Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Yang Lucu, Unik dan Menarik Ketika Terbang (Tulisan ke 13)

22 September 2010   02:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:04 1687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di mana-mana kayaknya sudah jamak bahwa petugas imigrasi maupun bea cukai itu orangnya kaku sehingga cenderung tidak disukai para penumpang pesawat terbang. Tapi terus terang saya maklum kenapa mereka bersikap seperti itu, tentu saja karena tuntutan profesionalitas pekerjaan mereka. [caption id="attachment_265069" align="aligncenter" width="300" caption="Bandara Changi Singapura (dokumentasi pribadi)"][/caption] Saya terkesan dengan sikap disiplin para petugas bandara Changi Singapura. Walaupun tidak terlalu ramah tapi mereka bekerja secara disiplin, efisien dan efektif. Tidak banyak omong, tapi bukan berarti tidak waspada kalau ada penumpang yang nakal. Karena sudah bosan berulangkali di Bandara Changi (nggak itu sih alasannya, alasan utama adalah karena sudah nggak punya uang lagi untuk belanja-belanja di Changi he..he..), saya seringkali sudah mangkal duluan di luar terminal keberangkatan. Bahkan walaupun terminal keberangkatannya masih tutup dan belum ada petugasnya yang datang. Biasanya 45 menit sebelum keberangkatan, para petugas itu mulai datang. Dari hasil pengamatan saya beginilah ritual saat mereka bekerja. Yang datang pertama kali adalah supervisornya, biasanya sudah senior dan sudah tua. Dia yang membuka pintu terminal dengan kunci yang di bawanya. Lalu dia mulai menyalakan komputer dan mesin X-Ray dan menulis sesuatu di lembaran kertas yang dia bawa, mungkin semacam lembar check list dan absensi. Setelah itu ;ini hebatnya; dia melepas jaket yang dikenakannya lalu meletakkannya dan semua yang dia bawa di dalam sebuah kotak untuk dilewatkan di mesin X-Ray. Setelah itu dia sendiri juga memasuki mesin X-Ray untuk dipindai. Setelah dia selesai memindai dirinya sendiri, dia kemudian segera meletakkan jaket dan bawaannya ke loker yang sudah disiapkan lalu dia segera duduk di depan monitor mesin X-Ray, siap menyambut para petugas yang lain. Dan benar, petugas yang lain segera datanglah. Hebatnya mereka melakukan ritual yang persis sama dengan supervisornya. Yaitu membuka jaket, memasukkannya dan semua bawaannya ke mesin X-Ray lalu mereka sendiri masuk melewati mesin X-Ray untuk dipindai. Kali ini supervisornya sendiri yang mengawasi monitor mesin X-Ray yang memindai mereka. Setelah semua petugas di terminal itu menyelesaikan ritualnya masing-masing, barulah mereka berbicara satu sama lain dengan santai dan menempati posnya masing-masing. Setelah semuanya siap, barulah mereka membuka pintu terminal dan penumpang boleh masuk. Paling tidak sudah 2 kali saya mengamati hal yang sama terjadi di sana. Jadi itulah yang membuat saya kagum, entah ada pengawas atau tidak, entah gajinya kecil atau besar, petugas-petugas itu tetap menjalankan tugas, ritual dan kewajiban seperti yang ditulis di SOP-nya. Kasarannya, mereka tidak takut dikata-katain tidak setia kawan atau tidak percaya pada kawan ketika harus memindai kawan-kawan sendiri tersebut. Waktu saya akan terbang ke Eropa, para petugas Bandara Changi itu juga sangat teliti untuk memastikan peraturan penerbangan Uni Eropa ditaati, terutama aturan mengenai jumlah cairan yang boleh dibawa ke kabin. Sebelum memasuki terminal keberangkatan, semua penumpang diminta membuka tas bawaannya. Saya sudah siap sih dengan pemeriksaan itu, sehingga saya sudah menyatukan sikat dan pasta gigi, parfum dan minyak angin atau minyak kayu putih dalam satu kantong plastik. Jadi ketika diperiksa, petugas bisa langsung tahu dan bisa memutuskan boleh tidaknya barang-barang itu dibawa. Ada teman yang terpaksa harus merelakan parfumnya disita petugas karena botolnya yang kelewat besar. Saat saya berkelana sebagai backpacker di Eropa di awal