Mohon tunggu...
Oleh Solihin
Oleh Solihin Mohon Tunggu... profesional -

Menulis beberapa buku untuk remaja, di antaranya Jangan Jadi Bebek (2002); Jangan Nodai Cinta (2003); LOVING You Merit Yuk! (2005); Yes! I am MUSLIM (2007); Jomblo's Diary (2010) dan beberapa buku lainnya | Instruktur Menulis Kreatif di Rumah Gemilang Indonesia [www.rumahgemilang.com] dan Pesantren MEDIA [www.pesantrenmedia.com] | Sekadar berusaha memberikan sedikit pengalaman hidup melalui tulisan. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi siapapun. Boleh juga kunjungi blog saya: http://osolihin.net. | website kepenulisan yang saya kelola: [www.menuliskreatif.com]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tegang Nih Yee...

19 April 2010   17:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:42 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

By: O. Solihin

Ogi duduk manis di barisan kursi yang tertata rapi sambil menunggu giliran dipanggil namanya oleh petugas loket pembayaran rekening listrik. Kebetulan Ogi sekolah siang hari. Jadi pagi-pagi udah bisa ngantri untuk bayar tagihan listrik. Ogi dapet nomor antrian 99. Sementara yang sedang dipanggil adalah nomor 50. Jadi masih cukup lama nungguin. Daripada bengong, Ogi baca buku kesayangannya. Sebuah komik. Tapi Ogi nggak mau tahu. Ia nggak pernah jaim. Pokoknya, kalo emang suka ya ia bakalan baca. Komik yang sedang Ogi baca adalah Kobo Chan. Hihihi.. udah segede gitu masih baca komik anak-anak.

“Geser tempat duduknya dong!” seorang bapak dengan asap mengepul dari dalam mulutnya. Jari tangannya menjepit sebatang rokok merek terkenal.

“Hhh.. nggak sopan. Bau naga lagi!” Ogi ngedumel dalam hati. Tapi ia tetap menggeser posisi duduknya untuk memberi ruang kosong kepada si bapak tersebut.

“Kamu kok nggak sekolah, malas sekolah ya? Jangan malas, negeri ini masih butuh banyak orang pinter” si bapak dengan kumis tebel melintang di atas bibirnya ini tiba-tiba nyeramahin Ogi.

“Maaf ya, Pak, tolong matikan dulu rokoknya. Ini kan tempat umum,” Ogi tiba-tiba bersuara dan mengagetkan si bapak tersebut. Tapi rupanya si bapak nggak terima. Matanya mendelik kayak mo keluar.

“Kamu tahu apa soal peraturan. Merokok hak saya. Mau apa kamu? Mau nantangin saya ya?” si bapak sewot sambil berdiri kacak pinggang. Ogi diam saja.

“Kamu merasa tersinggung ya saya ceramahin?” si bapak melotot. Kumisnya bergerak-gerak kayak ulet bulu saat dia ngomong. Matanya merah.

“Maaf Pak. Bukan saya marah atau saya nggak suka diceramahin sama bapak…” Ogi nggak ngelanjutin omongannya karena keburu dipotong sama si bapak berwajah garang bin sangar itu.

“Oohh.. jadi kamu bisa ngelawan juga ya. Kamu melawan orangtua ya?” cecar si bapak sambil menarik kerah baju Ogi. Orang-orang di sekitar yang awalnya cuek jadi panik dan segera melerai perselisihan itu.

“Sabar pak, sabar!” orang-orang nasihati si bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun