[caption id="attachment_317657" align="aligncenter" width="640" caption="Jokowi VS Prabowo: Gentle dan Sportif"][/caption]
Saya selalu ingat nasehat orang tua saya. Ayah saya almarhum menasehati saya tentang cara memilih pasangan. "Jangan asal pilih dan main tebak atau ngawur. Pilihlah pasanganmu dengan memperhatikan babad, bebet, dan bibit. Babad, kamu harus mengetahui riwayat dari calon pasanganmu; bebet maknanya pilihlah yang terpandai dari yang ada; sedangkan bibit artinya jelas keturunannya. Setelah itu kamu shalat hajat dan shalat istikharah. Biar makjleb keputusanmu." (Makjleb itu bahasa saya sendiri, sebenarnya waktu itu ayah saya bilang kata "mantab.")
Namanya juga orang tua yang sayang pada anaknya pasti selalu menasehati anaknya. Bukan karena sok mengatur, tapi demi kebaikan masa depan sang anak. Jadi wajar saja orang tua selalu ingin mengenal calon menantunya, orangnya baik atau jahatkah itu sang calon menantu? Tentu dengan alasan agar anaknya saling tidak dijahati dan tidak disakiti. Orang tua juga selalu ingin tahu sejauh mana wawasan calon menantunya, berharap anaknya dan calon cucunya kelak tidak menjadi manusia bodoh yang mudah dibodohi. Orangtua ingin mengenal siapa calon besannya, karena pernikahan bukan sekedar menyatukan hati serta perasaan dua insan manusia, melainkan menyatukan hubungan dua keluarga besar, memperkuat silaturahmi, menghindari pertikaian kelak di kemudian hari, bisa saling tidak berpihak pada anak ketika anak sedang bertengkar dalam rumah tangga, dan mampu saling menjadi penghubung agar hubungan anak dan menantu tetap harmonis dan seimbang.
Saya ingat betul akan nasehat itu sampai sekarang.
Karena nasehat itu saya anggap baik, jadinya saya menerapkan nasehat ayah saya itu tidak hanya untuk mencari dan memilih pasangan saja, melainkan juga mencari dan memilih teman, relasi bisnis, bahkan pemimpin. Nah, saat ini mendekati hari-H pemilihan legislatif dan juga pemilihan presiden, jadi saya menggunakan nasehat itu. Setelah memutuskan siapa calon legislatif di dapil saya, walaupun pilihan presiden masih lama, saya harus jauh-jauh sebelumnya menerapkan "babat, bebet, dan bibit" kepada calon presiden itu, agar saya pada saatnya nanti tidak salah pilih.
Di era informasi sampai saat ini, mencari informasi adalah murah dan mudah. Semua berita ada dari media ternama di seluruh dunia di dunia nyata dan dunia maya (internet). Jika saya ingin mengetahui seseorang, pertama kali saya cukup mengetik namanya di mesin pencari. Hasil mesin pencari di internet itulah sebagai informasi awal. Apalagi calon pemimpin adalah public figure, justru mudah mencarinya. Karena seorang public figure adalah obyek yang menarik untuk diberitakan. Bahkan, sebagai public figure yang modern dan melek informasi tentu saja minimal ada halaman yang menceriterakan tentang dirinya.
Di Indonesia ada 30 orang sebagai public figure yang layak menjadi presiden, langkah awal yang saya lakukan adalah memperhatikan survey-survey yang ada sampai sekarang. Berdasarkan sumber disini, saya hanya memilih dua saja pilihan yang harus saya pilih dan putuskan yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Tinjauan babad, bebet dan bibit saya fokuskan saja pada dua orang ini. Keterbatasan saya dan informasi yang ada menyebabkan tinjauan saya pada hal-hal yang menurut saya unik saja.
Yang Unik Pada Prabowo
Prabowo Subianto adalah warga negara Indonesia asli. Lahir di Jakarta akan berumur 63 tahun pada 17 Oktober yang akan datang. Karena menyadari umurnya yang sudah uzur dalam website pribadinya tautan disini ditulis semboyan "kalau tidak sekarang kapan lagi?" Dia menyadari betul umurnya yang sudah 63 tahun, lima tahun yang akan datang sudah tidak ada harapan lagi buatnya untuk meraih cita-citanya. Semboyan tersebut seolah menunjukkan betapa besar ambisi Prabowo Subianto untuk mendapatkan amanah menjadi presiden di tahun 2014 ini. Dengan semboyan itu Prabowo Subianto seolah menunjukkan bahwa dia akan habis-habisan berjuang untuk mendapatkan kursi presiden yang sudah diidam-idamkan cukup lama. Dia tak akan membiarkan siapapun menghalangi cita-citanya. Ia mempersiapkan dirinya dengan mendirikan Partai Gerindra.
Ternyata Prabowo Subianto adalah keturunan dari Panglima Laskar Diponegoro untuk wilayah Gowong (Kedu), yang bernama Raden Tumenggung Kertanegara III. Prabowo juga terhitung sebagai salah seorang keturunan dari Adipati Mrapat, Bupati Kadipaten Banyumas Pertama. Entah dengan maksud apa Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki TP (Ahok) menyebut Prabowo Subianto adalah keturunan Pangeran Diponegoro. Tak ada bantahan dari Prabowo tentang hal ini. Berita dalam tautan ini. Cetusan Basuki ini terungkap saat ia hadir di GBK pada kampanye Gerindra, ia melihat Prabowo dengan gagah naik kuda seharga tiga milyar dan dipinggangnya terselip keris seolah ingin tampak seperti kegagahan dan kewibawaan Pangeran Diponegoro.
Hal lain yang unik tapi juga menjadi gunjingan adalah soal status sendiri Prabowo sejak bercerai dengan Siti Hediyati Hariyadi alias Titiek Soeharto pada tahun 1998 setelah 15 tahun menikah. Padahal ada pepatah "there always the tough woman behind a great man." Selalu ada wanita tangguh dibalik kehebatan seorang pria. Perhatikan kata SELALU dalam pepatah itu. Jika demikian apakah ini pertanda bahwa Prabowo tidak akan pernah meraih cita-citanya menjadi presiden karena tidak ada seorang wanita di sisinya? Kita belum tahu. Kita lihat saja bersama tahun ini.
Yang Unik Pada Jokowi
Demikian halnya dengan Joko Widodo, ia juga asli Indonesia. Lahir di Surakarta, Jawa Tengah, ia akan berumur 53 tahun pada 21 Juni medatang. Joko Widodo dikenal sebagai Jokowi. Tak mempunyai website pribadi. Tak punya slogan khusus seperti halnya Prabowo Subianto. Tapi ia dikenal sebagai orang yang mempopulerkan aktivitas blusukan, walaupun ia bukan yang pertama melakukam aktivitas itu. Blusukan Jokowi dimaknai menjadi leadership style dan sebagai simbol kegiatan yang pro rakyat karena di dalamnya terdapat interaksi langsung antara pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. Aktivitas blusukan ini akhirnya menjadi suatu aktivitas yang sakral dan wajib dilakukan oleh pemimpin. Lebih jauh tentang blusukan, silakan baca Politik Blusukan: Jangan Ngawur Mengartikannya!