Saya tertawa terbahak saat Saifullah Yusuf (Gus Ipul) diberitakan dua kali kesasar saat kampanye di hari pertamanya. Gus Ipul adalah Wakil Gubernur Jatim yang diputuskan KPU sebagai peserta Pilkada Jatim 2018 untuk Gubernur Jatim Periode 2019 -- 2024.
Menurut saya, itu  pertanda bahwa Gus Ipul  adalah orang sembrono dan lebih jauh lagi ternyata ia tak tahu wilayahnya sendiri padahal ia 10 tahun menjabat sebagai Wakil Gubernur. Katanya Gus Ipul suka "blusukan" ternyata bisa salah jalan. Lalu, apa artinya blusukan yang pernah ia lakukan?  Hal yang sepele saja ia tak mampu mengerjakannya dengan benar, apatah jadinya bila memimpin propinsi yang berpenduduk hampir 40 juta jiwa (sensus 2017 Penduduk Jatim 39.292.972 jiwa)?
Dua kesalahan yang sepele yang beruntun. Gus Ipul dan krunya pun menertawakan kebodohan mereka sendiri. Setidaknya itu yang terlihat dalam pemberitaan di tempo.co tertanggal 13 Februari 2018.Â
Sebenarnya, saya lebih menginginkan  Risma --panggilan untuk Tri Rismaharini untuk mengisi jabatan Gubernur Jatim setelah Pakde Karwo habis masa jabatannya pada 12 Februari 2019 yang akan datang. Risma lebih pantas menduduki posisi Gubernur Jatim dari calon siapapun saat ini. Risma bakalan tak terhadang bila "nyagub". Prestasinya tak ada satupun yang meragukan, ketegasannya dalam memimipin tidak ada satupun yang menyangsikan. Namun, Risma keukeuh betah tak mau melepaskan jabatan walikota yang sedang disandangnya dan lebih suka mengurusi jantung ibukota Propinsi Jatim: Kota Surabaya. Warga kota Surabaya keberatan jika Risma melepaskan jabatan walikota Surabaya. Bisa dibilang Warga Kota Surabaya dan Risma, cintanya satu sama lain sulit dipisahkan.Rayuan siapapun tak mempan meluluhkan hati baja Risma. Risma milik warga kota Surabaya.
Praktis ketidakikutsertaan Risma dalam Pilkada Jatim 2018 memperbesar peluang calon-calon lain untuk memenangkan kontestasi pilihan Gubernur Jatim periode 2019-2024. Sebagaimana kita ketahui, Pilkada Jatim 2018 diikuti dua pasangan calon, yakni Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak, dan Saifullah Yusuf-Puti Soekarno.Â
Pasangan Khofifah-Emil didukung koalisi Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, Hanura dan NasDem dengan total 42 kursi. Sementara, Gus Ipul-Puti didukung PKB, PDI Perjuangsan, PKS serta Gerindra dengan total 58 kursi.
Tak dapat Risma, Khofifah pun jadi. Begitu pikir saya. Setelah Risma yang saya inginkan tak bisa menjabat sebagai Gubernur Jatim terwujud, saya lebih menginginkan Khofifah Indar Parawansa (Khofifah).
Kenapa saya tak tertarik mendukung Gus Ipul? Bukankah ia sudah berpengalaman 10 tahun menjabat sebagai Wakil Gubernur Jatim sejak tahun 2009? Bukankah ia pernah menjabat sebagai menteri selama hampir 3 tiga tahun di Kabinet Indonesia Baru (2004-2007) saat Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
Tak terdengar ada prestasi yang patut dicatat oleh Gus Ipul selama ia menjadi wakil Gubernur. Tak ada gebrakan, teroboson atau apalah namanya. Ia hanya tersenyum manis mengikuti protokoler pemerintahan yang ada. Dan itu berlangsung selama 10 tahun..!!
Saya mengingatkan diri saya sendiri bahwa dalam mendukung calon pemimpin dalam tingkat manapun, saya lebih memilih pada orang yang mempunyai prestasi dan pengalaman yang lebih mumpuni dan matang dibanding yang lain, selain tak perduli partai politik mana yang mengusung dan mendukungnya.
Saya lebih fokus pada rekam jejaknya. Dari rekam jejak bisa terbaca dan menunjukkan performance-nya dalam memimpin, tak hanya itu rekam jejak seseorang akan menunjukkan kemampuannya dalam memberikan  kesejahteraan yang lebih baik pada warganya, memecahkan masalah, melakukan terobosan-terobosan positif, ketahanan dia dalam tekanan pekerjaan, dan yang lebih penting adalah seorang pemimpin BUKAN wujuduhu ka adamihi,  dan lain-lain.