Dalam kehidupan di zaman modern ini, secara khusus pada bulan September 2019, Gereja Katolik mengangkat sebuah tema di Bulan Kitab Suci Nasional "Mewartakan Kabar Baik Di Tengah Krisis Lingkungan Hidup" Gereja Katolik melihat bahwa pada akhir-akhir ini, sering terjadi pencemaran lingkungan yang menyebabkan terjadinya krisis lingkungan hidup di mana-mana. Misalnya, terjadi kebakaran hutan, banjir (pembuangan sampah tidak pada tempatnya).Â
Terjadinya, krisis lingkungan hidup muncul akibat dari perbuatan manusia sendiri. Artinya, kerusakan dan pencemaran lingkungan itu datang dari keegoisan dan keserakahan kita sebagai manusia. Maka kita perlu melihat lingkungan hidup sebagai sebuah refleksi yang mencakup sekitar alam semesta, yang menekankan pada hakekat manusia itu sendiri.Â
Keberadaan manusia yang dikelilingi oleh alam dan lingkungan, membawa manusia pada kedamaian, kekeluargaan dan keindahan itu sendiri. Tak dapat dipungkiri bahwa manusia menguasai alam dan lingkungan hidup.
Krisis lingkungan hidup secara global disebabkan oleh kesalahan paradigma antroposentrisme yang memandang manusia sebagai pusat segala sesuatu. Antroposentrisme adalah salah satu keyakinan bahwa manusia adalah pusat dan entitas yang paling signifikan di alam semesta atau penilaian realitas melalui sudut pandang manusia secara eksklusif. Alam semesta dipandang tidak memiliki nilai dalam dirinya selain nilai instrumental.
Alam semesta dipahami secara organis sebagai kesatuan asasi yang melahirkan hubungan harmonis yang melindungi alam semesta demi manusia. Antroposentrisme terlalu dangkal dan sempit dalam memandang keseluruhan ekosistem, termasuk manusia dan tempatnya di alam semesta.Â
Cara pandang ini melahirkan sikap dan perilaku rakus dan tamak yang menyebabkan manusia mengambil semua kebutuhannya dari alam tanpa memperhatikan kelestariannya. Bisa kita bandingkan pada kisah penciptaan, manusialah yang diberi kepercayaan secara khusus oleh Allah untuk menjaga dan memelihara taman Eden dengan baik dan benar. Namun, apa yang diharapkan oleh Allah tidak kita hiraukan.Â
Maka, Geraja Katolik mengajak kita, untuk mengurangi penggunaan sampah plastik (misalnya aqua gelas, aqua botol dll). Artinya, Gereja melihat bahwa penggunaan plastik itu sangat mempengaruhi terjadinya krisis lingkungan hidup. Kita sebagai manusia adalah pelestarian lingkungan itu, bukan sebagai penyebab dari krisis lingkungan yang sedang berlangsung.
Sebagai generasi Bangsa Indonesia, maka kita berusaha untuk membuang keegoisan dengan mengusahakan pemeliharaan lingkungan hidup dan untuk memelihara lingkungan itu kita dapat mulai dengan hal-hal yang sederhana, misalnya menyiram tanaman yang ada di tengah-tengah kehidupan kita, menghindari penggunaan botol plastik, tidak membuang sampah sembarangan dll. Karena dengan melakukan tindakan dari hal-hal yang kecil, kita akan membantu mengurangi krisis dan akan mendatangkan sukacita serta karena ada sebuah keharmonisan dengan alam sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H