Aku tidak mengenal keseluruhan kamu. Aku hanya mengenal beberapa dari kamu. Kamu, kamu dan kamu berada di garis depan menyelamatkan orang-orang dengan gejala Covid 19. Kamu dan kamu serta kamu berjuang berkejaran dengan waktu ketika ada pasienmu susah bernafas.
Kamu dan kamu serta kamu berjuang melakukan intubasi agar pasienmu bisa bernafas. Engkau berkejaran waktu agar otak tidak kehabisan oksigen. Jantung terus bekerja memompa dan paru-paru menyaring oksigen agar dapat memasok jantung mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh.
Jika gagal proses itu akan sangat menyakitkan bagi pasien dan juga bagi para pejuang penyelamat agar jantung pasien tetap bekerja. Agar pasien bisa bernafas.
Ah, terkadang kamu sampai lupa kalau pasienmu pembawa virus berbahaya ketika intubasi. Mengapa? Bagi kamu (dokter, perawat dan juga seluruh penunjang medis) nyawa pasien di atas segala-galanya. Kamu terkadang melupakan keselamatan dirimu sendiri. Bagi kamu pasien nomor satu.
Kamu akan bahagia kalau pasienmu sembuh. Pasien itu bisa nenek, kakek, ibu, bapak, saudara/i, suami, istri, anak, cucu kita. Kita akan bahagia kalau bagian dari kita yang sakit bisa sembuh. Kita pasti akan sedih kalau kehilangan mereka. Dokter, perawat dan juga seluruh penunjang medis lebih sedih lagi karena usaha mereka gagal.
Di saat semua orang, ada di luar sana. Kamu berada di ruang tertutup. Mengunci diri menyelamatkan orang-orang dengan gejala ataupun orang-orang yang sekarat. Kamu cuma bisa menyapa orang-orang terkasih melalui video call ataupun merangkai kata cinta atau mengirim emoticon cinta.
Di saat perjuangan kamu menyelamatkan orang-orang yang sekarat karena Covid 19 ada juga orang-orang yang tak bisa menerima teman-temanmu yang bekerja di rumah sakit yang merawat pasien Covid 19. Padahal bagiannya lain. Mereka takut tertular.
Bahkan ada juga yang menolak menerima jenazahmu dikuburkan. Itu terjadi di beberapa wilayah. Padahal kamu sudah berjuang, nyata-nyata merawat pasien yang kalian takuti tetapi jerih payahmu dan pertaruhanmu bagai kekasih tak dianggap.
Untungnya masih ada orang baik yang rela mengurus jenazahmu agar layak dikuburkan. Coba kalau kamu membalas, cuek dan apatis, maka jenazah bakal tak terurus seperti di Ekuador. Kamu tak menerima, tak mau merawat orang sekarat, gagal nafas maka silahkan dibayangkan bagaimana ceritanya.
Kamu yang sering bermain di ujung maut, pasti tidak akan berceloteh ria di Medsos ataupun di layar kaca. Ngomong bla, bla, bla atau, apalagi sampai ngancam-ngancam tak melayani. Kamu yakin masih banyak orang baik di luar ruang terkunci di luar sana.
Keyakinanmu itu membuat semua orang, elemen bergerak untuk balas membantumu, melindungimu, mendoakanmu. Ada gerakan untuk membantu kamu, APD dan segala pernak perniknya. Ada yang mau unjuk nama, ada yang anonim. Ada yang mengajak untuk sama-sama berjuang membantumu menghargaimu yang sudah berjuang di ruang tertutup tak bercelah.