Mohon tunggu...
Osvaldo Dharma
Osvaldo Dharma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Osvaldo Dharma Araujo Da Costa, Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Yogyakarta, Jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mulai Pudarnya Gotong Rotong di Indonesia, Apa yang Terjadi?

9 Agustus 2022   09:00 Diperbarui: 9 Agustus 2022   09:03 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gotong royong sudah seperti ID card bagi Bangsa Indonesia, karena gotong royong sudah ada di Nusantara ini bahkan pada saat masa pra-aksara dan belum tentu ada di negara lain. Gotong royong sudah menjadi salah satu dari lima tiang yang menopang bangsa kita tercinta ini dalam wujud sila ketiga Pancasila, yaitu persatuan Indonesia. Namun budaya ini lama-kelamaan nampak memudar seiring berjalannya waktu. Lantas apa yang terjadi sebenarnya?

Gotong royong bukan hanya bersih-bersih saja. Menurut KBBI, gotong royong diartikan sebagai bekerja bersama-sama, tolong-menolong dan bantu-membantu. Gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama agar pekerjaan yang dilakukan dapat cepat selesai sehingga menghemat waktu dan tenaga. Contoh dari kegiatan gotong royong antara lain seperti membangun rumah beramai-ramai, membersihkan komplek dengan  seluruh RT, dan lain-lain.

Banyak sekali manfaat yang dapat kita peroleh dari gotong royong. Selain pekerjaan cepat selesai dan menghemat tenaga, gotong royong menjadi media bagi kita manusia untuk menjalin hubungan kebersamaan dengan orang lain, meningkatkan rasa kepedulian terhadap sesama, memunculkan rasa kekeluargaan yang lalu memicu rasa kasih sayang kepada sesama manusia.

Namun jika kita melihat keadaan pada masa sekarang yang serba mudah, meningkatnya arus globalisasi memicu penurunan atau pudarnya budaya gotong royong. Perkembangan informasi yang pesat menimbulkan sifat individualisme, karena orang-orang merasa tidak membutuhkan bantuan orang lain lagi. Sifat indivudualisme yang egois dapat menimbulkan adanya rasa saling benci terhadap sesama dan berujung pada bentrok dan konflik.  

Teknologi yang semakin canggih dengan segala kemudahannya mengubah pola pikir masyarakat kita dan memunculkan rasa malas pada diri masyarakat Indonesia, terutama anak muda kita. Rasa malas membuat kita enggan untuk bergaul dan berintraksi untuk mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Anak sekolah yang seharusnya belajar bersama-sama dengan temannya  justru malah asyik sendiri dengan media sosial miliknya.

Tentunya hal-hal tersebut harus menjadi perhatian kita semua. Budaya gotong royong seharusnya ditanamkan pada penerus bangsa kita ini sejak dini. Lembaga kemasyarakatan seharusnya menggecarkan kampanye untuk gotong royong agar menumbuhkan rasa kepedulian masyarakat kita. Kita sebagai pendamping penerus bangsa ini harus bisa memberi teladan bagi mereka, membantu menyaring budaya yang masuk, mengajak mereka untuk bersosialisasi dan bergotong royong agar nasib bangsa kita terjamin dan budaya gotong royong tidak hilang ditelan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun