Oleh: Hartoyo*
Suara adzan Isya berkumandang saat salah satu group peserta "Dragon Yogya Festival" berjalan menelusuri kawasan Malioboro-Yogyakarta, Senin (6/2/2012). Para peserta festival disambut meriah oleh jutaan rakyat Yogya. Warga menari, menyanyi, bertepuk dan meyuarakan secara serentak berbagai yel-yel untuk mengungkapkan kebahagiaan pada malam itu. Kawasan Malioboro sampai alun-alun penuh dipadati pengunjung yang ingin meyaksikan acara tersebut
Festival ini merupakan bagian dari peringatan "Cap Go Meh", yang jatuh pada Senin atau 15 hari setelah perayaan Tahun Baru Imlek. Peringatan Cap Go Meh tahun ini bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, sehingga dibeberapa daerah di Indonesia, warga memperingatin secara bersamaan. "Maulid-an sekaligus Cap Go Meh-an".
Menurut ketua Panitia Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) VII Tri Kirana Muslidatun, Yogya Dragon Festival baru digelar untuk pertama kali di Yogyakarta. "Kebetulan tahun ini adalah Tahun Naga Air, katanya". Mungkin karena alasan itu, mengapa simbol naga banyak menjadi "icon" dari peserta festival. Masing-masing group menarikan, menyanyi, bermusik dan beratribut dengan simbol budaya Tionghoa. Naga, Barongsai dan Merah. Ada 12 group yang ikut serta dalam kegiatan tersebut yang akan merebutkan piala Raja dengan total hadiah 27 juta rupiah.
Tentunya peserta yang terlibat dalam acara tersebut bukan karena ingin mendapatkan hadiah, tetapi ingin bersuka cita bersama merayakan keberagaman. Sehingga para peserta bukan hanya dari warga Tionghoa, tetapi dari berbagai etnis, identitas sampai profesi. Dari mulai laki-laki, perempuan, transgender, dewasa, anak-anak, berjilbab, tanpa jilbab, perusahaan, organisasi agama sampai milter, semua lebur menjadi satu dengan slogan "Mengukuhkan Kebhinnekaan Yogyakarta".
Yogyakarta selama ini menjadi salah satu propinsi di Indonesia yang secara konsisten, Raja, Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama rakyat menjaga, merawat dan terus menumbuhkan keberagaman sebagai sebuah keniscayaan.  Masyarakat Yogyakarta sadar hanya dengan menjaga dan menerima Kebhinnekaan kehidupan menjadi seimbang, damai dan harmonis. Tanpa ada rasa kebencian dan kekerasan atas dasar apapun kepada pihak yang berbeda.
Tentu kita berharap, Kebhinnekaan di Indonesia juga tetap terjaga oleh setiap orang dari Sabang sampai Merauke. Nusantara ada karena perbedaan itu!!! Tapi sayang, akhir-akhir ini perbedaan itu mulai "dikoyak-koyak" oleh sebagian kecil orang/kelompok hanya untuk kepentingan kelompok dan kekuasaan belaka.
Salam keberagaman.
* Sekum Ourvoice, Malioboro, 7 Februari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H