Detak jantung jam terus berdetak.
Matahari dan bulan terus saling mengejar.
Diriku yang dulunya masih sebatang tunas kini sudah menjadi pohon yang rindang.
Perlahan-lahan kumulai melihat keatas.
Kulihat setitik bintang bersinar di langit itu.
Sinar yang tidak tahu kapan ia akan redup dan kapan ia akan padam.
Aku ingin bintang itu terus bersinar.
Aku ingin bintang itu ada di genggaman jari jemari tangan ku.
Kupotong sedikit demi sedikit dahan pohon yang menjuntai hingga ke tanah.
Kurakit dan kujadikan tangga untuk meraih bintang yang bersinar.
Semakin kupanjat semakin tumbuh duri di tangga itu.
Duri mulai menusuk.
Darah mulai mengalir.
Angin mulai menampar seluruh badanku.
Tangga ku mulai goyang.
Aku ingin berbaring di atas rerumputan yang empuk.
Menikmati angin yang mengelus pipi ku sambil menatap indahnya bintang itu dari kejauhan.
Diriku seperti burung kehilangan sayapnya.
Kutampar diriku dengan gejolak api yang membakar tubuh ku.
Sayapku mulai menumbuh.
Dan terbang kelangit ketujuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H