Oleh: Ostianus Ola Lamanepa, Mahasiswa Filsafat-Teologi Widya Sasana Malang
Pendahuluan
      Yesaya bin Amos adalah nabi yang melayani dan bernubuat terhadap Kerajaan Yehuda/Israel Selatan pada zaman pemerintahan raja Uzia (Azarya; 783- 742 SM), Yotam (742-735 SM), Ahas (735-715 SM), dan Hizkia (715-687 SM)[1]. Pelayanan Yesaya sebagai Nabi diawali dengan pernyataan mengenai kematian raja Uzia (742 SM) yang merupakan akhir dari zaman kemakmuran dan kedamaian yang relatif di Yehuda dengan munculnya ancaman baru dari Kerajaan Asyur. Pelayanan kenabian Yesaya setelah tercatat dalam Yesaya 6 melalui pengalaman penglihatan di Bait Suci di kota Yerusalem, yang mana Yesaya "melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang" (ay. 1) dan ia "melihat Sang Raja" (ay. 5). Maka panggilan kenabian Yesaya memiliki misi untuk menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa Israel yang keras kepala sampai nanti kerajaan Yehuda hancur dan tunas kudus muncul kembali (Yes. 6:9-11). Misi pelayanan nabi Yesaya tersebut bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan sebab sekalipun ia dipanggil untuk menyampaikan firman Tuhan kepada bangsa Israel dengan terus menerus namun mereka tidak mau mendengarkan firman Tuhan. Nabi Yesaya melontarkan kritik yang pedas dan tajam kepada para pemimpin dan penguasa bangsa Israel.
       Dalam kehidupan bermasyarakat kritik[2] sosial sangat diperlukan dan menjadi penting. Kritik sosial merupakan penilaian atas keadaan suatu masyarakat pada saat atau waktu tertentu. Apabila kritik ini ditujukan kepada orang yang berkuasa atau kelompok-kelompok sosial yang berpengaruh maka hal ini biasanya menyangkut tindak-tanduk, sepak terjang dan tutur kata mereka yang biasanya mempunyai pengaruh dan dampak yang luas dalam masyarakat[3]. Kritik sosial yang sehat selalu menginginkan perbaikan dan biasanya dihubungkan dengan perlunya suatu situasi ideal dan prilaku yang ideal. Dalam pembahasan ini, saya akan menampilkan kritik sosial nabi Yesaya terhadap umat Israel serta pada bagian penutup, saya akan menarik relevansi kenabian Yesaya ini bagi pelayan firman atau pewarta sabda Allah. Penting untuk disadari bahwa zaman sekarang pun suara kenabian masih perlu digemakan dan digaungkan supaya kehidupan akan menjadi lebih baik, dan semua orang boleh merasakan cinta Tuhan dalam hidup mereka.
Â
Kritik Sosial Nabi Yesaya Bagi Penguasa Israel
Â
     Yesaya adalah seorang nabi bagi umat Israel. Panggilannya sebagai nabi ialah untuk menyadarkan para penguasa dan orang-orang yang berpengaruh lainnya pada zamannya akan situasi dosa dan akan krisis yang sedang dihadapi oleh umat Israel. Kritik sosialnya ialah untuk membangunkan kekuasaan akan situasi krisis ini yakni bahwa Allah tidak berdiam diri terhadap keonaran dan kelaliman yang mereka lakukan[4]. Dia mau membangunkan kekuasaan Allah yang hidup yakni akan kehendak-Nya yang kudus dan akan ancaman hukuman-Nya yang dahsyat. Sebagai nabi dia mau membangunkan kekuasaan akan tanggung jawab sosial mereka untuk menegakan keadilan. Itulah ciri utama kritik sosial kenabian Yesaya. Kritik sosial nabi Yesaya bukanlah untuk mencari kekuasaan atau merebut pengaruh. Kritiknya juga bukan untuk menaburkan benih perpecahan dan pertentangan. Kritiknya bertujuan untuk membangunkan kesadaran Israel akan panggilannya dan akan tanggung jawab sosialnya. Nabi Yesaya melancarkan kritik sosialnya melalui pewartaan langsung dengan perkataan dan bahkan menggunakan perumpamaan dan nyayian yang nadanya keras. Adapun teks-teks yang merupakan kritik sosial Yesaya antaralain 1:21-26, 3:13-15,16-24, 5:1-7,8-24, 10:1-4. Ada suatu pertanyaan mendasar yang patut direnungkan dari tentang kritik sosial nabi Yesaya ini adalah siapakah Allah yang diwartakan Yesaya dalam kritik sosialnya ini?
Â
Pertama, bahwa Allah menantikan keadilan dan kebenaran. Hal ini diungkapkan dengan sangat indah lewat perumpamaanya tentang kebun anggur (5:1-7). Ternyata perumpamaan ini merupakan suatu nyanyian Yesaya tentang Tuhan sahabatnya. Yesaya menyanyikan kasih Tuhan, tetapi sekaligus kekecewaanya yang luar biasa terhadap Israel, karena kasih-Nya yang begitu besar terhadap mereka tidak berbalas. Dia menantikan keadilan dan kebenaran sebagai jawaban atas kasih-Nya, tetapi yang ada hanyalah kelaliman dan keonaran atau raungan penderitaan rakyat kecil. Tuhan merintih karena penderitaan rakyat kecil. Mereka bagaikan domba yang tidak bergembala. Di manakah para gembala itu? Mereka telah menjadi pemberontak, persekongkolan pencuri-pencuri, kaum kapitalis yang mengambil ladang demi ladang, rumah demi rumah, dan hidup bermewah-mewah diatas penderitaan rakyat kecil, serta harta kekayaan rakyat tertumpuk dalam rumah-rumah mereka. Itulah kecaman pedas yang dilancarkan Yesaya kepada para penguasa zamannya yang hidup mereka bermewah-mewah diatas penderitaan orang lain. Mereka menjadi penguasa dan pemimpin agama yang sombong dan tidak melaksanakan perintah Tuhan. Seharusnya pemimpin agama menjadi tokoh panutan bagi umat[5]. Mereka bertindak seenaknya dan hidupnya jauh lebih buruk dari umat pada umumnya.