Awal April lalu, sebanyak 50 peserta calon Paskibraka Lahat mengikuti seleksi untuk menjadi Paskibraka Kabupaten Lahat dan juga Paskibraka Provinsi Sumatra Selatan. Mereka berasal dari seluruh wilayah Kabupaten Lahat.
Kali ini memang jumlah peserta yang ikut seleksi sudah banyak berkurang. Tahun 2016 ada sekitar 500 peserta yang ikut seleksi dari berbagai sekolah. Tahun 2017 ini peserta hanya 50 siswa dari SMU/SMK atau yang sederajat yang ada di Kabupaten Lahat.
“Keterbatasan dana dan efisiensi serta efektivitas. Tidak melanggar aturan Permenpora tentang Penyelenggaraan Paskibraka. Menjaga kualitas peserta menjadi dasar utama seleksi calon Paskibraka,” kata Kadispora Lahat, Sahabadi T.
Sebelumnya Tim Gabungan yang terdiri dari Dispora dan unsur TNI serta unsur terkait lainnya mendatangi seluruh SMU/SMK dan yang sederajat untuk melihat langsung para siswa itu ketika berkegiatan PBB di sekolahnya masing-masing.
“Tim itu memiliki integritas yang tinggi. Mereka juga sudah mengikuti pelatihan mengenai Paskibraka. Jadi kami datangi, jemput bola dan melihat langsung si calon ketika melakukan PBB. Tinggi badan, postur tubuh, serta perilaku mereka dalam aktivitas PBB dipantau oleh tim,” kata Sahabadi.
Satu hal yang membuat trenyuh adalah pernyataan seorang guru di sebuah kecamatan yang jauh dari kota. “Sudahlah dak usah diseleksi lagi kami ini. Yang menang ya yang sekolah-sekolah itulah yang dipilih. Kami yang di dusun itu susah untuk ikut seleksi apalagi jadi anggota Paskibraka,” kata seorang guru.
Pernyataan itu memukul tim seleksi. Walau bagaimanapun profesionalisme dan aturan tetap ditegakkan dengan mempertimbangkan unsur sosial dan keterwakilan. “Tetap semangat. Tunjukkanlah kemampuan. Bila standar masuk kami akan berkeadilan sosial,” kata seorang tim seleksi.
Sungguh di belantara Punggung Bukit Barisan Sumatra jelas ada sekolah-sekolah. Jelas ada anak bangsa yang memiliki kemampuan yang sama kalau diberi kesempatan, dilatih, dibina untuk menjadi anak bangsa yang berprestasi.
Dipanggillah 50 peserta dari siswa-siswa terbaik di Kabupaten Lahat. Mereka yang berasal dari ujung-ujung daerah seperti dari Merapi Timur, Kikim Barat, Jarai dan Tanjung Sakti mereka harus berangkat pukul 04.00 agar sampai di Lahat tepat waktu. Kalau ada keluarga mungkin bisa menginap di Lahat dulu. Kalau tidak maka berangkat dini hari merupakan pilihan. Sebuah perjuangan untuk menjadi Paskibraka.
“Kami anak beranak naik motor subuh dari Jarai. Namanya anak berjuang. Kami yang tuo juga berjuang mengantarkan,” kata si bapak yang bekerja sebagai petani ini.
Guru pembimbing SMK Merapi Timur, Voni yang mengantarkan siswanya ikut seleksi mengungkapkan kalau mereka usai subuh harus bersiap. Mencari angkutan desa, di pinggir Jalan Lintas Sumatra hampir dua jam tak kunjung ada. “Aku sudah hampir putus asa karena seleksi mulai jam 8. Untungnya ada satu yang lewat. Sampai di Lahat disambung naik ojek ke GOR Bukit Tunjuk. Inilah perjuangan,” kata Voni.