Dunia saat ini digoncang dengan wabah Covid-19. Sejak 17 November 2019, ketika seorang warga dari Provinsi Hubei, Cina dilaporkan telah terinfeksi virus corona jumlah warga terinfeksi semakin meningkat dari hari ke hari. Peningkatan jumlah ini tidak hanya terjadi di Cina, tetapi juga di luar Cina, bahkan virus ini telah menyebar ke seluruh dunia. Kasus Covid-19 pertama di luar Cina, dilaporkan di Thailand pada 13 Januari 2020.Â
Di Indonesia kasus Covid-19 pertama diumumkan pada 2 Maret 2020. Berdasarkan data terakhir yang dilansir dari harian kompas Sabtu, 19/9/2020, ada total kasus pasian Covid-19 sebanyak, 236.519 orang sejak pasien pertama pada Maret lalu, 170.774 orang di antaranya sembuh dari penyakit itu. Total kematian akibat Covid-19 mencapai  9.336 orang.
Semakin masifnya kasus Covid-19 di Indonesia tentu membawa dampak yang tidak sepele. Berbagai bidang kehidupan masyarakat terkena imbas dari kasus ini. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa merasakan dampaknya. Beberapa dampak  yang paling terasa dan terlihat adalah di bidang sosial dan ekonomi. Ada begitu banyak persoalan yang muncul dalam dimensi sosial maupun ekonomi semasa pandemi.
Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk berbagi semangat dengan harapan yang besar agar kita sebagai anak-anak bangsa dari negeri tercinta ini semakin menyadari situasi pandemi dan memberikan upaya-upaya walaupun kecil namun berdampak besar bagi banyak orang. Â
Oleh karena itu saya mengajak kita semua untuk berselancar dalam satu teori "etika tanggungjawab " dari Emanuel Levinas, yang didasarkan pada pertanyaan bagaimana etika tanggung jawab memberi ruang pada eksistensi kehidupan kita untuk bergerak dalam dimensi sosial dan ekonomi di tengah pandemi.
Etika tanggungjawab Emanuel Levinas dalam Dimensi  Sosial dan ekonomi
Terkadang ada statmen yang mengatakan demikian" kaum muda merupakan tulang punggung dari setiap bangsa dan negara". Kalimat ini, sering menjadi semangat bagi kaum muda untuk merealisasikan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Namun jika demikian, bagaimana dengan kaum tua?Â
Jika yang muda dikatakan tulang punggung, lalu yang tua termasuk dalam tulang yang mana? Hhhh... saya menyadari bahwa tentu ada begitu banyak arti dan makna yang terkandung dalam pernyataan kaum muda sebagai tulang punggung, tetapi mungkin lebih kepada situasi atau konteks yang berbeda.
Terlepas dari itu, saya ingin mengatakan bahwa hal paling mendasar yang dibutuhkan dalam dunia masa kini adalah kebersamaan/communio. Kita diajak untuk bersama- sama melewati pandemi ini tanpa menyoroti oknum-oknum atau lembaga-lembaga terkait untuk bekerja sendiri. Maka dari itu sangat penting bila pemikiran dari Levinas digunakan untuk membaca konteks kehidupan kita, cara berpikir dan cara bertindak ataupun disposisi keadaan kita di masa pandemi.
 Filsafat emanuel Levinas pada dasarnya mengambil alih pandangan Heidegger tentang ontologi dan tentang hubungan yang dijalin manusia dengan Ada.[1] Levinas dalam dua karyanya Totalitas dan Tak Berhingga  dan Lain dari Pada Ada Atau di Seberang Esensi, merumuskan pemikirannya dengan radikal.Â
Dalam karya pertamanya ia lebih menekanka aspek ontologis yang ditampilkan dari wajah sendiri sedangkan dalam karyanya yang kedua ia lebih konsekuen dalam suasana metafisis.[2] Sehingga membawanya pada pemikiran subjektivitas. Dalam hal ini ia mempertanyakan;Â