"Please..." aku terus berkata semerdu mungkin sambil tersenyum secakep mungkin pada gadis itu. Masak sich murid Pakde Kartono nggak bisa menaklukkan gadis itu untuk dipotret? Bisa anjlok saham nama guruku!! Bisa malu guruku yang cakep, mapan, humoris, baik hati serta ter..ter..ter... lainnya itu!!. Aku tertantang. Lalu, aku mendekat dan kupandang wajahnya sekilas. Sedikit kupasang senyumku yang terkenal.
"Fotonya hanya buat ilustrasi cerita saja, kok..!" aku berkata setengah menyerah.
Rupanya kali ini tatapan rayuanku plus senyum itu menunjukkan hasil. Gadis itu tampak mengembangkan senyumnya. Apa karena aku pakai cincin batu akik kecupung api ya? Terbakar dia....wakaakkaka...
"Ya dech," akhirnya terdengar menyerah. Ia pun mengambil pose seadanya. Aku arahkan kamera ke wajahnya bergaya sok Rahab Ganendra penyair fotografer terkenal di Kompasiana.
Klik..!!
[caption caption="Akhirnya mau dipotret....."]
"Ayo dunk, mana senyumnya?" godaku sambil tetap mengarahkan kameraku ke wajahnya. Setengah shy-shy cat ia tersenyum menatap kamera sambil memegang tali gembala sapinya agar tak pergi.
Klik...!!
[caption caption="Akhirnya tersenyum juga"]
"Udah?" tanyanya sambil terus tersenyum jengah memandang terus kamera, tangannya sambil mengurus gembalaannya.
"Belum..!" aku berbohong sambil berkali-kali memotretnya.