Di zaman dulu menakuti orang sangat sederhana. Bisa dengan pocong. Bisa dengan cerita-cerita hantu. Apalagi di zaman dulu yang namanya listrik itu barang mewah. Hanya orang kaya yang bisa menikmatinya.Â
Lalu bagaimana dengan senter? Duh itu juga barang mewah. Jangan dikira itu bukan barang mewah.
Dulu masih ingat si Mbah Acok yang pensiunan tentara kemerdekaan jadi transmigran di Bukit Barisan Sumatra. Kerjaannya nyawah. Kerjaannya mancing dan masang bubu ikan di sungai. Kerjaannya waktu itu memelihara pohon karet.
Kalau malam di depan rumah dipasang sentir, terbuat dari botol kecil yang diberi kain dan bahan bakarnya minyak kelapa. Kalau musim hujan dibuatkan rumah-rumahan dari kaleng bekas minyak supaya nggak mati. Pernah satu malam aku mantengin sentir itu dan ternyata matinya sampai jam dua dini hari.
Pernah aku bertanya pada Mbah Acok kenapa depan rumah dipasangi sentir. Menurut Mbah, untuk menerangi orang-orang yang terpaksa berjalan di tengah malam. "Gelap. Orang keluar malam itu terpaksa. Kalau tidak ada lampu, kasihan. Mereka tak tahu jalan," kata Mbah Acok.
Aku sering mengunjungi Mbah Acok setiap liburan sekolah. Diseret kambing. Melorot dari pohon kelapa adalah kejadian lucu dan menyakitkan. Terpaksa tubuh ini dibawa ke rumah sakit kabupaten untuk diobati.
Sebagai cucu kesayangan he he he. Tak ada yang tak didapat. Kelapa muda tinggal ngomong. Ikan bakar tinggal ngomong. Ayam goreng tinggal ngomong. Termasuk makanan kesukaan pecel tinggal ngomong. Semua pasti tersedia dalam beberapa jam.
Kalau ingat kelakukan waktu masih kecil sungguh terlalu aku. Sungguh mengerjai orang-orang tua aku waktu itu. Membuat mereka pontang panting hanya karena aku adalah cucu kesayangan Mbah Acok.
Waktu itu, semua kebutuhan hidup terpenuhi. Semua tinggak ambil di kebun ataupun belakang rumah. Ayam setiap rumah pelihara ayam. Kambing apalagi. Pulang dari kebun bawa rumput untuk makanan kambing ataupun sapi. Hampir tidak ada lahan yang tidak bermanfaat.
Sekarang pun di sana juga demikian. Ini generasi kedua. Memang sudah ada yang agak malas-malasan. Nah, yang malas pasti tertinggal deh. Wak wak wak. Tertinggal secara ekonomi maksudnya.
Aku yang dikenal nakal dan tak kenal rasa takut pernah membuat Mbah Acok jengkel. "Kamu itu jangan semua diikuti, ditiru. Kalau kamu bisa boleh diikuti. Kalau dak bisa jangan. Kamu kan sekolahan," kata Mbah Acok.