Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyemai Otak Indonesia

1 September 2009   01:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:46 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Indonesia di tahun 1992 adalah Indonesia di puncak kekayaannya, itu yang digembar-gemborkan pemerintah Pak Harto saat itu. Pak Habibie saat itu juga sedang berada di atas angin dengan berbagai industri strategisnya seperti IPTN, PT PAL, PT LEN, PT Pindad dan sebagainya. Yang saya ingat adalah pada tahun-tahun itu banyak sekali penawaran beasiswa ikatan dinas dari pemerintah. Pak Habibie punya program STAID, memberikan beasiswa bagi lulusan SMA terbaik untuk mengambil gelar sarjana di berbagai perguruan tinggi teknik di luar negeri lalu kembali ke Indonesia untuk bekerja ikatan dinas di industri-industri strategis yang menjadi sponsor bagi sang penerima beasiswa.


Saya yang saat itu merasa percaya diri memiliki otak yang encer mengikuti ujian program STAID selepas lulus SMA. Kalau tidak salah, ujiannya terdiri atas Matematika, Fisika, Kimia dan Bahasa Inggris yang masing-masing berisi 50 soal yang harus diselesaikan dalam waktu 30 menit per bidang studi. Dan bisa ditebak hasilnya.....otak saya ternyata tidak cukup encer untuk lulus ujian program beasiswa yang sangat berat itu. Karena itu saya angkat topi kepada teman-teman yang berhasil melewati ujian seberat itu, dan saya cukup melanjutkan kuliah di Teknik Fisika ITS Suarabaya saja.


Dunia memang hanya selebar daun kelor, saat saya mengerjakan Tugas Akhir di salah satu industri strategis di Bandung saya berkesempatan bertemu dengan salah satu alumni program STAID yang sudah bergelar master dan sedang menjalani ikatan dinas di industri strategis tersebut. Saya sempat kaget saat mengetahui bahwa senior saya yang cerdas, pintar dan bergelar master teknik dari Tokyo University itu hanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan administrasi yang menurut saya jauh di bawah kemampuannya. Saat itu saya sempat berkata pada diri sendiri, syukurlah kalau dulu itu saya tidak lulus ujian STAID, kalau lulus mungkin saya akan bernasib sama he..he..


Kita punya sejarah panjang kalau bicara tentang program pemerintah untuk mengelola (menyemai) otak-otak Indonesia yang cemerlang. Jaman Bung Karno, ratusan pemuda cerdas dikirim ke luar negeri untuk kelak bisa kembali membangun negeri. Dan memang berhasil, pada jaman semiskin itu kita bisa meluncurkan roket Kartika dan menempatkan diri sebagai negara ke-3 di Asia di bidang antariksa. Kita bisa membangun Stadion Senayan dan Gedung DPR/MPR dengan arsitektur yang lebih maju dari jamannya. Sayang, program Bung Karno sempat berakhir kurang enak sebagai imbas politik 1965. Itulah nggak enaknya kalau urusan menyemai otak Indonesia yang cerdas terlalu dicampuri oleh politik yang tidak cerdas dari pemerintah.


Otak Indonesia memang sedang menunjukkan kelasnya. Kalau dulu di jaman Pak Harto pernah ada anekdot bahwa otak Indonesia itu mahal karena masih segar dan jarang dipakai, sekarang jangan sepelekan otak kita. Ratusan (mungkin ribuan) insinyur dan teknisi kita mulai tersebar di industri-industri minyak dan petrokimia di Timur Tengah. Otak-otak kita juga terlibat di setiap software Microsoft yang Anda pakai, juga dalam setiap film animasi dunia yang Anda tonton. Otak-otak Indonesia juga mewarnai laboratorium-laboratorium yang tersebar di Eropa, Amerika Serikat, Australia maupun negara-negara terkemuka di Asia. Dosen-dosen dan profesor-profesor kita tersebar di mana-mana. Dan jangan lupa alumni-alumni juara Olimpiade Fisika, Kimia, Matematika, Biologi, Astronomi sekarang tersebar di berbagai perguruan tinggi terkenal di dunia. Salut dari saya kepada mereka-mereka semua.

Jaman memang berubah, jadi tidak perlu mengulangi kelemahan program beasiswa jaman Bung Karno atau Pak Habibie. Globalisasi telah membuat mobilitas semakin mudah, termasuk mobilitas dana maupun otak. Karena itu, kalau memang di dalam negeri belum tersedia pekerjaan, fasilitas maupun laboratorium yang memadai untuk otak mereka berkreasi biarkan mereka berkarya di luar negeri hingga mencapai prestasi puncak mereka. Toh, kalau mereka kelak meraih Nobel, nama Indonesia juga akan turut terangkat.


Saya setuju dengan strategi Prof. Yohanes Surya yang menyarankan para pemenang berbagai macam olimpiade sains bisa mengambil penawaran beasiswa dari universitas terkemuka dunia. Apalagi kalau dari universitas-universitas yang laboratorium-laboratoriumnya pernah melahirkan pemenang Nobel. Siapa tahu dengan strategi seperti ini kelak Indonesia bisa meraih Nobel.


Lalu apa peran pemerintah untuk mengelola otak-otak Indonesia yang cemerlang ini ?


Pemerintah seharusnya punya target bahwa dalam 10 tahun ke depan ada Nobel atau penghargaan sains apapun yang bisa diraih oleh otak-otak Indonesia yang sekarang menjadi pemenang olimpiade sains. Dan untuk itu pemerintah tidak perlu keluar uang, cukuplah mereka mengambil beasiswa dan bekerja di laboratorium-labotarium terkenal dunia.

Menurut saya alangkah baiknya kalau pemerintah punya database tentang para pemuda-pemudi yang cerdas ini dan mengikuti perkembangan mereka, syukur-syukur kalau bisa menunjukkan perhatian dengan memotivasi mereka untuk menghasilkan karya terbaik di bidang mereka masing-masing. Kejadian yang menimpa David seharusnya tidak boleh terulang lagi. Kalau pemerintah tidak mampu menyemai otak-otak cerdas ini (yang sebenarnya adalah minoritas), apalagi untuk menyemai mayoritas otak anak-anak kita.

Saya yakin tidak lama lagi otak-otak Indonesia akan semakin mewarnai dunia, tidak hanya sekedar mewarnai dunia dengan otak, tapi juga dengan keunggulan budaya dan kreatifitas kita. Mari kita jadikan ini sebagai proyek bersama. Saya akan ambil bagian dalam proyek ini juga...dengan menyemai anak-anak saya untuk saya persembahkan kelak kepada ibu pertiwi.


Catatan: saya menggunakan kata "menyemai" karena dalam kata tersebut tersirat adanya usaha keras untuk mempersiapkan, menanam, mengelola, memupuk dan merawat bak seorang petani,


(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 1 September 2009)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun