[caption caption="Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Ahok, Sumber Gambar: Merdeka.com"][/caption]
Senang sekali rasanya artikel saya Teki-teki the Kingmaker Dibalik Teman Ahok: Presiden Jokowikah? yang saya posting di kanal politik di blog kita bersama dan tercinta Kompasiana, pada Rabo, 16 Maret 2016 16:34:58 ternyata mendapatkan respon yang cukup tinggi dari pembaca setia Kompasiana. Terima kasih saya sampaikan terlebih dahulu kepada Admin yang memperbaharui artikel tersebut, walaupun saya tidak melihat ada editingpada artikel saya tersebut kecuali tambahan untuk fokus topik menjadi dikaitkan dengan PDI-P BENAR BAHWA NEGARA INI DIBANGUN OLEH PARPOL, BUKAN OLEH RELAWAN dan BANGUNAN LIAR PENYEBAB UTAMA BANJIR DKI. Juga, terima kasih kepada rekan semua yang membaca dan memberi komentar serta memberikan nilai pada artikel tersebut.
Rasa senang saya kembali mengembang karena artikel saya itu mendapat feedback dari ponakan saya (saya panggil ponakan, soalnya dia panggil saya Om Wahyu Kumis) yang jenaka, imut, nakal, berwawasan luas dan pintar tapi gemar menabung Herry FK berupa artikel jawaban atas artikel saya tersebut. Artikelnya selengkapnya disini.
Kesemuanya tentu saja patut dihargai. Setidaknya saling membuka wawasan dan bisa saling belajar agar kita semua melek politik sehingga terhindar dari pembodohan politik yang dilakukan oleh politikus yang senangnya korupsi, narkoba, selingkuh dan tindakan amoral lainnya. Dengan melek politik kita bisa membedakan mana pemimpin kita yang lurus, benar-benar bekerja untuk bangsa dan loyal pada kita sebagai rakyat dan mana pemimpin abal-abal, penipu, dan hanya memperkaya diri sendiri dan keluarga, partai dan kroninya.
Saya setuju --sambil manggut-manggut melintir kumis-- dengan apa yang ditulis oleh ponakan saya Herry FK (HFK) itu, sebelum ngelantur kemana-mana kita pahamkan dulu diri kita terkait istilah the kingmaker. Oleh karena the kingmaker adalah sebuah istilah, sebaiknya kita tidak langsung melihat artinya dari berbagai kamus yang ada, namun perlu mengetahui sejarah istilah itu sendiri, sehingga kita memahami dalam situasi apa istilah itu dipakai, mengapa dan kepada siapa (tak perlu menjadi profesor politik untuk mengetahuinya, cukup rajin membaca).
Jika hanya melihat arti kamus yang artinya pembuat raja/pemimpin (seseorang yang menjadikan orang lain raja/pemimpin), maka siapapun --bisa seseorang atau sekelompok orang (partai, gerombolan, grup)-- bisa disebut the kingmaker. Kita sebagai pemilih bisa disebut the kingmaker, partai/grup/kelompok pun bisa disebut the king maker. Padahal asal-muasal istilah itu digunakan tidak demikian, ada tambahan syarat sehingga seseorang atau grup bisa disebut the kingmaker.
Namun yang jelas istilah the kingmaker melekat pada situasi suksesi kepemimpinan. Awal sejarahnya merujuk pada pergantian raja.
Istilah the kingmaker tersebut disematkan pertama kali pada seorang bangsawan berkebangsaan Inggris bernama Richard Neville (1428-1471). Neville hidup di era pemerintahan Raja Henri VI. Ia pendukung utama Raja Henri VI. Neville bergelar Earl of Warwick, sebutan lain yang cukup dikenal adalah Warwick the Kingmaker. Neville menjabat sebagai panglima Kerajaan Inggris saat itu disamping seorang administratur yang handal. Tak kurang 12 peperangan ia jalani. Di jamannya Neville merupakan bangsawan yang terkaya, berpengaruh dan mempunyai hubungan politik yang kuat dan luas baik di dalam kerajaan Inggris maupun di luar kerajaan.
Istilah the kingmaker sangat jelas dan gamblang diuraikan oleh peristiwa suksesi kepemimpinan di Kerajaan Inggris saat itu. Magazine media online BBC menulis demikian (selengkapnya bisa dibaca di link pada sumber bacaan):
Warwick was instrumental in the deposition of Henry VI during the Wars of the Roses and his replacement with Edward IV. But Warwick later turned against Edward and deposed him, restoring Henry. He was killed in battle as Edward again took power.