Bahasa verbal adalah salah satu keunikan dan sekaligus keunggulan manusia dari makhluk lainnya yang menguasai bumi. Bahkan bukan hanya menciptakan bahasa, manusia juga terus mengembangkan bahasa. Salah satu perkembangannya adalah bahwa setiap generasi selalu saja memunculkan istilah atau kosakata baru. Dalam tulisan sebelumnya saya menghubungan istilah baru yang banyak dipakai anak muda, “baper” dengan fotografi. Pada tulisan ini saya juga akan menghubungkan istilah dan gaya hidup baru anak muda sekarang, “mager” dengan fotografi, khususnya street photography.
Lensa yang biasanya saya pakai berkisar antara 28mm sampai dengan 50mm sehingga saya bisa merasakan suasana subjek fotonya. Kalau saya memotret seorang pekerja di jalanan, saya ingin bisa meihat bulir-bulir keringatnya, bahkan baunya sehingga saya bisa merasakan sensasi beratnya pekerjaan tersebut. Kalau saya memakai lensa zoom, sensasi rasa ini tidak akan timbul.
Tentu saja sah-sah saja membuat foto jalan dengan lensa panjang 300mm misalnya, namun ketika kita menekan tombol shutter tidak aka nada rasa apa-apa. Hasil fotonya mungkin sama persis, tetapi sensasi rasa kita sebagai seniman foto tidak ada.
Akankah si subjek foto sadar bahwa kita telah mencuri fotonya? Apa yang akan dia lakukan kalau sampai dia tahu? Mungkin dia hanya akan tersenyum, tetapi bisa juga dia akan marah dan menampar kita. Mungkin juga dia seorang yang narsis dan akan bergaya lalu minta difoto lagi. Sensasi ketidakpastian reaksi inilah yang akan memacu adrenalin seorang street fotografer.