Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tampang Boyolali, "Ngono yo Ngono Nanging Ojo Ngono"

4 November 2018   18:55 Diperbarui: 4 November 2018   19:07 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini screen shot twitter Pak Sutopo I Dokumentasi: OtnasusidE

Beruntunglah mereka yang punya tampang ganteng. Beruntunglah pula bagi yang punya tampang orang kaya ataupun tampang orang sugih. Loh, kenapa beruntung karena mereka jarang diejek, diledek, ataupun di perolok ataupun dijadikan bahan candaan.

Beruntunglah mereka yang dilahirkan dari keluarga kaya. Sebab mereka tak pernah mengalami kekurangan. Mereka hidup nyaman. Mau makan, tinggal makan. Mau jalan-jalan, tinggal jalan-jalan. Mau ke hotel tinggal masuk hotel dan menginap di hotel.

Persoalan tampang mencuat karena Calon Presiden RI Prabowo Subianto yang bernomor urut 2 dalam satu kampanyenya di Kabupaten Boyolali, mengungkapkan mengenai masih belum sejahteranya masyarakat Boyolali. Ia memberi perumpamaan wajah Boyolali yang belum pernah masuk hotel-hotel mahal.

"Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian ya tampang orang Boyolali ini. Betul?" kata Prabowo kepada para pendukungnya.

Kalimat "betul" itulah yang menjadi pembeda. Tambahan kalimat "betul" itu menunjukkan kalau hal itu pernah terjadi ataupun pernah dialami oleh orang lain yang kemudian menjadi bahan pidato Prabowo. Lah,  kalau dijawab oleh pendengar dan kemudian dijawab "betul" ya artinya pendengar setuju dengan pidato Prabowo.

Betul walau mungkin itu memang pernah terjadi atau tidak di Jakarta tetapi hal itu sudah terjadi di Boyolali. Dalam konteks ini konteks Boyolali bukan konteks Jakarta.

Kalau konteks Jakarta kalau sampai hal itu terjadi, sungguh, sungguh, sungguh itu terlalu. Mungkin sebenarnya nggak perlu sampai diusir kali, tampang susah seperti aku saja sudah tahu diri kok. Kalau mau nginap di hotel, nginap di hotel sesuai kantong. Nggak mungkin aku akan masuk hotel berbintang yang lantainya saja bisa untuk ngaca.

Aku juga yakin kok, tampang Boyolali ataupun tampang sepertiku yang pas-pasan nggak mungkin sampai diusir. Ketika seseorang itu masuk ke sebuah hotel apalagi hotel berbintang para petugas hotel sudah tahu prosedur. Nggak sampai diusir, paling sebatas resepsionis. Sampai situ sudah stop karena untuk masuk ke kamar  kan  harus bayar dulu. Kalau nggak bayar jelas nggak bisa masuk karena nggak ada kartu untuk naik ke lift dan masuk ke kamar.

Terus kalau aku punya duit banyak dan bertampang pas-pasan lalu aku masuk ke Hotel JW Marriot ataupun ke Four Seasons atau ke Ritz Carlton, ya  nggak apa-apa  toh. Dan kakiku nggak gemetar apalagi takut.

Aku nggak minder. Mau apa? Aku bayar karena memang aku ingin nginap di sana. Tapi yakinlah aku nggak akan nginap di sana karena jelas aku memilih untuk menginap yang sesuai dengan kondisi kantongku. Cuma kalau aku ada duit beneran terus terang aku akan nginap di sana.

Aku akan nginap di hotel yang berbintang kalau itu diundang ataupun ada yang  mbandari  alias bayari. Gratis siapa yang nggak mau. He he he.  Ngarep.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun