Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Save Satinah, Dilema Menebus Perampok dan Pembunuh

28 Maret 2014   02:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:22 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1395923549280088026

[caption id="attachment_317421" align="aligncenter" width="603" caption="Pahlawan Devisa Dalam Dilema"][/caption]

Kontroversi soal penyelamatan Satinah terakhir ini cukup menghiasi halaman media massa. Terutama terkait dengan diyat. Diberitakan bahwa untuk bisa membebaskan Satinah dari hukuman pancung di negara Arab Saudi, oleh pengadilan di Arab Saudi Satinah karena terbukti telah melakukan perampokan dan pembunuhan majikannya diharuskan membayar diyat sebesar Rp 21 milyar. Di satu sisi Pemerintah Indonesia berkewajiban melindungi warga negaranya dimana pun berada, sehingga mengharuskan untuk membantu Satinah lepas dari hukuman pancung yang menjeratnya. Di sisi lain, Pemerintah hanya mampu menyediakan Rp 18 milyar dari 21 milyar yang dituntut, dengan alasan keuangan negara yang terbatas. Tak pelak Pemerintah Indonesia dituduh tidak cukup serius melindungi warga negaranya oleh artis cum aktivis buruh migran, Melanie Subono.

"Setiap tahun, TKI menyumbang Rp 83 triliun untuk pemerintah Indonesia. Kalau tidak percaya, silakan cek. Tapi, bayar uang diyat (tebusan) Rp 21 miliar untuk Satinah saja tidak bisa. Itu tidak bisa atau tidak mau." Demikian Melani menjelaskan kepada wartawan, Senin (24/3/2014). Selengkapnya disini.

Sikap keengganan Pemerintah ini menyulut gerakan #savesatinah. Dimana masyarakat menggalang dana untuk membayar diyat sehingga Satinah bebas dari hukuman pancung.

Sikap empati dan solidaritas masyarakat ini selayaknya patut diapresiasi. Tetapi, tentu selamanya tidak seperti ini solusinya. Setiap ada kasus yang mengharuskan membayar diyat, kita menunjukkan solidaritas yang tinggi. Tindakan positif ini bisa menimbulkan efek negatif lain, semisal memberikan pikiran kepada tenaga kerja yang lain untuk berbuat serupa, "Toch, nanti diyat berapapun nilainya akan dibayar oleh negara. Jadi merampok dan membunuhpun tidak apa." Apalagi nanti tenaga kerja yang bebas dari hukuman ini disambut bak pahlawan ketika kembali pulang ke Indonesia.

Ingat kasus Darsem tahun 2011 yang juga bebas dari hukuman mati di Pengadilan Arab Saudi dengan diyat sebesar Rp 4,7 milyar dibayar oleh Pemerintah Indonesia saat itu. Sepulangnya di Indonesia ia disambut bak pahlawan dan mendapat bantuan dari sumbangan solidaritas masyarakat senilai Rp 1,259.256.559.- melalui TV One. Darsem saat ini berlimpah harta. Selain membeli sawah dan membangun rumah, Darsem juga terlihat mengoleksi perhiasan emas.

Saat itu, tentang sikap Darsem oleh Pengacara yang mendampinginya Elyasa Budianto, "bukan hanya gaya hidup Darsem saja yang berubah, namun sikap ibu satu anak itu tak lagi seperti dulu. Jika dulu Darsem terkesan pendiam, kini Darsem lebih banyak bicara dan senang diwawancara."

"Sikapnya berubah, sama tetangga-tetangganya juga berubah. Yang lebih nggak enak, dia seperti ingkar dengan janji-janjinya dulu. Dulu kan dia mau bantu memperbaiki jalan di kampung, tapi ternyata setelah dapat uang, dia nggak mau. Itu yang bikin warga nggak senang," kata Elyasa. Selengkapnya disini.

Saat ini, terjadi kasus yang dialami oleh Satinah, nilai diyatnya melonjak menjadi 21 milyar. Tentu ini perlu disikapi hati-hati dan waspada. Memang kewajiban Pemerintah untuk melindungi warga negaranya dimanapun berada, tetapi nilai diyat kali ini sungguh luar biasa. Bisa jadi ada permainan antara ahli waris yang mengetahui kasus Darsem, ahli waris itu yakin diyatnya PASTI akan dibayar oleh Pemerintah Indonesia, sehingga ahli waris meminta diyat yang nilainya sangat tinggi. Pemerintah harus TIDAK TINGGAL diam dan harus segera melakukan langkah diplomasi kepada Kerajaan Arab Saudi. Datangi Pengadilan Arab Saudi, dan datangi ahli waris korban, sewa pengacara terbaik di sana lakukan pendekatan dan negosiasi.

Jika langkah diplomasi tersebut tidak dilakukan, ada kekhawatiran ke depannya bisa jadi nilai diyat menjadi lebih tinggi lagi. Dan akhirnya seolah akan menjadi modus pemerasan baru. Sekali lagi ini kewajiban Pemerintah untuk melindungi setiap warganya. Do the best to save our citizen. Tetapi juga, jangan biarkan kita menjadi kambing congek pemerasan.

-------mw-------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun