Mohon tunggu...
Otniel Wijaya Napitupulu
Otniel Wijaya Napitupulu Mohon Tunggu... Guru - Guru_SMA XIN ZHONG SURABAYA

Membaca dan menulis adalah sebuah investasi di masa depan. Aku berpengetahuan karena membaca, Aku bergairah karena menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelita dalam Sajadah

4 Januari 2024   19:14 Diperbarui: 4 Januari 2024   19:25 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi yang begitu cerah, disambut dengan sinar mentari yang muncul tepat di sebelah timur, kicauan burung-burung bernyanyi menandakan rutinitas akan segera dimulai. Pagi itu Steven masih menikmati indahnya tidur dikasur tepat di sudut sebelah kanan kamarnya. Tiba-tiba sesosok bayangan pria separuh baya menghampirinya untuk mengingatkan Steven yang harus segera bergegas ke Sekolah. "Mas Steven, waktunya berangkat Sekolah, sudah telat nih!" ujar pembantunya. Steven tetap masih asik rebahan dikasur tidurnya yang begitu empuk. "Mas...mas...mas... ayo bangun ini sudah telat, sekarang sudah jam 08.15, nanti dimarahi lagi. Bapak sudah siapkan pakaian dan sarapan di ruang tamu tuh," "Ehmm...ehmm, aku masih mengantuk. Jangan digangu dulu, kali," kata Steven. "Tapi mas, mas sudah sering banget telat, inget loh pagi ini ibu Yohana, guru bahasa Indonesia, pasti kamu di omelin lagi". "Astaga.... Kok tidak bilang dari tadi sih!" "Kenapa baru di ingetin aku sekarang." "Awas...Awas... aku mau mandi, bisa dimarahin lagi nih," Steven pun segera bergegas untuk mandi dan dengan jurus seribu bayangan, sembari terus memandangi jam yang terus berputar. Setelah selesai berpakaian ia pun segera berangkat menuju ke Sekolah. "Pak antar aku ke Sekolah sekarang," ujarnya dengan nada cemas. "Siap mas, silakan masuk ke mobil," jawab supirnya. Setibanya Steven di Sekolah, pagar Sekolah pun sudah tertutup begitu rapat, Steven semakin bingung dan cemas. Dia pun mencoba untuk berteriak memanggil petugas keamanan Sekolah. Namun, tidak ada jawabanya. Ia pun memberanikan diri untuk masuk melalui pintu darurat dari belakang pagar Sekolah. Ternyata pintu darurat sekolah pun sudah di tutup. "Aduh bisa mampus nih aku" "Pasti ibu Yohana sudah masuk kelas" "Udah telat banget nih, gimana ya?" "Bisa-bisa aku dapat surat panggilan orang tua lagi." Pikirnya dalam hati. Steven pun berusaha untuk melompat dari pagar yang begitu tinggi agar tetap bisa masuk ke dalam Sekolah. Akhirnya usaha Steven pun membuahkan hasil , ia bisa masuk ke Sekolah dan menuju ruangan kelas yang berada di sebelah kanan samping kantor UKS. Tiba di depan kelas dia mencoba melirik ke dalam kelas melalui kaca jendela untuk memastikan ibu Yohana sudah di ruangan atau tidak. Ketika ia melirik menoleh ke ruangan kelas ia melihat ibu Yohana yang sedang mengajar di kelas, ketika ia melirik teman-teman dia seperti Rina, Hudayatul serta David. Ia melihat teman-temannya begitu asik mendengarkan ibu Yohana yang sedang mengajar di kelas, ketika ia melirik ke arah kanan, ternyata Rina melihat Steven yang sudah berada diluar dari tadi. "Silakan masuk Steven, mengapa kamu masih mengintip dari sana?" ujar ibu Yohana yang dari tadi sudah mengamati Steven. "Ayo, apa kamu mau di luar selamanya, kalau kamu tidak masuk lebih baik tidak masuk di pelajaran saya untuk selamanya." Steven pun segera membuka pintu untuk bergegas masuk mendengar namanya yang dipanggil ibu Yohana. " Kamu mau alasan apa lagi Steven?" "Apa kamu tidak capek dimarahi terus karena ulahmu". "Apa perlu saya memanggil orangtua mu untuk ketiga kalinya, bisa-bisa setelah itu kamu akan di keluarkan dari sekolah ini". tegas kata-kata yang dikeluarkan dari ibu Yohana. "Maaf ibu, saya...saya..." dengan suara yang terputus-putus. "Saya...saya... kenapa? apa lagi alsan yang mau kamu katakan ibu mau dengar, ayo silakan" "Sudahlah ibu kalau mau hukum, hukum aja, gak perlu ibu tanya-tanya saya, gak perlu tahu alasanya jugakan, toh saya bilang ibu tetap mau menghukum saya, apa gunanya", ujarnya dengan suara keras dan tatapan yang melawan. "Apa, kamu barusana bilang apa?" ayo di ulang sekali lagi saya mau mendengarkan, begitu juga teman-temanmu yang ada di kelas ini". "Sudahlah deh ibu, saya gak mau ulang lagi yang saya bilang saya mau keluar aja, walaupun saya tetap disini tetap saja saya akan dihukum, lalu ibu pasti mau memanggil orang tua saya silakan!" Ia pun pergi meninggalkan kelas dan tidak masuk ke sekolah hari itu, steven pergi ketempat dimana membuatnya dirinya bahagia, ia bertemu dengan temanteman jalanannya untuk sekedar meninggalkan kejenuhan yang dialaminya. Dia berpikir teman terbaik ia adalah anak-anak jalanan yang selalu mengerti dia. Jam sekolah pun berakhir siswa-siswa pun bersiap-siap mau pulang . begitu juga dengan rina, hidayatul, david. Mereka keluar dari ruangan kelas sambil berbincang-bincang. "Teman-teman kayaknya steven lagi banyak masalah banget ya?" ujar Rina. " Karena saya lihat dari raut wajahnya ketika masuk ke kelas kita". " Iya sih", balas Hidayatul "Benar... benar banget, lihat aja tadi, dia juga berani melawan ibu Yohana" sambung David. Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka untuk kembali ke rumah masingmasing. Keesokan harinya, seperti biasa anak-anak kembali masuk ke sekolah. Hanya Steven yang tidak hadir di ruangan kelas. Hari berganti hari Steven tidak pernah hadir setelah peristiwa konflik yang dialamnya dengan ibu Yohana. Ibu Yohanan pun menyadari tidak seperti biasanya, walaupun Steven yang selalu telat namun, tetap masuk dan hadir ke sekolah. Bahkan sampai akhir bulan pun tak pernah terlihat batang hidung Steven di sekolah. Ibu Yohana saat itu kembali masuk ke kelas untuk mengajar ia juga selalu memperhatikan kursi yang menjadi tempat duduk steven masih kosong, ibu Yohana pun bertanya kepada siswa-siswi yang ada di kelas. "Anak-anak sebelum ibu memulai pelajaran, ibu mau bertanya, apakah ada yang tahu sampai saat ini steven tidak masuk sekolah?" Tanya ibu Yohana. "Saya tidak tahu ibu, saya juga tidak dapat kabar steven", balas Hidayatul yang saat itu sedang menatap buku di meja "Ehmm..ehmm kemarin saya mencoba menghubung. Namun, tidak ada balasan", ujarnya Rina. "Iya, iya... saya juga sudah menghubungi orang tua, tapi papanya bilang , saya coba menghubungi mamanya, setelah saya menghubungi mamanya, mamanya menjawab dan memberitahukan bahwa mamanya lagi tidak di Indonesia. Ibu di suruh langsung menghubungi pembantu yang ada di rumahnya" ujar ibu Yohana. "Apa ibu sudah ke rumahnya" sambut Rina yang saat itu memotong pembicaraan. "Saya sudah ke rumahnya, tapi penjaga rumah bilang steven itu jarang banget pulang, kalau pulang pun pasti sudah larut malam, bahkan dengan kondisi mabuk" jawab ibu rina. "Apa sudah Tanya penjaga rumahnya, biasanya Steven nongkrong dimana" lontar kata-kata yang keluar dari Hidayatul. "Saya sudah Tanya tempat nongkrongnya dimana kepada penjaga rumahnya tapi tidak ada yang tahu" balas ibu Yohana. "Oh, ya kalau David gimana? Pernah lihat Steven!" "Ehmm..hmmm.. dengan kata-kata yang perputus keluar dari mulut David. "Loh, David kamu kenapa, kok kamu bicaranya terputus-putus kamu pernah lihat?" Tanya Hidayatul. "Dua hari yang lalu, kalau tidak salah saya pernah melihat di di pinggir rel, sama anak-anak jalanan" "Maksudmmu, anak jalanan pengemis gitu?" sambar Rina "Masa sih, Steven ngemis secara orangtuanya kaya" balas Hidayatul "Bukan ... bukan... teman-teman anak jalanan yang saya maksud, itu anak-anak punk yang suka minum dan punya banyak tato" balas David "Oh, oke, annyi david kasih tahu ibu alamatnya dimana ya?" "Baik ibu balas" David "Saya sudah kita mulai pembelajaran saja" ujar ibu Yohana. Kring...kring...kring... suara bel jam pelajaran terakhir pun berbunyi para siswa bergegas untuk meninggalkan ruangan kelas menuju ke rumah masingmasing. Ibu Yohana yang masih berada di ruangan itu mencoba memandangi ruangan kelas yang sudah sepi dan hening. Ia kepikiran tentang Steven yang sampai saat ini tidak mas masuk sekolah. Ia mencoba cara memikirkan bisa bertemu dan berbicara dengan Steven . ia pun langsung meninggalkan ruangan kelas untuk bergegas pergi mencari Steven sesuai dengan alamat yang diberikan. dari David. Beberapa jam kemudian tibalah ibu Yohana di alamat yang diberikan David. Ia melihat di sekeliling banyak tumpukan sampah berserakan di sekitar rumah-rumah kumuh. Di sebelah kiri dekat rel kereta api, ia mencoba melangkah dan memandangi sekitaran untuk melihat Steven, ia pun belum menemukan Steven disana. Namun, dia tetap menelusuri jalan-jalan pinggiran rel kereta api sambil melihat kereta api yang melintas. Sampai di ujung pembatas jalan arah ke barat, ia melihat sekumpulan anak punk yang sedang menikmati minuman keras, diantara sekumpulan anak punk itu, ia seolah-olah mengenal tubuh salah satu dari yang ada disana. Ia pun menghampiri sekumpulan anak punk yang ada disana, jelas ia melihat ada Steven yang sedang asik minum-minum keras, ia pun mencoba memanggil Steven dengan suara keras . "Steven kamu ngapai disini?" "Ayo pulang bersama ibu" kita pulang yak nak!" ujar ibu Yohana "Ibu ngapain disini, kok tahu saya disini dari siapa?" "Sudah..sudah...steven nanti saja kita cerita kita pulang dulu, sudah lama kamu tidak masuk sekolah nak, ibu dan teman-teman mencarimu , kangen kamu masuk sekolah lagi" "Ah sudahlah ibu, ngapainlagi sekolah, ujung-ujungnya pasti saya dihukum, dipanggil orang tua, orang tua sama pasti marahin saya. Mereka marah tidak menyadari saya seperti ini juga karena mereka tidak ada waktu sama saya" "Saya malas pulang, ibu! Toh juga keluarga saya tidak pernah peduli papa dan mama selalu aja ribut , kalau pulang ke rumah" balasnya. "Jangan bicara seperti itu nak!, masih ada kami, ada ibu Yohana disini untuk Steven kok, ayo pulang ya", ujar ibu Yohana. "Steven itu siapa sih, ganggu kita aja", balas salah satu dari anak punk yang berceloteh. "Udah ibu pulang aja, Steven betah disini, sama teman-teman Steven di sini, mereka yang mengerti Steven" balas Steven. "Tidak Steven ibu tidak mau pulang, jika tidak bersama kamu, masa depan kamu masih panjang" ujar ibu Yohana untuk merayu Steven pulang. "Udah Steven, pulang dulu deh, selesaikan sana jangan merusak suasana disini" "Tuh, teman-teman kamu mau kamu pulang, kamu nanti bisa main-main kesini lagi tetapi kita pulang dulu ya". Sejenak Steven memikirkan perkataan ibu Yohana yang memohon dan mengajak Steven pulang. Akhirnya Steven diajak pulang dan meninggalkan tempat itu. Selama perjalanan pulang ibu Yohana memberikan nasihat dan penguat kepada Steven, supaya steven tidak merasa sendiri, ibu Yohana pun berjanji akan selalu ada untuk Steven. "Steven ibu berjanji, kalau Steven merasa sendirian bisa bicara atau cerita kepada ibu Yohana" ujarnya. Sambil memegang pundak Steven. "Maaf ya Steven, ibu selama ini tidak tahu, jika Steven kurang diperhatikan" lontar ibu Yohana. "Ngak ibu, ibu gak salah kok, Steven aja yang kurang displin dan sudah berani melawan ibu waktu itu" balasnya. Mereka pun berpelukan Steven merasa kehangatan yang selama ini ia tidak temukan di keluarga. Sebelum tiba di rumah, ibu Yohana memberikan sesuatu kepada Steven. "Steven ibu ada sesuatu ini buat kamu, supaya Steven tidak merasa sendirian dan merasa tenang," ujarnya. "Apa ibu, ibu mau kasih apa" balas Steven. "Ibu hanya mau memberikan sajadah ini kepada kamu, ibu berharap kamu bisa lebih tenang dan berdamai dengan dirimu sendiri. Sajadah ini bisa kamu gunakan untuk membantu kecemasan dan kegelisahan yang kamu alami" "Iya ibu, saya sudah lama tidak menjalankan kewajiban Steven, Steven sudah lama tidak salat". Balasnya. "Pakailah ini, supaya memberikan ketenangan buat Steven" ujar ibu Yohana "Terimakasih ibu untuk hadiah yang diberikan kepada saya" jawab Steven. Pada akhirnya Steven dan ibu Yohana sudah memiliki hubungan yang baik, Steven awalnya anak yang hidup dan tumbuh dari keluarga yang kurang mempedulikannya. Namun, dia dapat membuktikan sebagai anak yang tumbuh dewasa secara rohani, berkat ibu Yohana dia mengalami perubahan yang banyak. Ia pun meninggalkan kehidupannya yang lama bersama anak punk. Kini dia membuka lembaran baru dengan belajar yang baik serta berprestasi di sekolahnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun