebuah tembakan menyusur tanah yang tidak terlalu keras dari penyerang sayap West Ham, Said Benrahma tidak mampu ditepis oleh David de Gea. Tangan de Gea bisa menjangkau bola, akan tetapi kekuatan tangannya tak mampu menahan bola tendangan Benrahma. Gol Benrahma di menit ke-27 inilah yang meruntuhkan pertahanan MU.Â
Menilik kekuatan sektor penyerangan, MU memiliki senjata ampuh. Ada Bruno Fernandes, Anthony Martial, Antony, Marcus Rashford, Christian Eriksen, dan Casemiro. Keenam pemain ini memiliki naluri menyerang yang tak diragukan lagi.Â
Akan tetapi mereka minim kreatifitas. Formasi 4-2-3-1 yang digunakan pelatih Erik Ten Hag justru mandul menjebol gawang lawan. Walaupun ini adalah formasi yang paling umum sering digunakan oleh kontestan Liga Primer Inggris musim ini. Mungkin karea seringnya digunakan di Liga Inggris sehingga formasi ini mulai mudah terbaca oleh lawan.Â
Duet pivot Eriksen dan Casemiro di lini tengah yang diharapkan mampu menguasai lebih banyak bola sebelum dialirkan ke depan melalui sayap Bruno Fernandes dan Antony belum maksimal. Padahal kekuatan formasi ini sebenarnya adalah menguasai bola, mengoper dan menekan pertahanan lawan. Ini adalah formasi cikal bakal tiki-taka era pelatih asal Belanda, Louis van Gaal ketika menukangi Barcelona. Artinya, secara penguasaan bola, skema ini paling distributif.
Satu masalah yang muncul dari skema 4-2-3-1 Manchester United adalah minimnya gol yang tercipta. Dan sepertinya kondisi ini umum dialami oleh kontestan Liga Primer Inggris yang menerapkannya. Dalam praktiknya, formasi 4-2-3-1 sering berubah menjadi 4-3-3.Â
Lalu di mana perbedaan formasi 4-2-3-1 MU dengan formasi yang sama yang sering digunakan Manchester City? Harus diingat bahwa manager Man City, Pep Guardiola adalah pakar di formasi ini. Guardiola bisa mengubah formasi ini menjadi 3-2-4-1 atau 4-3-3 dengan tugas setiap pemain tetap sama. Aliran bola tetap lugas dari bek sayap menuju gelandang sayap hingga penyerang. Peran yang dijalankan secara bergantian oleh Kevin de Bruyne, Ilkay Gundogan, Riyad Mahrez dan Jack Grealish di Man City yang belum nampak dimiliki oleh skuad Erik Ten Hag di MU.Â
Skema 4-2-3-1 membutuhkan sosok gelandang sayap yang bisa aktif menguasai bola dan aktif mengalirkannya ke depan. Trio Bruno Fernandes, Casemiro dan Fred belum mampu menjalankan poros ini.