Mohon tunggu...
Ananto W
Ananto W Mohon Tunggu... Administrasi - saya orang tua biasa yang pingin tahu, pingin bahagia (hihiHI)

pernah bekerja di sektor keuangan, ingin tahu banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kenapa A Hok Lagi, Politik Itu "Reality Show"-kah?

10 April 2018   11:10 Diperbarui: 10 April 2018   11:21 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yusril melempar isu kalau A Hok bukan WNI. Lemparan pendapat itu untuk memberikan pandangan bahwa A Hok tidak bisa menjadi Presiden RI. Yusril tidak sadar bahwa isu A Hok menjadi presiden itu masih jauh panggang dari api. Siapa yang menjagokan A Hok menjadi presiden. Cari perkara. Cari kehebohan. lagi. 

Kita tidak sadar bahwa bayang-bayang A Hok masih ada. A Hok adalah media darling. Jadi mereka yang tidak menjadi sorotan, asal menyebut kata A Hok berharap akan muncul ke permukaan.  Sayangnya masih banyak urusan yang lebih penting daripada menggadang-gadang A Hok, menebak apa yang akan dilakukannya setelah dia lepas dari hukuman. Indonesia terlalu luas untuk hanya memikirkan satu orang. 

Sayang sekali dunia politik menjelang 2019 menjadi reality show. Liputan yang kelihatannya spontan, langsung sehingga heboh tetapi di belakangnya sebenarnya ada skenario yang disiapkan. Negara bisa gagal fokus bila orang-orang pandai pingin masuk teve melulu. 

Mengutip Profesor Nick Chouldry dari Londosn School of Economics mengulas fenomena reality show :...  State remain compelled to offer voice, but are increasingly unable to deliver it in any meaningful form." Atau bisa diolah menjadi "Politikus diwajibkan untuk memberikan pandangan namun semakin tidak mampu menyampaikannya dalam bentuk yang bermakna." 

Melalui media berita langsung tayang dan langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Tidak ada tarikan napas untuk menjaga jarak, merenung sejenak. Seseorang, si anu,  bisa mendadak menjadi figur publik. Model mencari keuntungan seperti ini jangan-jangan cocok dengan model ekonomi mencari keuntungan. Bila ini adalah strategi ekonomi yang mengejar keuntungan maka di belakang hal itu adalah model ekonomi pasar bebas. kapitalis.

Milton Friedman, pemenang Nobel yang sangat mendukung ekonomi pasar pernah mengatakan ;" Tugas suatu perusahaan adalah mencari keuntungan." Media yang didukung oleh modal, yang bersaing sengit merebut slot perhatian masyarakat jangan-jangan mengikuti logika berpikir kapitalis itu. apakah politikus kita tidak sadar hal itu?

Kondisi negara yang berisik, gaduh itu tidak hanya di Indonesia. Paling gaduh tentu saja Amerika Serikat dengan Trump yang bekas pengelola Reality TV the Apprentice. Prancis, Jerman dan Kanada dipuji karena pemimpinnya serius memikirkan negara. Merkel, Macron, Trudeau bukan tipe Theresa May atau Trump yang membuat kegaduhan sehingga menghabiskan waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun