Mohon tunggu...
Ouda Saija
Ouda Saija Mohon Tunggu... Dosen - Seniman

A street photographer is a hitman on a run.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ingin Dipenjara (2): Freedom Phobia

12 Januari 2010   09:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:30 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_52757" align="alignleft" width="239" caption="Semua memenjarakannya."][/caption] Lanjutan dari kisah sandiwara satu babak sebelumnya: baca seri 1.

Siam: Tidak. Aku tidak menderita freedom phobia. Tapi aku tahu pasti penjara ditakdirkan untuk menjadikan besar diriku. Bang Dei, kau belum jawab pertanyaanku. Berapa kali negarawan kebanggaanmu itu dipenjarakan?

Dei: banyak kali lah tak pernah aku menghitungnya.

Siam: Dan apa yang dia lakukan di dalam penjara?

Jimi: kalau aku yang dipenjara ya aku akan ngerock, akan kubawa gitarku dan selalu kumainkan di sana.

Siam: Kalau rocker itu bukan tenar lantaran dipenjara. Yang bisa tenar lewat penjara itu hanya negarawan dan sastrawan.

Ray: Iya kayak misalnya Nelson Mandela.

Jimi: Ya dipenjaranya karena apa dulu. Tidak asal dipenjara.

Siam: Maka dari itu Jimi, sahabatku bisakah kau carikan aku sebab supaya masuk penjaralah diriku ini.

Jimi: Ah … begini saja, kau pura-pura curi gitarku. Lalu aku laporkan kau ke Polsekta dekat situ.

Siam: Wah … kurang megah kasusnya. Masak pencurian gitar … paling hanya akan diganjar 3 bulan dan dipukuli tiap hari aku. Kasus kecil begitu mana sempat menulis novel aku.

Jimi: Kasus perkosaan aja gimana?

Ray: Perkosaan itu emang kasus berat tapi hukumannya juga belum setimpal, sepertinya maksimal hanya 12 tahun. Itupun sulit pembuktiannya, alasannya suka sama suka. Huh …

Siam: Nggak mau ah aku. Katanya napi pemerkosa itu yang paling sengsara, di penjara bisa ganti diperkosa.

Dei: Yang keren itu tahanan politik. Masuk bui bukan karena kejahatan.

Siam: Terus karena apa bang?

Dei: Ya karena perbedaan pemikiran. Biasanya perbedaan pemikiran dengan penguasa. Seperti Soekarno misalnya di penjarakan oleh Belanda pada tahun 1929. Itu karena perbedaan pemikiran tentang kemerdekaan dan penjajahan.

Siam: Kalau aku dibui kayak Pram kan aku bisa jadi novelis top kayak dia bang. Novelnya yang pertama kan dia tulis waktu tahun 1947 sampai 1949 waktu dia ditahan Belanda.

Dei: Dia memang kenyang penjara tapi bukan lantaran itu dia jago nulis novel.

Siam: Ah … ku pikir karena penjara itu. Novelnya banyak karena dia punya banyak waktu. Nggak harus mupuk sayur dan buah di ladang kayak aku. Apalagi semua memenjarakannya, tahun 47 Belanda, lalu tahun 60 pun masuk penjara di masa Orde Lama, habis itu mendekam di pulau Buru bersama Orde Baru.

Ray: Soekarno dan kawan-kawan jadi negarawan yang jawara juga bukan karena melulu penjara lah. Kau ini ngawur saja.

Siam: Ya tapi kau tahu sendiri kan? Waktu dipenjara dia bawa segudang buku dan baca-baca, jadi tambah pinter lah dia.

Jimi: Gimana cara berbeda pemikiran dengan penguasa bang?

Dei: Ya kau bacalah buku-buku terlarang, buku-buku yang dilarang beredar.

Siam: Seperti lima buku yang aku bilang kemarin ya bang?

Jimi: Ada lima kan bang? Kenapa yang pertama itu kemarin dilarang?

Dei: Ya karena menyalahi aturan … ukuran font dan jenis hurufnya tidak sesuai peraturan. Terlalu kecil dan tipis jadi merusak mata masyarakat.

Ray: Kalau yang merah itu kenapa?

Dei: Memutarbalikkan kebenaran.

Ray: Kok bisa?

Dei: Itu ditulis dengan cara huruf Mandarin, jadi bacanya harus dari belakang ke depan.

Siam: Tapi kalau penyair seperti dirimu itu bukan penjara yang akan membuat terkenal dan terkemuka.

Dei: Lalu apa?

Siam: Mati muda. Lihat saja Chairil Anwar tetap yang paling jawara kepenyairannya dan dia mati muda.

Dei: Ngawur saja kau. (Sahut Dei tidak antusias tetap terpekur pada meja kecil, lima buku terlarang, dan mesin ketik bututnya.)

Siam: Ya aku sudah menemukan cara bagaimana kita berdua menjadi ternama. Kau penyair harus mati muda, aku novelis harus mendekam di penjara.

(Tiba-tiba Siam mengambil pisau dapur dari warung Ray, dihujamnya tubuh kurus Dei berkali-kali hingga jatuh dari kursi dan tak bergerak lagi. Ray dan Jimi hanya terkesima dan tak kuasa berbuat apa-apa. Siam lalu mengemasi lima buka terlarang dan mesik ketik Dei dan menyiapkan diri mendekam di penjara untuk menulis kisah-kisah manusia)

Tamat. Lampu panggung mati dan tirai ditutup.

sumber ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun