Lebih dari dua dekade lalu ada teman yang menjerit pagi-pagi. Sebedeng anget ditambah bedeng perempuan pun geger. Usut punya usut ternyata teman kami kena gonore. Setiap pagi teman tersiksa. Kencingnya itu katanya "sakit banget".
Info kalau teman kena gonore kami ketahui setelah memaksanya untuk pergi ke dokter. Dikuatkan dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Sah lah temanku kena gonore.
Kasus temanku itu menyadarkan kami para bujang kinyis kinyis untuk tetap menjaga keperjakaan. Ada banyak salah paham mengenai penyakit menular seksual (PMS) di kalangan kami mahasiswa. Utamanya kami yang tinggal di bedeng.
Ada kasihan. Ada jengkel. Ada sedih. Kamar mandi yang tadi bisa dipakai bareng pun lalu harus dibuat kesepakatan baru. Ada empat kamar mandi satu kamar mandi menjadi satu kamar mandi khusus si teman yang kena PMS. Jadi 9 orang hanya bisa memanfaatkan tiga kamar mandi.
Itu semua ketakutan dan kesepakatan kami warga bedeng agar tidak tertular PMS dari si teman. Si teman agak terkucil walau tidak ada sedikitpun niat dari kami untuk mengucilkannya, cuma semua orang menjadi agak sedikit paranoid dengannya. Apalagi untuk urusan cuci pakaian dan jemuran.
Setelah minum obat teratur dan juga kami antarkan lagi berobat serta dikuatkan dengan pemeriksaan laboratorium maka si teman pun dinyatakan sehat. Dia sudah mulai tersenyum dan keistimewaan kamar mandinya pun hingga tamat kuliah tidak ada yang mau mengganggunya.
Ada satu pertanyaan yang belum terjawab, selalu mengganjal adalah bagaimana bisa temanku terkena gonore? Dengan siapa?
Hingga akhirnya satu malam ketika si teman ini sedang mengetik untuk menyelesaikan skripsinya, dia mengetuk kamarku. Meminta kopi dari dusun karena persediaan kopinya habis.
Malam itu aku duduk menemaninya mengetik bab satu skripsi di depan kamar. Kebanyakan kami lebih senang mengetik ataupun menyelesaikan tugas-tugas kuliah di depan kamar masing-masing. Ada selasar yang kalau malam malah semakin asik bekerja menikmati malam hingga subuh.
Akhirnya malam itu terkuaklah misteri si teman kena gonore. Si teman ternyata diajak oleh temannya lain fakultas untuk menikmati tubuh PSK. Koplaknya lagi ternyata setiap malam minggu si teman ini melepas birahi.
Bikin melongo adalah ternyata dirinya dan si PSK berpacaran. Bebas gratislah si teman menikmati dan melepas birahi, bahkan pulangnya bukannya keluar uang malah diberi uang.
Paling penting si teman perempuan itu mengingatkan pada temanku kalau dirinya dengan laki-laki sifatnya hanya melayani alias mencari uang. Tidak melibatkan perasaan dan cinta apalagi kasih.
Si teman yang memang lagi liar-liarnya  ya  terima saja. Malah senang selama kurang lebih 6 bulan. Sebelum akhirnya kena petaka  gonore.
Tulisan ini sebenarnya refleksi kalau pengetahuan tentang PMS itu nol besar. Khusus untuk saya dulu. Saya tidak mau menilai orang lain.
Cara penularan PMS, apa yang mesti dilakukan kalau kena PMS sebenarnya adalah pengetahuan awal dari mesti adanya materi Kesehatan Reproduksi. Setelah itu baru langkah selanjutnya adalah mengenai cara penularan HIV/AIDS dan apa yang mesti dilakukan kalau terkena HIV/AIDS.
Sungguh kalau dulu telepon pintar sudah ada dan murah serta jaringan internet juga sudah stabil maka temanku dipastikan kena bully. Bedeng teman kami menginap juga bakal kena stigma negatif. Untungnya waktu itu belum ada.
Rumah bordil, lokalisasi sudah banyak yang ditutup. Masalah baru justru muncul, para penjual kenikmatan juga bertransformasi dengan memanfaatkan teknologi dan juga tempat.Â
Para pembeli kenikmatan juga malah senang dengan model transformasi seperti ini. Tidak ada yang tahu. Lah, kalau datang ke rumah bordil dan lokalisasi jelas apa yang sebagian besar penikmat cari.
Perilaku menikmati yang tidak sehat ini harus diketahui. Dengan diketahui diharapkan para penikmatnya sudah tahu dengan resiko.
Beberapa waktu lalu, istri seorang teman pernah marah-marah dengan suaminya. Pasalnya vagina istri sakit. Mengeluarkan bau tak sedap. Sang suami yang baru datang dan dituduh sudah menularkan PMS terdiam seribu bahasa. Bahkan disuruh sumpah segala.
Mereka berdua sama-sama strata dua loh. Suami merasa tidak pernah jajan kenikmatan tubuh. Apalagi selama dua bulan terakhir sang suami sedang ada proyek di luar kota jauh di pedalaman.
Dituduh seperti itu membuat sang suami curhat dan untungnya curhatnya bukan pada perempuan lain tapi pada sahabat koplaknya. Singkat cerita si teman koplak menganjurkan agar suami istri untuk tes laboratorium PMS lengkap plus HIV/AIDS.
Hasilnya sungguh mengejutkan ternyata eh ternyata istri positif kena PMS sedangkan suami nihil. Nah?
Jadi tolong, jangan keseringan menstempel jidat lelaki sebagai tidak setia dan lain sebagainya kalau ternyata eh ternyata perempuan juga bisa mencari kenikmatan dengan lelaki lain. Cerita selanjutnya akupun tak mau tahu?
Mari jaga diri sendiri yuk dari perilaku tidak sehat dalam berseksualitas. Bahkan dalam kehidupan seksualitas suami-istri lebih baik menjaga diri sendiri daripada mencap suami eh malah istri yang kena. Begitupuan sebaliknya. Pingpong sudah pasti.
Bagi para lelaki dan perempuan yang memiliki perilaku seksual gonta-ganti pasangan, baik atas nama ekonomi maupun birahi, lebih baik berhentilah dan menjaga diri agar tidak kena PMS apalagi HIV/AIDS.Â
Masa inkubasi beberapa penyakit PMS ternyata ada yang bertahun-tahun sama dengan HIV/AIDS. Nah Loh. Silahkan dicari informasinya.
Salam dari Punggung Bukit Barisan Sumatra
Salam Kompal
Based from true event.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H