Mohon tunggu...
Daniel Oslanto
Daniel Oslanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rasanya lebih sulit berganti klub kesayangan ketimbang berganti pasangan (Anekdot Sepakbola Eropa) - 190314

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Quo Vadis, Timnas U-19?

13 Oktober 2014   01:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:18 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan yang lalu, saya menulis sebuah artikel dengan judul yang sama (Baca : Quo Vadis Timnas U-19), mengomentari kiprah para Garuda Muda, Timnas U-19. Setelah melakoni dua laga di pentas Piala Asia U-19, dimana Evan Dimas dkk  mengalami kekalahan, maka pupus sudah harapan publik Indonesia melihat Garuda Muda berpeluang melenggang ke babak berikutnya, sekaligus memelihara peluang tampil di Piala Dunia U-20, tahun depan. Setelah “di-PHP-in” dengan penampilan cemerlang selama friendly match hampir setahun, kini Timnas U-19 tak bertaji. Telepas mencari jawaban atas kegagalan ini, pertanyaan, “apa setelah ini?” menjadi berarti. Quo Vadis, U19? Mau pergi kemana, U-19?

Sjafri Tidak Belajar dari Inggris

Mari kita membuat perbandingan sejenak dengan Timnas Inggris. Timnas Inggris yang dihuni hampir semua pemain yang bermain di Liga Inggris harus menerima kenyataan pahit bahwa di ajang Internasional, Timnas Inggris selalu tidak diperhitungkan. Bukan semata permasalah skill, namun kenyataan bahwa Liga Inggris adalah Liga yang “kejam” karena tidak pernah memberikan rehat yang pantas selama kompetisi berlangsung. Ketika Liga lain sudah libur saat menjelang musim dingin atau Natal, Liga Inggris malah menggelar Boxing Day, dengan memaksa 3 pertandingan dalam rentang antara Sebelum natal dan sehari atau dua hari sesudah tahun baru. Akibatnya, pemain Inggris selalu mengalami kelelahan berlebihan dan rasa jenuh yang cukup tinggi, yang memengaruhi performa mereka di atas lapangan.

[caption id="" align="aligncenter" width="544" caption="Liga Inggris, Liga yang memiliki jadwal yang padat yang memengaruhi fisik dan psikologis pemain (Tribunnews)"][/caption]

Kondisi yang tidak jauh berbeda dengan Timnas U-19. Sebelum melakoni  Piala Asia U-19, Sjafri langsung menyusun jadwal pertandingan Timnas U-19, dimulai dari Tur Nusantara 1, Tur Timur Tengah, Tur Nusantara 2, Tur di Italia, Turnamen di Brunei, dan Tur di Spanyol. Dalam waktu kurang lebih setahun, Timnas melakoni pertandingan hampir setiap minggu, dengan intensitas dan tekanan pertandingan yang tidak berbeda seperti Liga Inggris. Imbas dari hal ini adalah “faktor kelelahan dan antusiasme bermain.” Bila menilik penampilan Timnas dalam dua laga di Piala Asia ini, tentu jauh berbeda dengan penampilan mereka ketika baru saja memenangi Piala AFF U-19 atau baru saja memastikan diri lolos ke Piala Asia U-19, dimana mereka membungkam lawan mereka di tur Timur Tengah. Selain faktor nyaris tidak ada pemain utama yang cedera, alasan kejenuhan dan kelelahan menjadi cukup masuk akal. Secara keseluruhan, Sjafri lebih mementingkan alasan teknis dan menjaga chemistry antar pemain, tetapi melupakan faktor psikis pemain. Sjafri tidak belajar dari Inggris.

Quo Vadis, Timnas U-19?

Tidak perlu membutuhkan penalaran yang impresif untuk memahami bagaimana kelanjutan kisah garuda muda ini. Piala Asia berakhir, Piala Dunia hanya menjadi mimpi. Saatnya kembali ke posibilitas yang paling konkret. Quo Vadis, Timnas U-19? Well, Evan Dimas dkk tidak perlu khawatir karena beberapa klub besar di Liga Super Indonesia (LSI) sudah mulai memantau mereka. Bahkan beberapa sudah terang-terangan akan mengikat bintang U-19 setelah proyek U-19 berakhir. Sesederhana itukah?

[caption id="" align="aligncenter" width="530" caption="Evan Dimas dkk, dilirik oleh klub Liga Super Indonesia (Viva.co.id)"]

Evan Dimas dkk, dilirik oleh klub Liga Super Indonesia (Viva.co.id)
Evan Dimas dkk, dilirik oleh klub Liga Super Indonesia (Viva.co.id)
[/caption] Mari kita flashback sejenak. Kurang lebih setahun lalu, Timnas U-19 berhasil mengalahkan Korea Selatan dengan skor 3-2. Mengalahkan sebuah tim yang sudah menjadi tradisi juara di turnamen Piala Asia usia dini tentu sebuah prestasi yang bukan sembarangan. Bahkan melihat kualitas yang ditunjukkan oleh Evan Dimas dkk dalam beberapa partai setelahnya, mereka sangat layak untuk bermain di Eropa. Kualitas yang diperlihatkan mereka sangat menghibur dan mengundang decak kagum yang menyaksikannya. Tak heran bilamana mimpi berlaga di Piala Dunia tahun depan bukan sekedar pepesan kosong. Mimpi itu menjadi sebuah tiket yang bisa membawa mereka untuk berlaga di kompetisi yang “layak”, kompetisi yang kuat dan dikelola dengan sangat baik bila dibandingkan dengan LSI, ketika program Timnas U-19 berakhir. Apa lacur, mimpi tinggallah mimpi. Harapan menuju Eropa mustahil untuk digapai. LSI menjadi pilihan terakhir.

Bila ada yang bertanya kepada saya, mengapa begitu skeptis dengan LSI, jawaban saya masih sama. Kompetisi Liga Indonesia belum dikelola secara profesional dan menarik. Itu mengakibatkan kualitas pemain lokal yang dihasilkan tidak bisa menjadi jawaban untuk mengisi prestasi Timnas yang kering-kerontang selama ini. Evan Dimas dan kawan-kawannya tidak mungkin bermain untuk satu klub. Mereka akan terpecar di berbagai klub, dan tentunya lingkungan klub dan kompetisi sekelas LSI akan memengaruhi perkembangan kualitas dan kematangan mereka dalam bermain sepakbola.

Dan pada akhirnya, kita akan melupakan pernah memiliki generasi muda yang cukup membanggakan, dan program U-19 akan diisi pemain baru. Cara yang sama, perlakuan yang sama, pembinaan yang sama, hanya orang-orang yang berbeda. Dan pada akhirnya, akan menghasilkan prestasi yang tidak jauh berbeda dengan pendahulunya.

Di dalam dunia maya, PHP identik dengan kependekan dari Pemberi Harapan Palsu. Untuk kesekian kalinya, penggemar sepakbola Indonesia di “PHP-in” Timnas Indonesia, tidak senior, tidak junior, sama saja.  Namun, sedikitpun tidak akan menyurutkan niat mendukung garuda di lapangan. Apa mau dikata, kadung cinta mati sama sepakbola Indonesia. Quo Vadis, Timnas U-19? Ini hanyalah sebuah pertanyaan sekaligus bukti sederhana, kalah menang, pasukan Garuda di atas lapangan hijau selalu mendapat perhatian kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun