Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini tidak bisa memilih untuk dilahirkan di mana, oleh siapa, berada di bagian kelas sosial yang mana, termasuk tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai laki-laki atau pun perempuan. Semua itu termasuk dalam kodrat Tuhan.
Selama ini masyarakat Indonesia pada umumnya masih bias terhadap pengertian gender yang sebenarnya. Mereka cenderung menganggap bahwasanya perbedaan gender hanya sebatas perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal jenis kelaminnya saja. Mereka menganggap sama pengertian antara seks dan gender.
Dr. Dra. Alifiulahtin Utaminigsih, MSi. dalam bukunya yang berjudul "Gender dan Wanita Karir" menjelaskan bahwa seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwasanya seks merujuk kepada perbedaan perempuan dan laki-laki dalam hal jenis kelamin, alat reproduksi, hormon, dan ciri-ciri fisik lainnya. Sedangkan gender berbeda dengan karakteristik laki-laki dan perempuan dalam arti biologis. Pemaknaan gender mengacu pada perbedaan laki-laki dan perempuan dalam segi peran, perilaku, kegiatan serta atribut yang dikonstruksikan secara sosial (Utaminingsih, 2017).
Selain itu, ideologi patriarkisme yang  melanda di hampir seluruh masyarakat dunia juga masih diyakini oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Ideologi patriarkisme adalah sebuah gagasan ideologis yang mempercayai laki-laki sebagai makhkuk superior, menguasai dan mendefinisikan struktur sosial, ekonomi, kebudayaan, dan politik dengan perspektif laki-laki (Hearty, 2015)
Masyarakat yang patriarkis menyebabkan peran perempuan di ranah eksternal menjadi terbatas. Banyak dari mereka yang merasa terpenjara, tidak bisa memaksimalkan potensi dan bakat mereka. Mereka seperti terdoktrin bahwa semua urusan, Â kecuali urusan domestik (rumah tangga), adalah tugas dari laki-laki.
Masalah lain yang dihadapi perempuan adalah ketika mereka berpendidikan tinggi. Ketika sudah lulus dan menikah, mereka dihadapkan dengan pilihan menjadi ibu rumah tangga atau pekerja. Saat perempuan tersebut memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, masyarakat menyayangkan waktu yang ia tempuh untuk studi dan mendapatkan gelar di perguruan tinggi. Selain waktu, ia juga telah dianggap menyia-nyiakan biaya yang telah dikeluarkan.
Lain halnya saat seorang  perempuan memilih menjadi seorang pekerja. Ketika ia sukses menjadi wanita karier, masyarakat mulai mengulik bagaimana kehidupan rumah tangganya, bagaimana ia mengurus anak dan suaminya. Jika perempuan tersebut gagal dalam ranah domestik, masyarakat akan menyalahkan pilihannya menjadi wanita karier.
Pada dasarnya keputusan seorang perempuan untuk menempuh pendidikan tinggi tidak hanya akan berguna bagi dirinya saja. Melainkan ia juga akan memberikan manfaat yang besar untuk anaknya kelak dan juga masyarakat di sekitarnya. Bergantung pada seberapa besarnya peran perempuan tersebut di tengah-tengah masyarakat.
Sejatinya masyarakat harus mulai menghargai dan menghormati setiap pilihan yang diambil oleh seorang perempuan. Kesetaraan gender bukan hanya akan menyeimbangkan peran yang sama antara laki-laki dan perempuan, tapi juga sebagai upaya untuk memerdekakan potensi perempuan dan untuk memajukan bangsa bersama-sama.
Kupang, 30-06-2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H