Mohon tunggu...
Oshie Aisyah
Oshie Aisyah Mohon Tunggu... -

menulis bagiku adalah panggilan jiwa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Valentinsiana] Angin dan Cahaya

15 Februari 2014   05:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:48 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Peserta No. 25


Oshie Aisyah & Angin Sepoi

Sore itu, di tepi pantai. Cahaya duduk di atas batu besar yang menghadap ke laut. Sambil menikmati indahnya pemandangan yang terhampar dihadapannya, ia pun bercakap-cakap dengan sahabatnya Angin.

“Angin…, apakah mungkin benci dan rindu dapat dirasakan pada saat yang bersamaan?

Lalu, mengapa ada benci yang justru lahir setelah cinta dan cinta yang lahir setelah benci?

Bukankah ini sangat membingungkan?

Ada juga yang bilang kalau sebenarnya benci itu adalah benar-benar cinta. Jika ini benar, yang ada sebenarnya hanyalah cinta. Bukan begitu? “

Cahaya pun memalingkan wajahnya ke arah angin, namun tenyata angin tengah sibuk menyeruput air kelapa muda.

“Angiiinn…, !! “

“Uhk ehegh..! ya.. ya ada apa?"

"Uhh..., selalu saja begitu...", Cahaya kemudian memamerkan wajah cemberutnya kepada Angin.

"Aku tidak akan mengulang, kamu dihukum. Kamu harus mengingatnya sendiri!", dan kali ini Cahaya melipat tangannya di depan dada lalu beralih pandang ke arah laut.

"Eh, jangan marah cahayaku. Kalau cahaya marah semua jadi gelap hehehe.. iya, aku dengar.. hm.. apa tadi ya? eh.."

"Aku tadi nanya, apakah mungkin benci dan rindu bisa dirasakan pada saat yang bersamaan?" kata Cahaya sedikit kesal.

"Sebenarnya tak pernah benar-benar ada yang namanya benci. Benci adalah cinta yang dilukai. Ketika apa yang kau kira benci dapat dirasakan bersamaan dengan rindu, berarti sebenarnya engkau mencintainya. Tak mungkin ada rindu jika belum ada cinta. Saat cintamu terhalang jarak, saat itulah yang rindu mendera dalam hatimu.."

"Hummm, aku masih bingung Angin. Bukankah cinta itu harusnya indah dan membahagiakan? darimana datangnya luka? sehingga menghasilkan benci?”

"Luka datang ketika cinta jatuh ke jurang yang rendah. Cinta sejati tidak akan pernah bisa dilukai.."

"Wah..., itu tedengar keren sekali angin, aku jadiin status ya..., hehehe."

Cahaya dengan seketika mengambil handphone dari dalam tas kecilnya.

"Yaaaah.., ilmuku yang berharga hanya berguna untuk membeli jempol-jempol dari orang-orang yang tidak mengerti. Pokoknya asal cewek yang update setatus fesbuk, pasti langsung mereka jempoli, huuhh..!"

"Iya.., iya.., aku simpen lagi ni..", ucap Cahaya sambil menyimpan kembali handphonenya."

"Humm.., jurang yang rendah itu maksudnya apa Angin? dan cinta sejati...., apakah memang ada? kayak yang di dongeng-dongeng itu? begitukah Angin?"

"Kamu nanyanya satu-satu dong.., saya bingung.."

"Baiklah…, pertanyaan pertama, yang kamu maksud dengan jurang rendah tadi itu apa?"

"Ketika cinta mulai meminta-minta, mengemis-ngemis. Dia jatuh ketingkat paling rendah. Cinta dipengaruhi oleh keinginan-keinginan. Jika keinginan itu tidak tercapai, maka ia akan kecewa. Mestinya cinta kan memberi dan memberi, tidak pernah menuntut apa-apa. Sehingga tidak akan pernah merasakan kecewa dan terluka."

"Humm..., dan cinta sejati itu berarti cinta yang yang hanya memberi dan memberi, tidak menuntut apa-apa, sehingga tidak kecewa dan terluka. Dan itu berarti cinta sejati tidak mengenal benci.Hehe.. begitu kan Angin?"

"Aduh.. gimana ya? Kalau ngomong soal cinta sejati agak rumit nih. Mestinya yang disebut sejati adalah yang paling tinggi, yang abadi. Begitu banyak anak tangga yang mesti didaki untuk sampai kesana. Semakin tinggi anak tangga yang didaki, semakin tinggi pula tingkat kemurnian cinta yang dialami.."

Cahaya merenungkan kata-kata Angin. Kening Cahaya pun berkerut, ia hanya terdiam dan mengangguk-anggukan kepala tanda ia memahami apa yang disampaikan oleh Angin.Sementara Angin memperhatikan anak-anak kecil yang berlarian di pasir pantai yang memancarkan cahaya keemasan ditimpa matahari senja.

“Eh, sudah dulu ya.. Saya mau bergabung dengan teman-teman saya itu..” kata Angin sambil bangkit, lalu berlari ke arah bocah-bocah itu.

Cahaya memandangi kepergian angin. Diam-diam dia bergumam,

“Angin.., tahukah kamu siapa yang kurindukan?”

Cahaya menatap laut. Angin pantai bertiup lembut mengusap lembut wajahnya.

Grup FB Fiksiana CommunityTwitter Fiksiana CommunityFiksiana Community di Kompasiana

Kunjungi karya peserta Event Fiksi Valentine lainnya di Fiksiana Community


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun