[caption id="attachment_384038" align="aligncenter" width="567" caption="Rencana Pembangunan Infrastruktur Pemerintah Jokowi"][/caption]
-------
"Waktu pengalihan subsidi BBM November 2014 lalu, saya sudah diingatkan bahwa mengalihkan subsidi akan membuat popularitas jatuh. Itu resiko sebuah keputusan pemimpin, dan itu tidak ada masalah buat saya," kata Jokowi dihadapan ribuan relawan pendukungnya saat kegiatan Jambore Komunitas Juang Relawan Jokowi di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (16/5/2015).
-------
Jokowi bukanlah seorang ekonom, apatah lagi seorang sarjana ekonomi sekalipun, ia bahkan sarjana kehutanan. Ia bukan pemikir ekonomi, tapi ia adalah praktisi "ekonomi". Ia pengusaha mebel yang sukses dalam berkarier di pemerintahan secara "berjenjang" dari walikota, gubernur dan sekarang menjadi seorang presiden sebuah negara besar, Indonesia.
Karena kedudukannya sebagai kepala pemerintahan negara yang berpopulasi sekitar 250 juta "memaksa"nya untuk memikirkan ekonomi bukan lagi dari sisi praktisnya, namun dari sisi strategis, tidak lagi sektoral namun global. Ia tak bisa lagi berpikir satu dimensi, ia harus berpikir multidimensi. Untuk itu, Ia menawarkan nawacita yang merupakan guideline selama ia memerintah. Dalam butir ketujuh "Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik."
Dalam rangka mewujudkan salah satu dari sembilan cita-cita itu sejak memerintah Jokowi sudah dihadapkan pada persoalan pembangunan yang tidak merata. Fakta Pulau Jawa dan Sumatera (Indonesia bagian barat) lebih diutamakan oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya, sehingga pulau-pulau lain seperti Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, Sumbawa serta Papua (Indonesia bagian timur) tertinggal.
Pembangunan Infrasturktur adalah Soal Kepemimpinan
Perbaikan infrastruktur memiliki kontribusi dalam meningkatkan produktivitas dan diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Merujuk pada publikasi World Development Report (World Bank, 1994), infrastruktur berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dijumpai pada wilayah dengan tingkat ketersediaan infrastruktur yang mencukupi. Identifikasi terhadap program pembangunan infrastruktur di beberapa negara menyimpulkan bahwa pada umumnya program ditargetkan dalam jangka menengah dengan fokus pada peningkatan kebutuhan dasar dan konektivitas manusia, mulai dari air, listrik, energi, hingga transportasi (jalan raya, kereta api, pelabuhan, dan bandara).
Muhammad Perkasa Al Hafiz menyatakan bahwa banyak pihak khususnya pemerintah yang menyatakan bahwa permasalahan utama dari pelaksanaan pembangunan infrastruktur Indonesia adalah pembiayaan. Namun, ada pula yang menyanggahnya dan berpendapat bahwa permasalahan utama pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah kepemimipinan para pejabat negeri ini, khususnya presiden sebagai kepala pemerintahan.
Pembangunan infrastruktur itu terkait dengan kepercayaan investasi dari luar ke dalam negeri. Kebanyakan investor ingin mengetahui konsistensi dan stabilitas kepemimpinan seorang presiden di suatu negara dalam melakukan pembangunan di 5, 10 hingga 20 tahun ke depan. Besarnya komitmen pemerintah dalam melakukan pembangunan dapat meyakinkan para investor. Komitmen ini dinilai penting. Sebab, dalam pembangunan di Indonesia membutuhkan tekanan dari pemerintah untuk mencapai keberhasilannya.
Pembangunan Infrastruktur Sebelum Pemerintah Jokowi