Desember beberapa tahun lalu, tentu menjadi repot sekali saat saya harus melewati pemeriksaan di bandara. Bayangkan, karena cuaca dingin saya sampai mengenakan baju rangkap 4, yaitu baju dalam musim dingin, kaos T shirt, jaket dan jubah mantel. Saat itu saya juga membawa ransel yang berisikan laptop dan barang-barang lain yang diperlukan selama perjalanan ala backpacker tersebut. Jadi setiap memasuki pemeriksaan petugas bandara di terminal keberangkatan saya tampak menjadi orang paling sibuk di antara penumpang yang lain. Jaket dan jubah mantel harus dilepas termasuk sabuk dan sepatu. Lalu laptop juga harus dikeluarkan dari ransel untuk dipindai terpisah oleh mesin X-Ray. Terkadang itu belum cukup, saat di Bandara Charles de Gaulle waktu mau terbang ke Barcelona, sang petugas juga meminta saya mengeluarkan seluruh isi tas saya. Dengan sopan, sang petugas yang wanita kulit hitam memintanya dan dengan senang hati saya mengabulkan permintaannya. Lalu saya buka tas saya. Seperti tas Doraemon saya keluarkan isinya satu persatu. Mulai laptop, sarung tangan, topi musim dingin, sweeter, biskuit marie dan kong guan, lalu beberapa gelas pop-mie instan. Belum selesai sampai di situ, saya keluarkan juga beberapa buku bacaan, kaus kaki, baju dalam dan hampir saja juga "daleman" yang saya taruh di posisi tas paling bawah. Untung sang madame yang geleng-geleng kepala saat melihat segala macam barang ada di dalam ransel saya tersebut menghentikan saya. Dia heran dan tertawa melihat tas saya penuh dengan segala macam barang itu. Dia bahkan bertanya sambil tangannya menunjuk ke beberapa gelas pop mie di meja pemeriksaan itu. Saya jawab bahwa itu adalah mi instan dari Indonesia, rasanya enak sekali lalu saya menawarkan segelas pop mie untuk dia coba. Tentu saja dia menolaknya lalu memerintahkan supaya saya segera memasukkan kembali barang dagangan, eh..barang-barang saya ke dalam ransel kembali. [caption id="attachment_265070" align="aligncenter" width="300" caption="Bandara Sepinggan Balikpapan (dokumentasi pribadi)"][/caption] Petugas bandara Indonesia juga tidak kalah sangarnya lho. Setelah menempuh penerbangan panjang dari Paris ke Singapura lalu berlanjut dari Singapura ke Balikpapan, akhirnya mendaratlah saya kembali di kota tercinta, Balikpapan. Beberapa menit saya dan penumpang yang lain menunggu bagasi keluar melalui ban berjalan. Setelah menemukan dan mengambil koper bawaan saya melangkah ke arah mesin X-Ray tapi dicegah oleh petugasnya. Dia mengarahkan saya ke petugas yang berada di meja pemeriksaan. Setelah sampai, petugas meminta saya membuka koper. Waduh, begitu pikir saya. Bukan apa-apa, semalaman saya sudah menata semua barang yang banyak itu untuk bisa dimasukkan dalam koper. Karena itu saya mengomel dalam hati betapa repotnya nanti kalau harus menatanya kembali setelah pemeriksaan selesai. Tapi apa mau dikata, saya pun mengikuti kemauan petugas tersebut, siapa tahu pemeriksaan fisik ini dilakukan secara random atau memang ada laporan intelijen kalau ada barang mencurigakan yang dibawa salah satu penumpang. Untuk keselamatan bangsa dan negara sendiri saya ikhlas saja menjalaninya. Iseng-iseng saya bertanya ke pak petugas yang memeriksa isi koper saya "Ini memang pemeriksaan rutin penumpang dari luar negeri ya Pak ?" "Nggak juga sih Mas," jawab pak petugas pendek. "Kenapa nggak pakai mesin X-ray itu sih Pak, biar nggak repot begini ?" tanya saya iseng sambil menunjuk mesin X-Ray yang terletak di samping saya. "O, mesin X-Ray nya rusak, Mas. Sudah sebulan yang lalu kita info ke kantor pusat tapi katanya baru bulan depan diservis," jawab petugas sambil tersenyum nyengir penuh arti. Ah, moga-moga penumpang bule-bule di belakang saya itu tidak mengerti yang kami bicarakan barusan he..he.... (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 22 September 2010)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun