Entah sudah berapa kali aku nonton film Spiderman-3 ini aku tidak ingat. Yang jelas tidak  aku hitung. Sudah tak terhitung pula sudah berapa giga bytes data internet kuhabiskan untuk itu. Aku juga tidak ingat kapan saja aku nontonnya, yang kuingat hanya satu: aku menontonnya saat sepi dan kesendirian menyelimuti di malam-malam menjelang tidur.
Dalam kehidupan manusia -siapapun dia- pasti melewati kisah yang ia rasa indah, dan semua sependapat bahwa kisah itu berhubungan dengan cinta. Siapapun kita tak peduli kita jahat atau baik pasti mempunyai kisah indah itu. Kisah cinta pun beragam awal dan akhirnya. Ada kisah cinta yang menggetarkan, membahagiakan, menghempaskan, mengharukan bahkan membingungkan. Memang, pada intinya cinta bisa menjadi bagian kisah manusia yang terindah dan terburuk dari sekian banyak episode kisah hidupnya.
Aku tak hendak membuat resensi film Spiderman-3 ini, namun hanya mengisahkan sisi romantisme cinta Spiderman. Sudah terlambat jika aku mau membuat resensi, lha film ini sudah dirilis pada 16 April 2007, di Indonesia diputar pertama kali kalau tidak salah 2 Mei 2007. Sudah sepuluh tahun yang lalu. Nah itu...itu..! Ada penggalan adegan dalam film yang cukup mengesankan buatku dan aku ingat sampai sekarang. Eh, ternyata kesanku sama dengan beberapa penonton lainnya di belahan dunia lain. Bahkan aku mengunduhnya dari youtube untuk aku simpan sebagai koleksi.
Menurutku kisah Spiderman-3 yang satu ini paling menarik di antara kisah cinta superhero yang lain. Soalnya dalam film Spiderman-3 ini kesan romantisme cinta yang ditampilkan paling kental dan sentimentil: mengharukan.
Sang superhero Spiderman yang kesehariannya adalah Peter Parker si fotografer memendam rasa cinta yang sedemikian dalam kepada teman wanitanya Mary Jane Watson temannya semasa sekolah dan juga tetangganya sendiri. Mary pun tak bertepuk sebelah tangan, ia pun menerima cinta Peter. Mary menilai bahwa kekuatan Peter Parker adalah sosok yang sederhana, jujur dan cerdas.
Peran Peter sebagai Spiderman inilah yang menjadi penghalang kisah mulus cintanya kepada Mary Jane. Apalagi Peter tidak menceritakan kepada Mary bahwa ia sebenarnya Spiderman, walaupun terbersit Keinginan untuk mengungkapkan bahwa Spiderman dan Peter Parker adalah person yang sama, namun selalu ada saja alasan gagal mengatakannya.
Tak hanya janji kencan, namun janji penting untuk nonton opera dimana Mary berperan sebagai pemain utamanya berkali-kali gagal dipenuhi Peter. Waktu yang direncanakan berantakan karena mendadak tugas sosialnya memanggil di saat bersamaan. Tentu saja Spiderman harus muncul mencegahnya saat kejahatan berlangsung, karenanya Peter selalu datang terlambat, bahkan batal memenuhi janji sebagaimana diutarakan kepada sang kekasih Mary. Juga, tak salah jika Mary Jane kecewa berat dan mendalam, sekaligus mempertanyakan keseriusan cinta Peter kepadanya. Cinta keduanya pun kandas. Mary Jane pun memilih sahabat karib Peter, Harry Osborn.
Peter Parker menghadapi jalan panjang bergulat dengan dirinya untuk memutuskan apakah ia menikahi Mary Jane ataukah tidak. Pilihan yang teramat sulit jika meneruskan hidup dengan menikahi Mary, sedangkan ia adalah Spderman sama artinya menghadapkan Mary pada bahaya besar sepanjang hidupnya. Musuh jahat akan selalu mengganggu Mary. Namun sebaliknya, jika ia meninggalkan Mary artinya Peter melukai dan menghancurkan cinta Mary. Tentu ini akan meninggalkan kesedihan yang tak habisnya. Dilema besar buat Peter Parker.
Setelah melalui pertarungan dengan Venom dan Sandman dimana Peter dibantu Harry harus menyelamatkan Mary Jane yang tersandera  sekaligus membuka jati diri Spiderman, Mary Jane baru menyadari bahwa kegagalan cintanya dengan Peter selama ini karena Peter adalah Spiderman yang punya tugas sosial memberantas kejahatan yang terjadi di kota mereka.
Kegalauan Mari Jane ini ia ungkapkan dalam suatu fragmen adegan dalam film yang mewakili seluruh cerita film. Dimana dalam adegan itu Mary Jane mengenakan gaun merah menyanyikan lagu "I am Through with Love" lagu yang pernah hits oleh si cantik seksi Marylin Monroe. Dalam ruangan sebuah bar, Mary menyanyi di panggung rendah dengan irama musiknya pun disyahdukan dan jelas senandung kata dalam baitnya.
Kemudian datanglah Peter dari pintu bar tersebut dengan setelan kemeja putih di balut jas hitam dan dasi berwarna sama hitamnya, Peter menghentikan langkahnya sambil tak melepaskan tatapan matanya kepada Mary . Mary yang khidmat dua bait menyanyi, tak lama  kemudian menyadari kedatangan Peter. Begitu melihat Peter tak jauh di hadapannya,  ia menghentikan nyanyiannya. Keduanya saling bertatapan dengan sendu.