[caption id="attachment_306247" align="aligncenter" width="509" caption="http://agendajogja.com/wp-content/uploads/2012/01/windingroad.jpg"][/caption]
Saya menikmati hari ini. Pagi ini matahari tak tampak, mendung menutupi sinarnya. Hari jadi redup. Setelah mandi, saya berdandan rapi. Celana jean Levi's berwarna "blueblack" saya padu dengan pakaian berlogo panah dan "its word" di saku berlengan panjang berwarna "light blue," kecuali sepatu "Crockett & Jones Alex" berwarna hitam. Mirip sepatu polisi, atau memang sepatu polisi? Â Saya tidak tahu. Baju sengaja tak saya masukkan ke celana. Lengan baju saya lipat sampai hampir batas siku. "Belt" hitam model "horseshoe pin button" saya ikatkan di pinggang. "Diesel perfume" saya semprotkan di bagian dada bawah, dan tak lupa saya usapkan di belakang telinga dan leher. Aroma "Diesel" memberikan sensasi dan efek sejuk dan segar, apalagi dengan suasana mendung pagi.
Pagi ini saya memang berencana ke kantor imigrasi: meminta paspor baru karena buku paspor yang sekarang halamannya sudah habis. Semua dokumen asli saya siapkan lengkap beserta baik dalam "copy" atau "file," saya tempatkan di map kertas baru berwarna "orange." Termasuk paspor lama itu.
Dari kotaknya, saya ambil "ballpoint" saya bertinta hitam "rollerball" berwarna hijau tosca buatan Voss dari Schanzen. Saya selipkan di saku baju. Saya tengok jam serbaguna "Casio Protrek" di tangan saya menunjukkan jam 10pagi. Saya berpikir kalau naik "mobil taksi" pasti tidak tepat jam 11pagi saya sampai di kantor imigrasi. Â Saya putuskan naik "motor taxi" saja. Biar cepat dan sampai tepat di sana, demikian perkiraan saya.
"Tidak ada helm buat saya, Pak?" tanya saya keheranan kepada pengemudi "motor taxi." Si Bapak dengan tenang menjawab, "Tidak apa-apa kok." Saya menurut sajalah, tanpa helm saya malah bisa menikmati ramainya jalan dengan mata telanjang. Saya pun menikmati pemandangan di kanan kiri jalan sepanjang perjalanan. Sesekali saya mengajak bicara pengemudi "motor taxi." Saya tak mau mengajaknya bercakap panjang-panjang, takut mengganggu konsentrasi dia mengendarai "motor taxi"nya.
Tepat jam 11pagi saya sampai di kantor imigrasi yang saya tuju. Setelah membayar "motor taxi," saya bergegas melangkahkan kaki menuju "counter" untuk ambil nomor antrian. "Bu, saya mau meminta buku paspor baru, halaman paspor saya sudah habis. Nomor antrian....?" Saya berkata sopan kepada Ibu yang duduk di belakang meja "counter" informasi yang sekaligus menjaga mesin pencetak antrian. "Maaf Mas, nomor antrian sudah penuh. Setiap hari kami hanya melayani 100 nomor antrian. Besok saja datang kembali," jelasnya sambil memandang saya.
Sempat juga ada rasa kecewa di hati, sudah rapi, pakai parfum, pakai sepatu --well-groomed--, "on time" ternyata masih belum beruntung. Tapi ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. Saya pun kembali pulang dengan rencana besok datang ke kantor imigrasi lebih pagi.
Persiapan matang yang saya lakukan, usaha datang tepat waktu ternyata hasilnya tidak seperti yang saya harapkan. Manusia berencana dan berusaha, Tuhan jualah yang menentukan. Jika tak sesuai harapan, rasa sabar mesti dikedepankan. Hati pun terasa nyaman. Saya menikmati betul hari ini.
*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H