[caption id="attachment_366974" align="aligncenter" width="567" caption="Presiden Joko Widodo dan PM Tony Abbot"][/caption]
Setelah bergeming atas permohonan pengampunan negara Belanda dan Brasil atas warganya yang dieksekusi mati, ketegasan kembali ditunjukkan oleh Presiden Jokowi pada negara Australia. Tingginya intensitas tekanan permintaan Pemerintah Australia kepada Pemerintah Indonesia agar Presiden Jokowi mengampuni warga negaranya yang segera dieksekusi mati karena kasus narkoba tak mengubah keputusan Presiden. Presiden tetap pada pendiriannya: tolak grasi terpidana mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dua gembong narkoba asal Australia yang lebih dikenal dengan Bali Nine itu.
Andrew Chan dan Myuran Sukumaran adalah dua dari 11 terpidana mati yang permohonan grasinya ditolak Presiden dan akan dieksekusi mati di gelombang kedua. Sedangkan gelombang pertama eksekusi telah dilakukan pada 18 Januari 2015 lalu. Sebanyak enam narapidana dieksekusi di dua lokasi berbeda yakni di Nusa Kambangan dan Boyolali. Dimana terdapat warga Indonesia dan warga negara asing yaitu Brasil, Belanda, Mali, Vietnam, dan Nigeria.
Ketegasan Presiden Jokowi tersebut disampaikan pada 9 Desember 2014, sehari menjelang Hari HAM Sedunia 10 Desember. Saat itu, Presiden mengumumkan akan menolak 64 permintaan grasi dari terpidana mati kasus narkoba.
Alasan penolakan grasi itu diungkap secara rinci oleh Presiden Jokowi saat diwawancarai oleh wartawan CNN Christine Amanpour pada 27 Januari 2015 lalu. Berikut wawancara yang memperlihatkan ketegasan Presiden atas hukuman mati buat pengedar narkoba tersebut.
"Christine, bayangkan setiap hari kami menyaksikan 50 orang meninggal karena narkotika, narkoba. Dalam satu tahun, itu ada 18.000 orang yang meninggal karena narkotika. Kami tidak akan berkompromi untuk pengedar narkoba. Tidak ada kompromi. Tidak ada kompromi," tegasnya.
"Keputusan hukuman mati telah diputuskan oleh pengadilan. Tapi mereka bisa meminta grasi kepada Presiden. Tetapi saya memberitahu kepadamu tidak akan ada grasi bagi pengedar narkoba."
"Jadi tidak ada ampunan? tanya Amanpour. Untuk (kedua warga) Australia terpidana mati?
"Tidak!," Presiden menggeleng.
"Delapan belas ribu orang meninggal setiap tahun. Saya bertanya padamu, apakah itu tidak lebih berbahaya?"