Melaksanakan kejuaraan kelompok umur memang bikin puyeng. Kalau tidak puyeng artinya panitianya tidak ngeh dengan lingkungan alias tidak mengerti kelompok umur itu sendiri. Yup, kelompok umur itu dalam tenis dimulai dari 10 tahun, 12 tahun, 14 tahun, 16 tahun dan 18 tahun baik putra maupun putri.
La ia lah. Nah, puyengnya dimana kan tinggal dilaksanakan saja kejuaraannya. Ha ha ha. Peserta kelompok umur itu masih sekolah. Artinya, kalau dilaksanakan bulan Maret mereka mungkin sedang ujian sekolah tengah semester, di bulan April atau Mei, nah siswa kelas 6 SD, 9 SMP dan 12 SMU tidak bisa ikut karena ujian nasional.
Lalu, ya nggak pake lalu. Laksanakan saja kalau nggak dilaksanakan ya kapan dilaksanakannya. He he he.
Orangtua dan pelatih tenis sudah tahu kok. Apalagi kalau orangtua dan si pelatih itu sudah sering mengajak anak-anaknya untuk melakukan perjalanan darat yang panjang. Mereka sudah menghitung, waktu dan kondisi serta kesiapan si anak itu sendiri. Ingat kesiapan si anak yang nomor satu.
Orangtua dan anak biasanya sudah minta pada si anak dari jauh hari akan ada kejuaraan ini, itu dan anu. Kalau mau ikut siapkanlah untuk belajar pelajaran sekolah dan juga belajar latihan teknik dan fisik. Nah loh, apa nggak puyeng juga tu si anak. Ha ha ha. Dituntut main bagus, dan prestasi tenis sekaligus.
Jadi jangan heran, kalau ada bapak atau pelatih yang mendatangi panitia untuk minta kepada panitia pertandingan agar kalau masih ada waktu pertandingan, pertandingan sang anak bisa dimainkan. Atau ada bapak dan pelatih yang sudah masuk ke partai semifinal, meminta pada panitia pertandingan untuk minta medali atau piala dan piagam penghargaan karena harus pulang. Mereka terpaksa melakukan itu untuk mengejar agar si anak tidak banyak izinnya dari sekolah.
Biasanya panitia yang baik sudah tahu kondisinya. Si anak main dikelompok umur berapa dan kejuaraan dimainkan bulan berapa. Kedua belah pihak yang akan bermain, kalau mainnya dimajukan juga akan dipanggil oleh panitia pertandingan. Apakah keduanya setuju atau tidak dengan majunya jadwal pertandingan. Biasanya kedua belah pihak yang akan bertanding bisa mengerti dan pertandingan dilaksanakan.
Pada kejuaraan akhir Mei lalu, misalnya Ewong yang sudah izin cukup panjang, karena bertanding di Jambi dan kemudian ikut di Palembang akhirnya memilih pulang ke Lahat karena harus ikut ujian sekolah hari Seninnya. Padahal Ewong sudah masuk di final kelompok umur 10 tahun.
Belajar di lapangan juga biasa dilakukan oleh petenis. Mereka membawa buku pelajaran dan juga catatan. Ketika sedang tak bertanding, biasanya ya baca buku.
Jangan dikira prestasi akademik petenis pas-pasan. Petenis juga sebenarnya, memiliki prestasi pendidikan yang baik. Petenis Lahat, N dan Z misalnya, di sekolah mereka selalu masuk 10 besar.
Andai, olahraga dan pendidikan bersinergi. Aku rasa orangtua dan pelatih nggak pusing harus mengejar "waktu" di jalanan lintas sumatera agar si anak tidak banyak “bolos”.