Mohon tunggu...
otnielzebua
otnielzebua Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Saya adalah seorang mahasiswa ilmu politik di Universitas Sumatera Utara saya memiliki minat dalam menulis artikel mengenai kebijakan politik, Komunikasi Politik dan Politik nasional serta Internasional

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Implikasi Joint Statement Indonesia-China di kawasan Laut Cina Selatan Terhadap Kepentingan Nasional Indonesia dan Keutuhan ASEAN

14 Desember 2024   13:17 Diperbarui: 14 Desember 2024   13:17 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : CNN Indonesia

Pada 9 November 2024, Presiden Prabowo Subianto mengadakan kunjungan kerja dengan Presiden RRC yakni Xi Jinping. Ini merupakan pertemuan perdana prabowo sebagai presiden, dalam pertemuan tersebut Prabowo dan Xi jinping menyepakati beberapa kesepakatan. Salah satu kesepakatan yang dicapai adalah Joint statetment terkait wilayah Laut cina selatan. Joint statement ini berisikan kesepakatan kerjasama maritim bersama di kawasan Laut cina selatan. Namun kesepakatan joint statement ini menuai berbagai kritik secara nasional dan regional karena LCS merupakan wilayah sengketa konflik antara China dan beberapa wilayah di Asia Tenggara.

            Laut china selatan menjadi wilayah yang masih diperebutkan karena masih adannya klaim atas beberapa titik wilayah laut. Wilayah ini diperebutkan bukan tanpa sebab karena wilayah ini memiliki kekayaan sumber daya minyak bumi dan gas menyimpan cadangan minyak sebesar 11 miliar barel dan gas alam sekitar 190 triliun kaki kubik serta menyimpan kekayaan hayati yang beragam (Toruan, 2020).  beberapa  negara  negara  ASEAN   yaitu Indonesia, Filipina,  Brunei   Darussalam,  Malaysia,  dan   Vietnam   dan   negara  luar   seperti Tiogkok Amerika   Serikat   dan  negara   lainnya telah bersaing di wilayah LCS. Dalam isu sengketa perairan Laut Cina Selatan Cina kerap dituduh bersifat arogan dalam kasus laut cina selatan karena telah melakukan klaim terhadap kawasan tersebut.  Dari enam negara yang bersitegang, China adalah negara yang paling asertif dan agresif dalam sengketa internasional tersebut, baik melalui penggunaan jalur diplomasi maupun kekuatan lain, seperti kapal ikan, kapal patrol maritime,   dan   angkatan   laut.  China mengklaim wilayah nine dash line atau sepuluh garis putus-putus yang menjadi penanda wilayah laut mereka karena menurut china itu adalah wilayah mereka secara historis (Pradana, 2017).

            Upaya untuk menyelesaikan sengketa laut china selatan telah dilakukan oleh banyak organisasi baik internasional maupun regional. Beberapa diantarannya adalah ASEAN memiliki peran penting dalam mengelola konflik ini melalui mekanisme diplomasi multilateral. Salah satu bentuknya adalah Deklarasi Perilaku Pihak-Pihak di Laut Cina Selatan (Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea atau DOC), yang ditandatangani pada 2002 antara Tiongkok dan negara anggota ASEAN (Rachmawati, 2021). Namun hal ini tidak cukup karena China di tahun selanjutnya masih terus mengklaim kawasan ten dash line di laut cina selatan. China bahkan melakukan tindakan yang melanggar hukum laut internasional dengan mendirikan pulau-pulau buatan di kawasan laut cina selatan. Kondisi ini memperburuk kawasan saat itu hingga muncul Putusan Mahkamah Arbitrase 2016 yang menyatakan tidak ada bukti kepemilikan historis Cina atas wilayah tersebut dan mendukung klaim maritim Filipina namun china menolak putusan tersebut. kemudian di tahun 2020 ASEAN dan Cina membuat kesepakatan  dialog intensif tentang Code of Conduct (CoC), dialog ini bertujuan untuk menyelesaikan konflik di wilayah LCS dan masih terus dilaksanakan hingga saat ini (Toruan, 2020).

            Konflik Laut Cina selatan menjadi permasalahan besar di kawasan ASEAN dan Indonesia karena menyangkut masalah kepentingan nasional masing-masing negara. namun adannya joint statement antara prabowo dan xi jinping di kawasan konflik LCS akan dapat menciptakan masalah baru.Cina dapat saja mengklaim wilayah LCS secara sepihak dan berperang dikawasan ini. Peran Indonesia dan ASEAN dalam menyelesaikan sengketa LCS sangat vital, mengingat dampak yang dapat ditimbulkan terhadap stabilitas regional dan hubungan antar negara. Indonesia sebagai negara yang terletak di kawasan ini perlu menjaga kehati-hatian dalam menjalin hubungan dengan China, terutama setelah pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Xi Jinping pada 9 November 2024. Meskipun terdapat kesepakatan Joint Statement yang mencakup kerja sama maritim di kawasan LCS, kesepakatan tersebut patut dipertanyakan dalam konteks sengketa wilayah yang belum terselesaikan. Apabila Indonesia dan ASEAN tidak berhati-hati, kesepakatan ini dapat berisiko menjadi pintu gerbang bagi China untuk semakin memperkuat klaim sepihak mereka atas LCS. Hal ini tidak hanya mengancam stabilitas kawasan tetapi juga dapat merusak hubungan antar negara ASEAN, yang memiliki kepentingan nasional yang berbeda-beda dalam sengketa ini.

Sengketa Laut China Selatan

Laut Cina selatan merupakan wilayah yang terletak dibagian tepi samudera pasifik yang terlihat dari selat karimata hingga selat taiwan dengan luas mencapai 3.500.000 km. wilayah laut cina selatan memiliki kekayaan gas alam dan biota laut yang sangat kaya dan beragam. Nama laut cina selatan diberikan karena guna membedakan antara badan air lain di dekatnya, seperti laut cina timur. Dalam perkembangannya wilayah ini selalu mengalami perubahaan nama di masing-masing negara kawasan laut cina selatan.

Perbedaan ini bukan tanpa sebab karena wilayah laut cina selatan menjadi wilayah yang rawan konflik hingga saat ini. Kawasan ini menjadi rebutan klaim antara negara-negara seperti Indonesia, Filipina,  Brunei   Darussalam,  Malaysia,  dan   Vietnam   dan   negara  luar   seperti Tiogkok  dan Amerika   Serikat. Konflik ini muncul karena perebutan kepentingan di kawasan laut cina selatan. Awal dari terjadinnya sengketa adalah saat China membuat sebuah pernyataan klaim wilayah di beberapa kawasan laut cina selatan, China membuat sebuah peta yang disebut dengan nine dash line yang mengambarkan bagaimana laut cina selatan seharusnya menjadi bagian cina karena merupakan warisan dari perdagangan dinasti china di zaman sebelumnnya (Ramli, 2021). Klaim ini disampaikan cina pada 1947 yang menyatakan bahwa Wilayah yang berada dalam lingkup garis tersebut, termasuk Kepulauan Spratly dan Paracel, diklaim sebagai bagian dari teritori China.

Peta ini kembali ditegaskan oleh Partai Komunis saat mulai berkuasa pada tahun 1953. Klaim tersebut didasarkan pada sejarah China kuno, dimulai dari masa Dinasti Han yang berkuasa pada abad ke-2 SM hingga Dinasti Ming dan Qing pada abad ke-13 SM (Ramli, 2021). Aspek historis serta berbagai temuan digunakan oleh China untuk mendukung klaim kepemilikannya atas Laut China Selatan. Kondisi klaim ini membuat beberapa negara di kawasan laut china selatan marah salah satunnya adalah Vietnam yang melakukan perebutan klaim dengan cina. Konflik singkat pernah terjadi pada yang menghasilkan korban 18 tentara Tiongkok dan 53 tentara Vietnam. Sejak itu, Tiongkok menguasai seluruh Kepulauan Paracel (Bintang Widia, 2024). Selain Vietnam, Filipina juga ikut berkonflik dengan klaim cina atas beberapa titik wilayah laut dikawasan Laut China Selatan. Filipina juga mengklaim sebagian wilayah Laut China Selatan, terutama Kepulauan Spratly yang mereka sebut sebagai Kepulauan Kalayaan, serta beberapa wilayah lain seperti Scarborough Shoal yang terletak di sebelah barat Filipina. Kondisi ini memicu perang singkat china dengan Filipina saat itu. Namun dalam beberapa tahun setelahnya Filipina justru meminta bantuan Amerika serikat dengan mendirikan pelabuhan militer di wilayah Scarborough Shoal akibatnya konflik LCS masih berlangsung hingga saat ini (UTAMI, 2012).

Indonesia juga sempat berkonflik dengan china terkait laut natuna utara dimana wilayah ini diklaim cina sebagai wilayahnya di nine dash line. Beberapa insiden besar terjadi seperti kapal penjaga pantai China menghalangi kapal patroli Indonesia yang sedang menangkap kapal nelayan China hingga kapal-kapal nelayan cina yang melewati zona ekonomi ekslusif (Ramli, 2021). Kondisi sempat menyebabkan ketegangan antara Indonesia dengan China.Konflik yang terjadi dikawasan Laut China selatan adalah masalah besar yang disebabkan oleh dua faktor yakni letak strategis dan sumber daya ekonomi. Dari sudut pandang strategis, perairan Laut China Selatan merupakan salah satu jalur perdagangan penting yang menjadi gerbang utama bagi rute pelayaran internasional dan sebagian besar industri logistik global. Laut ini adalah jalur tercepat yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia, menghubungkan kawasan Asia Timur dengan India, Asia Barat, Eropa, dan Afrika. Menurut CFR Global Conflict Tracker, nilai total perdagangan yang melintasi Laut China Selatan pada tahun 2016 mencapai US$3,37 triliun. Pada 2017, sekitar 40 persen dari total konsumsi gas alam cair dunia melewati kawasan ini (Sugara, 2023). Selain itu, Laut China Selatan memiliki potensi ekonomi yang besar, dengan kekayaan sumber daya hasil laut yang tinggi meskipun sering kali dieksploitasi secara berlebihan. Wilayah ini juga diketahui menyimpan cadangan minyak dan gas yang signifikan, diperkirakan mencapai 11 miliar barel minyak dan 190 triliun kaki kubik gas alam yang belum dimanfaatkan. Nilai sumber daya alam dan potensi ekonomi yang besar ini diduga menjadi salah satu faktor yang memicu sengketa maritim dan teritorial di kawasan tersebut.

Implikasi Joint Statement Indonesia-China di Kawasan Laut China Selatan Terhadap kepentingan Indonesia dan ASEAN

Hubungan Indonesia dan china telah berlangsung sangat lama sejak sangat lama lebih tepatnya pada abad- 7 masehi. Yang saat itu Indonesia dan china saling mengadakan kerjasama di bidang perdagangan. Selain itu Indonesia dan china juga berkerjasama di bidang keagamaan melalui penyebaran agama Buddha saat itu. Hubungan diplomatic Indonesia-china secara resmi terjadi pada 13 April 1950. Saat itu soekarno sangat dekat dengan pemerintahan RRC yang dipimpin oleh Mao Zedong. Hingga tahun-tahun selanjutnya hubungan Indonesia-china berlangsung baik walaupun terdapat beberapa konflik namun hingga kini hubungan diplomatik tersebut masih berlangsung.

