Kehancuran masa depan sudah didepan mata kalau kecanduan seks pada anak tidak segera diobati. Butuh waktu, butuh disiplin dan juga butuh bantuan semua pihak. Kasus anak perempuan yang kecanduan seks dengan menyebarkan videonya dan bisa "dibooking" membom akal sehat. Tautannya.
Membahasakan dua pilihan dalam pendidikan seks pada anak-anak tidak semudah orang bilang kawinkan saja. Kawin punya anak lalu siapa yang memberi makan anaknya, mengasuh, mendidik dan menafkahi secara ekonomi. Cerai lalu apa kewajiban mantan istri pada anak atau mantan suami pada mantan istri dan anak.
Berbicara mengenai pendidikan seks itu selalu menyedot, menguras tenaga, pikiran dan waktu. Dalam banyak perjalanan mulai dari tengah kota, pinggiran kota sampai ke perkebunan di tengah kebun sawit, kebun karet ketika berbicara pendidikan seks banyak yang terhenyak.
Bahkan seorang ibu menjadi merdeka dan plong, memeluk pembicara (perempuan) ketika mengetahui kalau dirinya tidak bisa memberi anak lelaki pada suaminya bukan salahnya sebagai istri. Butuh keterbukaan yang bertanggung jawab.
-----
Pendidikan seks pada anak umumnya muncul dengan kata "jangan". Kelaminmu jangan boleh dipegang oleh siapapun, pantatmu juga jangan. Jangan ada yang boleh menurunkan celana dalammu. Jangan mau kalau diminta untuk melepaskan celana, rokmu dengan iming-iming ataupun dengan dalih apapun.
Sudah pasti bingung si anak dengan begitu banyaknya kata jangan. Pusing tujung keliling dengan kata jangan atau tidak boleh.
Menetapkan umur mulai pendidikan seksual juga pusing, tetapi biasanya pada putih biru, kelas tujuh atau kelas delapan. Pandangannya dan keingintahuan perubahan pada tubuh, hormonalnya membuat mereka mencari tahu. Situs porno bukan pendidikan seks yang baik. Justru menjerumuskan.
Pendidikan seks pada anak sekali lagi bukan pada bagaimana menyampaikan materi bertemunya sperma dan sel telur, jangan hamil kalau masih remaja, jangan berbagi foto atau video yang menunjukkan bagian-bagian tubuh dada, kelamin atau bertelanjang tetapi pada membangun kesadaran kalau tubuhnya adalah milik mereka sendiri. Â
Jangan pernah tergoda untuk membuktikan cinta dengan berhubungan seksual apalagi sampai membagikan video, foto bagian tubuh, berbugil ria pada pacar atau teman lelaki. Perempuan harus bertanggung jawab pada tubuhnya sendiri.
Butuh dokter, psikolog, psikiater, ahli agama, guru bimbingan konseling yang bersatu padu menyampaikan materi dengan bahasa anak-anak. Â Jangan lupa tukang kecap juga perlu. Butuh orang-orang yang berempati, butuh orang yang dengan kasih tulus membantu mencarikan solusi kalau sudah kejadian.
------