Setelah duduk di kursi pesawat dan pesawat take off, ternyata bau nasi bungkus rendang malah makin menyengat.
“Alhamdulillah”, kata si perempuan.
Pramugari ternyata memang benar-benar membagikan nasi rendang ke seluruh penumpang pesawat.
"Ai Yang, doa kau terkabul”, kata si lelaki.
Perut lapar ya disikat saja. Makan nasi rendang pakai sendok plastik ya tak joss lah. Langsung saja pakai tangan, walau belum dicuci. Bau pun menyebar di seantero kabin pesawat. Bagi yang tak suka ya tersiksa dengan bau tersebut. Bagi yang senang ya suka-suka dan gembira saja seperti kami. Tapi ternyata apa daya. Bau sambal balado di kabin yang ber- AC sungguh bisa membuat bersin-bersin. Beberapa penumpang terlihat sudah mulai bersin-bersin.
Tangan yang sudah berlepotan dengan rendang dan sambal pun hanya dilap dengan menggunakan tisu kering. Akibatnya ya baunya masih terus menyebar di kabin.
Cerita dipercepat, mereka lalu kawin. Dipercepat lagi, puluhan tahun kemudian, karena keduanya masih hobi makan rendang, akibatnya ya keduanya terkena penyakit yang salah satunya kolesterol. Salah seorang anak mereka ada yang menjadi dokter.
Mereka pun konsul ke sang anak. Sang anak pun memberikan nasehat cukup banyak, salah satunya untuk mengurangi makan rendang. Kedua orangtuanya pun terdiam dan saling senggol, memberi kode untuk ngomong pada anaknya yang dokter.
Akhirnya sang ibu yang mengalah dan ngomong.
“Ia mbak. Ini ayah dan ibu itu susah ninggalin makan rendang. Karena nasi rendang itu banyak kenangannya loh. Kami pernah makan nasi rendang di pesawat. Kalau makan nasi rendang kan yang naik cuma kolesterolnya saja. Tapi sesudahnya itu yang membuat tegangan tinggi. Ayah itu cuma bisa naik kalau makan rendang,” kata sang ibu.
Sang ayah pun manggung-manggut.