Hal ini terlihat dengan munculnya kesepakatan antara Indonesia-china pada 9 November 2024. Pertemuan antara presiden Prabowo dan Xi jinping ini telah menghasilkan 7 kesepakatan. Dari 7 kesepakatan ini terdapat satu kesepakatan yang menuai perhatian yakni kerjasama ekonomi biru, dalam kerjasama ini terdapat salah satu point kesepakatan bersama (joint statement) Indonesia dan china terkait LCS yakni pada poin ke 9  yang berbunyi :

Kedua pihak menekankan kerja sama maritim sebagai komponen penting dalam kerja sama strategis komprehensif antara China dan Indonesia. Mereka akan secara aktif menjajaki dan melaksanakan lebih banyak proyek kerja sama maritim, menciptakan lebih banyak terobosan positif, bersama-sama menjaga perdamaian dan ketenangan di laut, memperbaiki sistem tata kelola maritim, menjaga laut tetap bersih dan indah, serta mencapai kesejahteraan maritim. Kedua pihak juga mencapai kesepahaman penting tentang pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih, serta sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar-Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait berdasarkan prinsip "saling menghormati, kesetaraan, manfaat bersama, fleksibilitas, pragmatisme, dan pembangunan konsensus," sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara.

Dari poin ke 9 ini terdapat berbagai spekulasi yang muncul salah satunya adalah apakah Indonesia mengakui nine dash line china atau ini hanyalah bagian dari kerjasama maritim. Salah satu pernyataan yang perlu dilihat adalah terkait prinsip saling menghormati hukum dan peraturan masing-masing negara dianggap mampu menimbulkan konflik baru. Karena secara tidak langsung pernyataan ini mendukung adannya nine dash line di kawasan laut china selatan.  Tentu melihat peristiwa panas yang terus berlangsung dikawasan ini akan menimbulkan konflik yang lebih besar apabila joint statement ini mengarah pada kepentingan China. Beberapa akademisi seperti Guru Besar hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menjelaskan bahwa Joint statement terjadi apabila masing-masing negara mengakui zona maritim yang saling tumpang tindih, jadi secara tidak langsung kondisi ini menjelaskan bahwa Indonesia mendukung laut cina selatan milik china (Ramdan, 2024).

Namun Prabowo menjelaskan bahwa joint statement yang dibangun akan diselaraskan dengan kepentingan Indonesia dan kawasan khusunya ASEAN. Prabowo menjelaskan bahwa Indonesia menghormati kerjasama dengan negara lain dia percaya kolaborasi penting untuk mengindari konflik.  Selain itu Kemenlu juga menjelaskan  bahwa kerjasama ini tidak bermakna Indonesia mendukung nine dash line dan menegaskan posisi Indonesia sesuai UNCLOS 1982. Namun dari pernyataan prabowo dan kemenlu belum dapat mengambarkan kondisi atau posisi Indonesia (Fika Nurul Ulya, 2024).

Untuk kepentingan Indonesia terdapat beberapa implikasi dari joint statement ini yakni Pertama kedaulatan dan geopolitik Indonesia akan terganggu, meskipun prabowo menyampaikan kesepakatan ini tidak mengubah posisi terkait kedaulatan atas wilayah Laut Natuna Utara. Dukungan terhadap china akan mempersulit geopolitik Indonesia khususnya di wilayah ASEAN. Hal ini dapat memunculkan persepsi bahwa Indonesia tidak cukup aktif memperkuat solidaritas ASEAN dalam menghadapi tantangan di Laut Cina Selatan. Namun disisi lain keterlibatan aktif Indonesia dalam pembahasan lokasi geografis yang diklaim bersama dapat memperlihatkan kepemimpinan regionalnya (Sarlini, 2024). Pendekatan yang lebih pragmatis ini bisa meningkatkan posisi Indonesia sebagai mediator yang memprioritaskan stabilitas regional, tetapi harus diimbangi dengan penegakan hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982. Kedua ekonomi, dengan adannya joint statement ini tentu akan membuka kesempatan bagi Indonesia untuk menciptakan ekonomi strategis seperti pengelolaan sumber daya laut dan konservasi perikanan. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan dari sektor kelautan dan mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan. Namun, risiko juga muncul jika kerja sama ini hanya menguntungkan China, misalnya melalui eksploitasi sumber daya yang tidak seimbang atau kurangnya transfer teknologi kepada Indonesia. Penting bagi Indonesia untuk memastikan bahwa kerja sama ini melibatkan manfaat nyata bagi masyarakat lokal, khususnya nelayan, dan menjaga keberlanjutan lingkungan laut.

Untuk ASEAN terdapat beberapa implikasi dari joint statement tersebut yakni pertama keutuhan ASEAN, Pendekatan bilateral dalam isu Laut Cina Selatan, seperti yang dilakukan oleh Indonesia melalui kesepakatan ini, berpotensi melemahkan solidaritas ASEAN. ASEAN memiliki mekanisme bersama, seperti Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) dan negosiasi Code of Conduct (COC), yang dirancang untuk mengelola konflik secara kolektif (Putri, 2024). Faktanya Negara-negara seperti Filipina dan Vietnam, yang memiliki sengketa langsung dengan China, kemungkinan melihat kerja sama bilateral Indonesia-China ini sebagai langkah yang dapat memarginalisasi posisi kolektif ASEAN dalam menentang klaim sepihak China. Kemudian yang kedua akan mempengaruhi stabilitas kawasan karena walaupun Kerja sama ini bertujuan menciptakan perdamaian dan pembangunan di Laut Cina Selatan, tetapi juga dapat dianggap sebagai pengakuan implisit terhadap klaim China atas wilayah tersebut jika tidak dikawal dengan tegas.

Hal ini dapat mengganggu stabilitas kawasan, terutama jika negara-negara lain merasa kepentingan mereka terancam. Apalagi dalam poin dijelaskan pembentukan komite untuk membahas lokasi geografis dengan klaim tumpang tindih. Langkah ini, meski dihargai untuk tujuan kolaborasi, bisa menimbulkan persepsi negatif jika China memanfaatkannya untuk memperkuat posisinya. Terakhir mengenai kepemimpinan Indonesia di ASEAN akan terganggu, indonesia dapat memperkuat perannya sebagai pemimpin ASEAN dengan menjadi jembatan antara China dan negara anggota ASEAN lainnya. Namun, jika kesepakatan ini tidak transparan atau dianggap berpihak, kredibilitas Indonesia di ASEAN dapat terganggu.

Joint Statement antara Indonesia dan China terkait Laut Cina Selatan memiliki implikasi signifikan terhadap kepentingan Indonesia dan ASEAN. Bagi Indonesia, kesepakatan ini menghadirkan peluang kerja sama ekonomi strategis, seperti pengelolaan sumber daya maritim dan konservasi, yang berpotensi mendukung pembangunan berkelanjutan. Namun, risiko muncul jika kesepakatan ini cenderung menguntungkan China secara tidak seimbang, misalnya dalam eksploitasi sumber daya. Selain itu, meskipun pemerintah menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara tidak terganggu, persepsi publik tentang sikap Indonesia terhadap klaim sepihak China masih menjadi tantangan, terutama untuk menjaga posisi diplomatik di kawasan.

Kesepakatan ini juga menyoroti pentingnya pendekatan seimbang yang menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982, dan memastikan bahwa kerja sama tersebut tidak dimanfaatkan untuk memperkuat klaim sepihak. Stabilitas kawasan dan keutuhan ASEAN memerlukan kebijakan yang terkoordinasi, di mana Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN, memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas regional. Joint Statement ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia dan ASEAN. Keberhasilannya sangat bergantung pada bagaimana Indonesia mengelola kerja sama ini tanpa merugikan kepentingan nasionalnya serta memastikan posisi ASEAN tetap kuat dan relevan di kawasan Laut Cina Selatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun