Secara keseluruhan, strukturalisme memandang kemiskinan sebagai hasil dari ketidaksetaraan struktural dalam masyarakat, yang disebabkan oleh struktur ekonomi, sosial, dan politik yang tidak adil. Pendekatan ini menekankan perlunya transformasi struktural untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan masyarakat yang inklusif. Langkah pengentasan kemiskinan menurut pandangan strukturalisme ini tergambar pada kasus kemiskinan yang ada di negara Bangladesh
Republik Rakyat Bangladesh merupakan negara dengan sistem pemerintahan demokrasi parlementer seluas 144.000 kilometer persegi. Masyarakat Bangladesh mengandalkan pertanian untuk menopang kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung. Meski hanya menyumbang 20% devisa negara, 44% penduduknya masih bekerja di sektor pertanian.
Situasi politik dan kinerja pemerintah yang kurang ideal di Bangladesh juga menjadi faktor penyebabnya. Transparency International Bangladesh (TIB) telah melaporkan bahwa Bangladesh menempati urutan ke-14 dari 175 negara sebagai negara paling korup di dunia. Pada tahun 2000, UNDP mulai menangani kemiskinan di Bangladesh melalui implementasi Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).
Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap tantangan menghadapi kemiskinan Bangladesh adalah iklim negara yang tidak dapat diprediksi, yang disebabkan oleh lokasi geografisnya. Dengan luas wilayah lebih dari 57.000 km dan ketinggian kurang dari 5 meter di atas permukaan laut, Bangladesh sangat rentan terhadap banjir, ditambah dengan adanya tiga sungai besar Brahmaputra, Gangga, dan Meghna yang sering meluap, menyebabkan kerusakan parah dan korban jiwa. Banjir ini dapat terjadi karena berbagai sebab, seperti mencairnya es pegunungan Himalaya atau pasang tahunan. Dampak dari bencana-bencana ini seringkali parah, mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda.Â
Kemiskinan yang dialami oleh Bangladesh tergolong sebagai kemiskinan struktural. Zastrow menjelaskan bahwa kemiskinan struktural terjadi karena orang-orang/penduduk miskin di negara tersebut mengalami perlakuan yang salah dari pemerintah. Kondisi kemiskinan di Bangladesh menarik perhatian dari United Nations Development Program (UNDP), sebuah organisasi bentukan PBB yang  mendukung perubahan dan meningkatkan negara-negara yang membutuhkan dengan memberikan pengetahuan, pengalaman dan sumber daya sebagai sarana untuk membantu masyarakat membangun kehidupan yang lebih baik.Â
Bantuan yang diberikan UNDP yaitu berupa dana untuk membangun fasilitas-fasilitas dalam negeri, dan juga tenaga sukarelawan yang berperan aktif dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Dalam kurun waktu 27 tahun, yaitu dari tahun 1973 hingga tahun 2000, pemerintah Bangladesh dan UNDP mengeluarkan 3 program utama UNDP, yaitu membantu untuk menciptakan pemerintahan Bangladesh yang berdemokrasi, memperbaiki aspek HAM dan kesetaraan gender, serta memperbaiki lingkungan dan sumber energi di Bangladesh.
Kemudian pada tahun 2007, UNDP mulai mengeluarkan program-program yang berfokus pada pengentasan kemiskinan di negara Bangladesh. Terdapat 3 program yang dijalankan secara bertahap pada rentang tahun 2007 sampai 2017. UNDP bekerja sama dengan pemerintah Bangladesh dan Organisasi Kemanusiaan lokal seperti Bangladesh Agriculture Research Council (BARC) maupun Organisasi Internasional seperti UNDESA maupun AUSAID. Hal ini Diharapkan agar program kerja UNDP bisa berjalan dengan baik, dengan mendapat bantuan dana yang cukup dan pengawasan kerja yang lebih baik.
 Program-program tersebut yaitu:
Urban Partnerships for Poverty Reduction (UPPR). Program ini merupakan program pertama yang dijalankan oleh UNDP. Program ini dilaksanakan dari tahun 2007 hingga akhir 2016. Sasaran dari program ini adalah masyarakat Bangladesh yang mengalami kemiskinan dengan menyediakan tempat tinggal yang layak, meningkatkan pemahaman tentang kesetaraan gender serta meningkatkan mutu pendidikan di Bangladesh. Hasilnya sudah 23 kota yang menjadi pusat-pusat kegiatan UPPR dan program ini mampu mengurangi angka kemiskinan sekitar 1 juta jiwa penduduk. Program ini juga berhasil membantu perkembangan kehidupan sosial dengan membangun jalan sepanjang 843 km dan berhasil meningkatkan debit air bersih di daerah Khulna, yang sebelumnya berada pada 11.474 liter menjadi 246.891 liter. UPPR mampu menekan angka kemiskinan di Bangladesh dari 59% Â hingga turun menjadi 48% di tahun 2013.
National Social Protection Strategy (NSPS). Dimulai pada tahun 2011 hingga tahun 2017, program ini berfokus untuk mendorong organisasi internasional agar memberikan bantuan dana yang digunakan untuk mengurangi kemiskinan di Bangladesh. Program ini juga menyediakan tenaga ahli untuk menjalankan strategi/kebijakan pemerintah Bangladesh dalam menangani kemiskinan serta melakukan penelitian dan analisa untuk melihat peluang bisnis maupun sektor-sektor yang mungkin bisa menjadi potensi bisnis maupun sektor-sektor yang bisa membahayakan perkembangan perekonomian Bangladesh. Hasilnya, pada tahun 2013 cadangan devisa negara meningkat 2% dari total 150 juta US$ yang merupakan GDP nasional Bangladesh. sebelumnya tahun 2007 cadangan devisa negara hanya stabil pada angka 1% dari GDP nasional.
Support Sustainable and Inclusive Planning (SSIP). Program ini dimulai dimulai pada tahun 2013 sampai 2016. Fokus utama program ini adalah perbaikan sistem pemerintahan Bangladesh itu sendiri yang dinilai kurang baik. Tujuan utama dari program ini adalah untuk memperbaiki masalah-masalah teknis yang menjadi penghambat Pemerintah Bangladesh dalam menangani kemiskinan di negaranya. Program ini disinergikan dengan kedua program sebelumnya dan hasilnya pada 2013 angka kemiskinan di Bangladesh dapat ditekan menjadi 31% dari angka 40-50% pada tahun 2006, atau setara dengan 60 juta penduduk. GDP per kapita Bangladesh meningkat dari 1700 US$ di tahun 2006 menjadi 2135 US$ di tahun 2010. GNI per kapita Bangladesh berada pada 1600 US$ di tahun 2006 menjadi 2330 US$ di tahun 2010.Â