Sang anak menyiapkannya bersama dengan kemplang mangkok. Kemplang mangkok itu titipan dari perempuan yang sangat mencintainya berpisah jarak dan waktu.
Usai ziarah kubur di hari pertama lebaran, sang anak memanaskan rendang dan ayam. Menyiapkan nasi dan kerupuk mangkok serta rendang dan ayam panggang. Empat beranak lalu makan tanpa ada basa-basi.
Perempuan renta itu bisa melihat gelagat dan juga pandai membaca situasi serta pikiran orang. Sepedih apapun penderitaannya tak pernah diungkapkannya. Perempuan renta itu berbisik padaku, "terima kasih. Semoga lidahku tidak rusak dengan kerupuk mangkok ini".
Akupun tertawa. Adik-adikku tersenyum. Perempuan renta itu tertawa dan tersenyum. Sebuah tawa dan senyum yang sudah lama sekali tak kulihat.
Aku terenyuh pada tangannya. Keriput jelas terlihat di punggung telapak tangannya.
Walau waktu mungkin tak lama lagi. Semangat juangnya untuk berbuat baik pada sesama dan harapannya untuk sang penerus tak pernah pudar. Rapalan doa dan rasa syukur tak terukur terus disenandungkan pada waktu-waktu tertentu.
Hari itu dia mengucapkan terimakasih untuk rendang dan ayam panggang dan kerupuk kancing. Perempuan tua renta itupun sudah dijemput oleh mobil travel untuk pulang ke kebun. Tempatnya dibesarkan dan juga tempatnya menabur kebaikan.
"Jaga cucuku dengan jiwa dan ragamu," katanya setengah berbisik dan kusesakkan sebungkus kerupuk kancing di belakang bagasi.
Sang waktu. Kuharap masih ada waktu lagi untuk membuatnya tersenyum kembali.
Salam dari Punggung Bukit Barisan Sumatra
Salam Kompal