Mohon tunggu...
Yosep Mau
Yosep Mau Mohon Tunggu... Penulis - Debeo Amare

Hic et Nunc

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Negara dan Agama dalam Niccolo Machiavelli-Indonesia

27 November 2020   12:46 Diperbarui: 27 November 2020   12:53 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Portrait of Machiavelli by Santi di Tito (wikipedia.com)

Persoalan 

Manusia kerap didominasi oleh kekuasaan yang ada dalam diri ataupun keadaan situasi dan kondisi yang memaksa untuk menguasai. Tindakan menguasai tentu bertentangan dengan berbagai aspek kehidupan baik bermasyarakat ataupun bernegara. Oleh sebab itu tidak heran bila lahir  berbagai sistem aturan atau norma moralitas kehidupan yang ingin mengatur manusia sejauh itu layak untuk dilakukan.

Pengaruh filsafat abad pertengahan membatasi ruang gerak aktivitas manusia untuk berpikir bebas dalam menentukan tindakannya. Sebab teologi dan filsafat disatupadukan, filsafat tunduk kepada teologi dengan demikian hukum dan tata aturan dapat bersifat teosentris. Tata aturan seperti ini berdampak pada negara. Negara menjadi obyek kekuasaan yang dikendalikan oleh agama. Dengan demikian segala sistem pemerintahan diatur berdasarkan hukum agama dan agama masuk pada ruang politik untuk bebas menentukan dan menjalankan apa yang dibuat oleh seorang pemimpin.

Praktek-praktek kekuasaan pada abad pertengahan membuat Niccolo Machievelli mendobrak masuk ke dalam sistem tersebut dengan pemikiran-pemikirannya yang dapat dikatakan ekstrem menurut pemikiran orang-orang saleh karena bertentangan dengan norma-moralis kemanusiaan. Tetapi, jauh dari penolakan itu, pemikiran dan taktik politiknya sampai sekarang digunakan oleh negara-negara dalam situasi-situasi tertentu.

Tentang Niccolo Machiavelli dan Pemikirannya

Niccolo Machiavelli lahir 3 Mei 1469 di Floren, Italia.  ayahnya seorang pengacara dan bangsawan Toskana. Ia belajar literatur antik dan ilmu hukum di bawah bimbingan Prof. Marcello di Virgilio pada tahun 1494. Setelah  jatuhnyanya Savanarola, ia menjabat sebagai penasihat politis kota Floren pada tahun 1498. Ia melakukan kunjungan diplomatis ke Prancis dimana raja Luis XII sebagai pemimpin pada tahun 1500. Ia juga mulai mengadakan pemberontakan pada tahun 1505. Karir perpolitikannya mulai berakhir ketika spanyol menakhlukan Italia dan keluarga Medici menangkap dan menjebloskan dia ke dalam penjara. Setelah kebebasannya, ia menyingkir ke pinggir kota dan menulis apa yang dia amati selama pengalamannya, sehingga terbitlah buku Ill Principe pada tahun 1532. Terlepas dari bukunya yang termasyur itu, ia juga menulis buku komedi yang berjudul Mandragola. Ia meninggal pada 22 Juni 1527.

Tentang pemikiran Machiavelli, seorang sejarawan Swiss, Jacob Burckhardt memberikan pengakuan demikian;

"Dalam hal kemampuannya untuk merekonstruksi sebuah negara, Machiavelli tak ada tandingannya. Dia selalu menghimpun kekuatan-kekuatan yang ada sebagai kekuatan-kekuatan yang hidup dan aktif, serta memberikan alternatif-alternatif secara tepat dan hebat dan tidak mencoba menipu diri maupun orang lain. Dalam dirinya tak ada jejak keangkuhan ataupun sikap berlebih-lebihan. Bukankah dia tidak menulis untuk orang banyak, melainkan entah untuk instansi-instansi pemerintah, untuk para pangeran atau untuk teman-temannya? Bahayanya tidak terletak dalam kejeniusan palsu, juga tidak dalam kesintingan konsep-konsep, melainkan dalam suatu fantasi yang kuat yang dengan segala upaya ingin dikendalikannya. Namun objektivitas politiknya sewaktu-waktu mengerikan dalam keterusterangannya, namun objektivitas itu lahir dalam sebuah zaman yang sangat darurat dan berbahaya. Dalam zaman itu manusia tidak lagi mudah percaya kepada hukum dan tak dapat mengandaikan kemurahhatian"

Pernyataan Jacob telah membuka ruang untuk mengenal siapa sebenarnya Machiaveli dan setiap tindakan dari pola pikirnya yang tidak lain mendobrak pemikiran abad pertengahan. Dengan kata lain, Machiaveli menjebol pola-pola legitimasi kekuasaan tradisional. Sekalipun gagasannya mencerminkan gagasan Renaisans yang banyak mengacu pada kebudayaan klasik.

Dalam hubungan agama dan negara Machiaveli mengatakan bahwa negara jangan sampai dikuasai agama sebagaimana yang pernah terjadi di dalam kekaisaran Romawi kuno. Pernyataan ini, tidak ingin mengatakan bahwa agama tidak penting. Agama pada prinsipnya dapat berfungsi sebagai pemersatu melalui kebudayaan dan pranata-pranata yang ada di dalam agama. Dengan demikian Machiavelli melihat agama lebih kepada sifat sekular. Ketika agama dipandang dengan sifat demikian, maka manusia tidak lagi terikat pada aturan moral sebab manusia telah menemukan kebebasannya sebagai makhluk yang rasional. Dia dapat bertindak tidak lagi mementingkan emosi-emosi moralitas yang menyulitkan kekuasaannya. Tetapi dia juga dapat bertindak secara moralitis dengan menunjukkan kemurahan hati, sikap saleh, manusiawi, jujur tetapi semua ini difungsikan untuk maksud-maksudnya. Kalaupun keadaan menuntut, demi kekuasaannya juga, dia harus bisa mengambil sikap sebaliknya.

Seorang penguasa dalam pemikiran Machiavelli adalah dia yang otonom terhadap kedudukannya. Dia tidak perlu mengikuti suatu aturan yang mutlak sebab dia dapat bersifat realistis terhadap suatu keadaan. Maka dalam suatu pemerintahan penguasa yang cerdik akan menyingkirkan orang-orang yang potensial menjadi saingannya. Sebagai gantinya dia akan menempatkan orang-orang yang mematuhinya disekelilingnya.

Pemikiran Niccolo Machiavelli - Negara Indonesia.  

Berangkat dari pemikiran Niccolo Machiavelli tentang hubungan negara dan agama tentang negara tidak boleh dikuasai oleh agama, dapat menjadi tolak ukur untuk melihat sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Pernyataan ini ingin mengatakan bahwa dapatkah pemikiran Machiavelli menjadi titik alienasi bagi politik negara yang berasaskan agama?

Melihat sebagaimana negara ini terbentuk pada tahun 1945, dengan berbagai macam problematika politik di dalamnya dapat mengacu kepada suatu sistem pemerintahan yang tidak independen terhadap otoritas kepemimpinan. Misalkan pada pembukaan piagam Jakarta dahulunya yang  dibentuk oleh panitia sembilan berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi kontroversi, karena banyak tokoh yang tidak setuju dengan bunyi sila pertama ini.

Berdasarkan analisis penulis, penolakan para tokoh mungkin secara tidak langsung terbentuk oleh penilaian diskriminatif bahwa, negara ini diperjuangkan oleh satu kelompok atau golongan yang mendominasinya. Maka segala sesuatu yang berurusan dengan sistem ketatanegaraan dan kehidupan masyarakat harus berdasarkan aturan agama tertentu. Sedangkan proses menuju kemerdekaan adalah usaha bersama segenap bangsa Indonesia. Karena selama berabad-abad dalam masa penjajajahan baik oleh Belanda maupun Jepang, seluruh tanah air ini menjadi daerah jajahan. Dengan demikian, semua manusia Indonesia pada saat itu dijajah tanpa terkecuali. Maka senasib dan sepenanggungan menjadi ciri khas yang dialami bersama.

Jika diteliti lebih dalam tentang sistem aturan yang ada dalam negara Indonesia dan konsep negara berdasarkan Machiaveli, secara garis besar pemikiran ini telah terjadi dalam negara dan dapat dimasukan melalui cara kerja penguasa tertinggi yaitu presiden. Sekalipun Indonesia adalah negara hukum dengan tata aturan yang sangat jelas dalam UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara, pemikiran ini dapat dilaksanakan lewat Perpu yang dekeluarkan oleh presiden dengan tegas kepada setiap bawaannya untuk menindak lanjuti  setiap orang yang ingin mengghancurkan NKRI (NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA). Pada kesempatan lain presiden dapat bersikap ekstrem dengan memerintah setiap aparat berdasarkan kekuasaannya. Sebagaimana yang terjadi saat ini, Presiden memberi perintah kepada para aparat agar tidak hanya menghimbau tetapi juga bertindak tegas kepada mereka yang tidak taat pada aturan negara. 

Ketika perintah penguasa ditegakkan maka, nilai moral yang tercantum dalam agama disingkirkan. Sebab yang harus diselesaikan sekarang merupakan bagian dari ketertiban demi terciptanya perdamaian. Hal ini dapat disebut sebagai, hasrat, kemauan dan tujuan dari penguasa negara untuk menegakkan hukum. Agama hanyalah sebagai fungsi yang mengisi negara tetapi tidak dapat mengatur cara kerja pemerintahan suatu negara dan bangsa menurut pranata-pranata yang ada di dalamnya. Inilah pemikiran yang ingin ditetapkan oleh Machiavelli. Kalau sampai itu terjadi maka akan terjadi Chaos. 

Dewasa ini

Pemikiran Niccolo Machiavelli tentang hubungan negara dan agama pada prinsipnya tidak bisa dieliminasi. Keduanya saling membutuhkan walaupun Machhiavelli lebih melihat agama ke ranah sekuler. Hal yang ingin ditekankan di sini adalah soal kebebasan manusia untuk menentukan hidupnya. Dia dapat berbuat apa saja untuk hidup sesuai dengan keberadaannya. Tanpa memperhatikan norma-norma yang mengikat kebebasannya.

Indonesia sebagai negara hukum pastinya sulit menerima pemikiran Machiaveli, tetapi itu tidak berarti pemikirannya ditolak. Jauh sebelum Indonesia merdeka dan mengibarkan bendera menjadi negara republik, sikap dan tindakan dari kekuasaan pendahulu bangsa telah mempraktikan gagasan Machiaveli. Sikap dan tindakan untuk bebas dari penjajahan dengan cara melengserkan kekuasaan lain sudah dipraktekan. Dewasa inipun tidak secara terang-terangan praktek itupun dilakukan. Menggeserkan lawan politik secara diam dengan menggunakan subyek lain ataupun merangkul lawan politik untuk maksud dan tujuan menjadi satu cara dari kebiasaan para penguasa negara agar kedudukannya tidak goyang, direbut atau hancur dalam persaingan politik global.

Melihat situasi terkini, memungkinkan praktek rekonstruksi sistem kekuasaan dapat dijalankan. Sebab dengan adanya kekuasaan tertinggi pada presiden sebagai panglima negara, dia dapat memutuskan mana yang terbaik untuk negara dan kedudukannya. Sekalipun negara bersifat republik dan demokrasi, tetapi bila semua untuk kebersamaan maka praktek yang ekstrempun harus dijalankan.

Akhir Kata 

Perubahan dan kebebasan merupakan kebutuhan dasar yang seharunya dimiliki oleh masyarakat dalam suatu negara. Untuk mencapai kebebasan seorang pemimpin  membutuhkan kerja keras dengan praktek-praktek yang cemerlang apalagi berkaitan dengan bangsa atau negara dan kekdudukannya. Niccolo Machiavelli adalah salah satu tokoh renaisans yang sangat termasur dalam merekonstruksi suatu negara. Dia menolak sistem kekuasaan tradisional yang mematikan kebebasan manusia, dan memberikan pemikiran yang luar biasa kepada penguasa untuk bagaimana menciptakan suatu negara dengan kebebasan yang rasional. Bahkan memberikan pernyataan tegas bahwa tidak seharusnya negara dikuasai oleh agama. Pernyataan Machiaveli sangatlah relevan untuk Indonesia.

Sebagai negara hukum Indonesia tentu memperhatikan praktek-praktek pemikiran dari Machiaveli tetapi, jika diperlukan. Ini merupakan pemikiran-pemikiran yang digunakan oleh Machiavelli pada masa di mana dia mengonstruksi sebuah negara berdasarkan kekuasaan. Kebanyakan orang memandang bahwa pemikiran ini ekstrem, tetapi jauh dari pandangan itu, kebanyakan orang tida menyadari bahwa mereka telah menggunakannya.

Sumber Rujukan 

  • Budi Hardiman. F. Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
  • Frondisi, Risieri. Filsafat Nilai. Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
  • Rapar, J.H. Filsafat Politik. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2002.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun