(Tulisan ini dimuat di koran SINDOMAKASSAR, Senin 25 Maret 2013, namun kini dimuat kembali untuk menuju pengerucutan tuntutan MKRI berupa pembentukan Pemerintahan Transisi)
Hunter Doherty “Patch” Adam dari Gesundheit Institute mempercayai adanya ‘Revolusi Cinta’ dan ‘Grandmother Revolution’. Ia memastikan “Jika pandangan manusia tak berubah ke arah cinta, dari hanya sekedar penilaian atassegala sesuatu berdasarkan uang dan kekuasaan, maka umat manusia akan punah. Bila memiliki kemampuan mengubah dunia, maka saya mampu mengatasi masalah kemanusiaan tersebut dengan mengalihkan tanggung-jawab atas dunia ini ke perempuan, karena semua masalah di atas muka bumi dibuat oleh lelaki. Perempuan terbaik bagiku adalah ibu, Darinyalah saya melihat keajaiban bersikap baik, yang menjadi dasar dari segala kebajikan hidup. Hal ini sama sekali tidak bernilai politis untukku, sampai akhirnya aku bertumbuh dewasa dan menyadari betapa dunianya bukanlah seperti dunia yang kita huni.” Di bagian lain ia memastikan, “We need Grandmother Revolution”. Ia mengimpikan adanya revolusi atas kehidupan insani yang dimulai dari adanya karakter ‘Grandmother’.
Tentu saja, karena bahasa Indonesia gagal sebagai bahasa idiom, maka susah menerjemahkan ‘Grandmother’ sebagai ‘nenek’. Karakter ‘Grandmother’ merupakan personifikasi dari seorang perempuan agung, yang berusaha mengubah perspektif setiap orang tentang bagaimana menyelamatkan dunia dan manusia dari kepunahan. Manusia sebenarnya sudah punah secara total, bila hanya memusatkan diri pada hasrat materi berupa uang dan kekuasaan. Realitas kekinian menunjukkan bahwa manusia memang merintis jalan besar menuju kehancuran totalnya. Dalam konteks Indonesia, bangsa ini juga memulai kebinasaanya dalam pemerintahan SBY, ketika etos kemanusiaan semuanya hancur karena uang dan kekuasaaan. Korupsi adalah pengamblasan semua nilai manusiawi ke lubang jahannam. Kejahiliaan atas kemanusiaan terjadi dalam Partai Demokrat, yang elit-elitnya sebagian besar melakukan tindakan kedurjanaan sebagai tersangka koruptor. Apa yang tersisa dari Partai Demokrat adalah bungkus sampah memalukan dari kemampusan jilbilah moralitas kebangsaan.
Fakta terkini di Indonesia dalam alur yang berbeda dengan pandangan Patch Adam yakni telah ada pula khuluk ala ‘Grandmother’ bernama Ratna Sarumpaet, sang nenek berusia 70 tahun. Sejak adanya Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) yang didirikannya di Cisarua Bogor bersama 300-an aktivis dari seluruh Indonesia (Sabtu, 19/01/13), maka itulah resam semirip dengan ‘Grandmother’ yang dibayangkan Patch Adam. Sang Nenek akan melakukan sikap revolusioner dan mengadakan revolusi sistem untuk kembali ke UUD 45 dan dasar negara Pancasila yang orisinil. Pemerintahan SBY telah melakukan super-penyelewengan UUD 45 dan Pancasila, karena memutilasi kedaulatan rakyat untuk dijual habis-habisan ke korporasi asing. Ratusan peraturan dan perundang-undangan dibuat untuk memuluskan imperialisme dan melicinkan kolonialisasi asing ke tanah air Indonesia.
Korporasi Belanda bernama VOC hanya menjajah sampai di kedalaman tanah sepenggalian akar tunggang, akar cengkeh, akar pala maupun akar umbi. VOC butuh waktu sekitar 350 tahun untuk menguasai Nusantara, tapi korporasi asing hanya memerlukan 8 tahun untuk menguasai tanah air tumpah darah rakyat Indonesia. Sekarang akar-akar iblis penjajahan asing sudah sampai kedalam rongga-rongga bumi terdalam Indonesia melalui penguasaan barang tambang dan gas. Tak ada lagi kedaulatan rakyat Indonesia atas sumber pangan, papan, tanah dan air. Urusan bawang merah dan putih, bahkan menjadi pertengkaran elit politik ala dongeng dan sinetron.
Aktivis angkatan 70 dan 90-an, sepakat dipimpin oleh ‘Grandmother Revolution’. Kini SBY tak perlu melawan MKRI yang anggotanya tak pernah menggunakan senjata dan benda tajamberbahaya apapun, ketika berkumpul untuk membentuk ‘Revolucisarua’ (Revolusi dari Cisarua). Lawan utama yang harus dihadapi SBY adalah semua kegagalan pemerintahannya menjual negeri ini pada pihak asing.
Negeri ini sudah menjadi pasar besar jualan negara asing. Tak ada lagi ‘Republik Indonesia’ dan ‘Indonesia Raya’, yang ada hanyalah ‘Indonesiamart’ atau ‘Indonesiamaret’, tempat semua kedaulatan diperjual-belikan, namun hasil penjualannya dikorupsi nyaris tak tersisa hingga satu digit. MKRI harus mempercepat penyelamatan kedaulatan rakyat dengan membuat pemerintahan transisi, agar tak ada lagi ‘Republik Indonesiamaret’ dan kembali kedaulatan ‘Indonesia Raya’. Batas waktu ultimatum untuk SBY hanya sampai 24 Maret, setelah itu secara konstitusional pemerintahannya tak terakui secara moral dan jiwa konstitusi UUD 45.
SBY telah ketakutan atas semua masalah yang dibuatnya selama 8 tahun masa pemerintahannya. Ia menjadi paranoid dan sebar pencitraaan berupa tuduhan membabi bengkak bahwa telah ada upaya untuk melakukan kudeta pada 25 Maret. Tuduhan itu ditepis salah seorang pendiri Gerakan Menegakkan Kedaulatan Negara (GMKN), Din Syamsuddin. “"Saya kira SBY mengada-ada. Dan karena sudah berulang kali, saya pikir rakyat Indonesia sudah tidak peduli. Bahkan dari sisi ilmu psikologi, tindakan SBY tersebut merupakan gejala orang yang ingin dikasihani. Sehingga cenderung menciptakan kondisi ketertindasan supaya orang lain kasihan dan akhirnya memunculkan dukungan," ujar Din kala peresmian Gedung Multiguna di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta (Selasa 19/3/13).
GMKN dan MKRI, sama-sama mengangkat isu kedaulatan dalam memperjuangkan sikap revolusioner menyelamatkan Indonesia. Badan Inteljen Negara (BIN) menampik adanya isu kudeta (Selasa 19/3/2013), sehingga SBY harus menjilat kerak ludahnya sendiri karena menyebarkan ketidak-benaran tentang kudeta . Tak ada kudeta sama sekali, tapi hanya merupakan upaya masif, terorganisir dan sistematis yang dipimpin seorang nenek.
Indonesia akan masuk dalam sejarah hiper-memalukan, bila SBY mengerahkan segala kekuatan angkatan bersenjata untuk melawan ‘Grandmother Revolution’. “Ini konfrontasi tidak seimbang, kejam, menyebalkan, tapi juga lucu. Seorang Jenderal yang juga Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Darat, Laut dan Udara yang memiliki 500 ribu tentara, 400 ribu polisi dengan ratusan mobil lapis baja dan pesawat tempur itu menyiagakan semua kekuatan hanya untuk melawan nenek 70 tahun yang tidak punya pasukan tempur dan tanpa senjata selain pisau dapur kecil pengiris bawang dan beberapa jarum jahit untuk menjahit baju cucu yang robek.” Tulis Adian Napitupulu, Sekjen Perhimpunan Nasional Aktivis (PENA) ’98.
Kekerasan melawan seorang nenek, akan membuat tokoh kemanusiaan sekelas Patch Adam, tentu akan ikut menangis bila seorang ‘Grandmother of Indonesia’ yang melakukan ‘Revolusi Cinta’ terhadap kedaulatan rakyat harus dijahati secara militer. Tak ada hari ketujuh dalam revolusi Maret. Senin hingga Sabtu, kalangan pencinta kedaulatan harus bergerak seritme. Senin, (25/3), satu-satunya, yang berkata “I Hate Monday” hanyalah SBY. Hari Minggu, SBY harus istrahat karena selesai sudah penciptaannya atas keburukan bangsa. Hari Minggu dapat terjadi kapan saja pada bulan apapun selain Maret, bilamana setiap orang siap melawan korporasi asing yang sudah menguasai lebih dari 80 persen wilayah Indonesia. Hari Minggu, itu bisa diselipkan di hari kerja bahkan juga di hari libur. Sebaiknya hari Minggu, berada antara Senin dan Sabtu, bukan setelahnya. Hari Minggu adalah momentum transisi baru pemerintahan Indonesia dengan adanya kedaulatan penuh Rakyat Indonesia dari Senin hingga Sabtu.
Ostaf Al Mustafa, Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) Sulawesi-Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H