Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pariwisata Pagar Alam di Ujung Tanduk

29 Desember 2019   17:38 Diperbarui: 30 Desember 2019   10:15 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Pagaralam dilihat dari Tugu Rimau I Foto: OtnasusidE

Sekitar 48 jam lagi, tahun 2019 akan tertinggal disongsong oleh tahun baru 2020. Bila tahun sebelumnya kota kami, Pagaralam sudah penuh dengan para pelancong dari berbagai daerah di Indonesia ataupun para perantau yang balik untuk libur tahun baru, tetapi kini kota seakan biasa saja.

Bertubi kota yang dijuluki kepingan surga di Bukit Barisan Sumatra dicoba. Mulai dari Si Rimau yang turun gunung hingga kecelakaan bus di Liku Lematang yang merengut lebih dari 30 jiwa.

Bohong kalau kedua hal itu tidak mempengaruhi bawah sadar masyarakat yang ingin datang, berlibur di Pagaralam. Teman-taman yang datang dari berbagai daerah di Sumatra Selatan awal Desember lalu pun mengelak di ajak ke atas karena Si Rimau turun gunung.

Belum lagi kecelakaan bus di Liku Lematang yang diberitakan secara nasional baik cetak maupun elektronik, media arus utama juga memberikan hook keras ke pariwisata Pagaralam. Ditambah straight dan satu-dua serta uppercut melalui media sosial. Jelas roboh pariwisata Pagaralam. Siapa yang kuat dihajar seperti itu?

Adakah yang menolong atau paling tidak berusaha memperbaiki keadaan? Sampai saat ini belum ada gerak yang signifikan. Kalau cuma bilang aman. Aku pun sudah menuliskannya kalau Si Rimau itu hanya bergerak di kawasan hutan lindung. Silahkan ditengok.

Haruskah para pelaku usaha hotel dan penginapan, ojek dan makanan, pedagang buah dan pelaku kulineran lempar handuk? Optimisme tetap harus dibangun. Kalau pesimisme yang dinarasikan habislah. Jangan lempar handuk. Semangat!

Lah, rantai geraknya itu panjang. Petani salak, petani jeruk, petani alpukat, pedagang ayam, pedagang ikan. Jangan lupa mamang ojek dan Angdes.

Jadi pengusaha itu, menghidupi. Lah, kalau nyerah bagaimana dengan pendukungnya. Mati kotanya. Alias ya, biasa saja.

Lalu bagaimana dengan para pengambil kebijakan alias pemimpin yang duduk dengan banyak fasilitas? Bagaimana dengan para wakil rakyat? Hayo dibuka! Berapa duit makannya? Berapa duit transportasi dan komunikasinya? Berapa duit dinas luarnya? Berapa duit resesnya?

Dinas instansi terkait bagaimana? Dinas instansi di tingkat yang agak lebih tinggi bagaimana?

Apakah ini yang namanya kota autopilot? Tidak ada pilot di kokpit. Tidak ada tujuan. Awas habis bahan bakar alias habis avtur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun