Mohon tunggu...
Mas Wahyu
Mas Wahyu Mohon Tunggu... In Business Field of Renewable Energy and Waste to Energy -

Kesabaran itu ternyata tak boleh berbatas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hati Lembut Jokowi Atas Manuver Ical

20 Desember 2014   14:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:53 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_360604" align="aligncenter" width="560" caption="Jokowi dan Ical"][/caption]

Sumber Gambar

Kasus Lapindo segera berakhir. Pemerintah Jokowi-JK memutuskan menyelesaikannya dengan "bail-out" kewajiban PT Minarak Lapindo Jaya sebesar Rp 781 milyar. Keputusan berani ini akan menghentikan kasus yang bertele-tele yang menyebabkan penderitaan korban Lapindo. Tentu saja yang paling bahagia mendengar berita gembira ini adalah korban Lapindo di Sidoarjo Jawa Timur, penantian lama yang melelahkan dan memeras keringat dan airmata mereka selama 8 tahun akan berakhir.

Bail-out kewajiban ganti rugi Rp 781 miliar perusahaan milik Aburizal Bakrie ini bisa ditafsirkan bermacam-macam, karena keputusan Pemerintah diambil di tengah hingar bingar politik pecahnya Golkar yang bisa menjatuhkan Ical panggilan akrab Aburizal Bakrie.

Keputusan Pemerintah Jokowi bisa jadi dianggap "kalah" oleh manuver Munas Golkar Ical di Bali yang meneriakkan mendukung UU MD3 dan menolak Perppu Pilkada Langsung yang diikuti oleh "ultimatum" kepada Ical dari Pemerintah Jokowi agar pembayaran sisa ganti rugi senilai Rp 781 miliar segera diselesaikan selambatnya tahun 2015. Ical pun menyurutkan perlawanannya soal Perppu Pilkada Langsung, tak lama berselang ia pun berbalik mendukung Perppu Pilkada Langsung. Diakhiri dengan keputusan Pemerintah yang menalangi pembayaran sisa ganti rugi kasus Lapindo dengan persyaratan PT Lapindo Minarak Jaya harus menyerahkan sertifikat tanah yang terkena bencana dan memberinya waktu empat tahun untuk membayar kembali talangan itu. Jika tidak dilakukan, tanah itu menjadi milik Pemerintah.

Jika dilihat dari konteks politik  pandangan itu memang seolah benar dan seperti itu adanya. Ada bau transaksi dagang sapi. Namun perlu dipertimbangkan dari sisi lain: kemanusiaan. Pemerintah Jokowi melihat bahwa kasus Lapindo selama ini hanya menjadi ladang permainan politik, ada tarik ulur kepentingan dalam penyelesaiannya tanpa mempedulikan bahwa ada penderitaan korban di balik itu semua, sehingga penyelesaiannya bertele-tele sampai memakan waktu 8 tahun. Pemerintah Jokowi tak ingin membuat hati korban Lapindo berlama-lama terombang-ambing dalam ketidakpastian. Ia bisa saja menunda menyelesaikan kasus tersebut menjelang pemilu untuk menaikkan popularitasnya. Tapi ia menyelesaikannya segera. Jokowi pun tak akan peduli bila nanti Ical tersenyum mengejek penuh kemenangan.


1419033399858481131
1419033399858481131

Sumber Gambar

Pemerintah Jokowi menyadari bahwa yang paling menderita atas "bencana" itu adalah warga korban Lapindo, yang notabene adalah rakyatnya. Karena itu ia tak peduli dengan apapun penilaian yang timbul atas keputusannya untuk memberikan talangan itu. Ia hanya peduli bahwa penderitaan korban Lapindo harus segera berakhir. Tak lagi ada demo, tak ada lagi menjadi ladang permainan politik. Dengan selesainya kasus ini tak ada lagi waktu tersita untuk demo, tak ada lagi long march, tak ada lagi tetesan keringat untuk berdebat kusir, tak ada lagi tetesan air mata kesedihan dalam penantian. Waktunya bekerja kembali, waktunya berproduktivitas dengan senyuman membangun Indonesia bersama.

Bravo Jokowi-JK...!!

-------mw-------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun