Mohon tunggu...
Ovi Vensus H. Samosir
Ovi Vensus H. Samosir Mohon Tunggu... Editor - Menjadi Terang

Pendidikan, Sosial, Budaya, Politik, dan Hubungan Internasional adalah beberapa bidang kehidupan yang berhasil menarik minatku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Negosiasi COP26: Berhasil atau Gagal

27 Desember 2021   16:56 Diperbarui: 27 Desember 2021   17:01 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebelum jatuh pada pilihan, berhasil atau gagal, penting untuk memahami istilah negosiasi secara singkat dan jelas dalam menjelaskan COP26 di Glasgow 2021 berhasil atau gagal.

Negosiasi merupakan suatu proses sosial dimana dua atau lebih pihak berinteraksi dalam menemukan posisi yang dapat diterima sehubungan dengan berbagai perbedaan pandangan terhadap isu konflik tertentu. (Ikle, 1964). 

Dari penjelasan ini dapat dinyatakan bahwa komponen negosiasi yaitu: ada suatu proses interaksi yang berkembang dari waktu ke waktu, setidaknya ada dua pihak, pokok pembahasan harus kontroversi atau ada permasalahan di antara para pihak dan perbedaan kepentingannya harus saling tumpang tindih, temukan posisi yang dapat diterima oleh para pihak. 

Dan yang tidak kalah penting bahwa di masa modern ini, negosiasi membutuhkan suatu kesediaan para pihak untuk berkompromi dengan itikat baik guna menemukan suatu solusi yang adil.

Menurut I. William Zartman bahwa akhir dari negosiasi dapat berupa dueling, driving, dragging. Dueling adalah para pihak sama-sama tetap pada pendirian masing-masing tanpa mau mundur. Driving adalah para pihak punya kecenderungan untuk menyepakati atau untuk membuat suatu kesepakatan.  Dragging adalah para pihak tidak mau melakukan kesepakatan tapi mereka berkepentingan agar proses negosiasi tetap berjalan karena ada keuntungan tertentu yang diperoleh dari pihak mediator. 

COP26 merupakan Conference of the Parties yang ke 26 atau Konferensi Para Pihak tentang iklim yang ke 26 atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim yang ke-26. COP26 harusnya dilaksanakan pada tahun 2020 tapi tertunda karena Covid19 sehingga baru dilaksanakan pada tahun 2021.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ketika suatu Konfrensi Tingkat Tinggi berlangsung maka negosiasi memainkan peranan penting dalam menemukan titik temu kepentingan maksimum para pihak. COP26, di Glasgow, Skotlandia yang berlangsung sejak 31 Oktober hingga 12 November 2021 dan melibatkan sebanyak lebih dari 140 negara, menunjukkan adanya negosiasi atau suatu proses interaksi para pihak terkait masalah iklim. 

Para pihak dalam COP26 bermaksud merundingkan "Paris Rulebook" atau "petunjuk pelaksanaan" implementasi Perjanjian Paris. Perjanjian Paris yang diadopsi pada tahun 2015 merupakan kesepakatan negara-negara dalam membatasi pemanasan global supaya tidak melampaui 2 derajat Celsius, idealnya 1,5 derajat Celsius, dan perlunya peningkatan pendanaan aksi iklim.

Konsekuensi langsung dari tujuan di atas adalah penghapusan batu bara dan mengakhiri subsidi untuk bahan bakar fosil. Konsekuensi lanjutannya adalah perlu penanggulangan terhadap dampak lainnya seperti dampak ekonomi dari negara-negara yang menggantungkan perekonomiannya dari batu bara dan bahan bakar fosil. Pada kasus ini, tentu saja ada dua kubu yang saling bertentangan yang perlu menentukan titik temu yang dapat mereka terima.

Kedua kubu yang saling bertentangan tersebut secara jelas adalah negara-negara maju berhadapan dengan negara-negara sedang berkembang. Negara-negara maju yang selama ini merupakan penyumbang emisi gas terbesar dituntut menyediakan dana bagi negara-negara berkembang dalam penanggulangan iklim. Negara-negara yang sedang berkembang, seperti India kemudian meminta negara-negara maju agar segera mengumpulkan dana sebesar US$ 1 triliun sebagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong upaya peralihan ke energi terbarukan. 

Dalam mendukung penanggulangan iklim, Indonesia sendiri setidaknya memerlukan dana hingga US$365 miliar atau setara Rp5.131 triliun sebagai upaya menurunkan 29% emisi karbon hingga tahun 2030. Bahkan, jika ingin menurunkan 41%, butuh dana hingga US$479 miliar atau Rp6.734 triliun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun