Mohon tunggu...
Joseph Osdar
Joseph Osdar Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Lahir di Magelang. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1978. Meliput acara kepresidenan di istana dan di luar istana sejak masa Presiden Soeharto, berlanjut ke K.H Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY dan Jokowi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sang Juru Bicara: "Dagang Sapi" (II)

24 Juli 2020   09:07 Diperbarui: 25 Juli 2020   05:59 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: pexel.com

Tentang Fadjroel Rachman yang tidak bersuara setelah istana mengeluarkan rilis video Presiden mengkritik kinerja para menterinya, sang wartawati mengatakan, "Sebelum ada rilis itu saja dia sudah tidak berani bicara.". Tapi untung Fajroel tidak dijuluki "jurudiam" bukan juru bicara.

Setelah istana merilis video Presiden mengritik para menterinya dan mengucapkan kata reshuflle, Menteri Sekretaris Negara menyatakan perombakan kabinet itu tidak relevan karena para menteri segera merespon pernyataan presiden tersebut.

Sang wartawati tersebut segera merespon juga, "Wah hebat ya para menteri ini memperbaiki kekeliruannya seperti membalik telapak tangan saja, seperti telenovela atau sinetron saja ya."

Ihwal reshuflle kabinet yang banyak diperbincangkan dan diramalkan banyak orang, muncullah tulisan seorang wartawati dengan kesimpulan semacam ini. "Bagaimana pun soal perombakan kabinet ini ada di tangan presiden yang punya hak prerogatif," kata sang wartawati itu.

Wartawati lainnya menanggapi, betul orang boleh bicara dan meramalkan apa pun tentang perombakan kabinet, tapi itu adalah hak prerogatif presiden. "Elek yo ben yang penting prerogatif," celetuknya bercanda.

Ketika saya tanya soal penampilan juru bicara istana saat ini, mantan juru bicara di Presiden RI ke-4 KH Abdurrachman Wahid, Adhie Massardi, di Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2020 lalu, mengatakan, "Jubir di masa Gus Dur tidak dibebani tugas menutupi permainan kekuasaan di istana".

Menurut Adhie, jubir Presiden Gus Dur diberi keleluasaan berbicara apa saja yang diketahui, dan tidak memiliki beban menutupi permainan kekuasaan karena memang tidak ada "patgulipat" di istana. "Membuat jubir tampak (seolah) cerdas, waktu itu," kata Adhie.

"Keadaan sekarang terbalik. Orang-orang yang saat di luar kekuasaan cerdas, bahkan dengan gelar akademis tinggi (doktor), begitu masuk ke pusat kekuasaan, menjadi jubir atau staf khusus presdien, tampak gagap dan bodoh," tegas Adhie Massardi. (J.Osdar)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun