Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Segera Terbit: Proklamasi - Sebuah Rekonstruksi

13 Mei 2013   09:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:40 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13683732911247464831

Pada mulanya adalah saat malam menjelang 17 Agustus 1997. Malam itu saya mendengar siaran radio RRI Pro2 FM tentang proklamasi yang akan diperingati keesokan harinya. Dalam siaran itu saya mendengar banyak komentar dari pendengar yang bernada miring tentang proklamasi kita. Ada yang berkomentar bahwa proklamasi kita adalah bikinan Jepang, karena itu wajar kalau sekarang produk-produk Jepang merajai pasar dalam negeri kita. Ada pula yang menuduh Bung Karno saat itu ketakutan, menurut mereka itu tampak dari nada suara Bung Karno yang hanya datar saja saat membaca proklamasi. Mereka tidak tahu bahwa suara proklamasi itu bukanlah rekaman pada tanggal 17 Agustus 1945 tapi rekaman beberapa tahun sesudahnya. Ternyata untuk generasi yang terpisah lebih dari 65 tahun dari peristiwa proklamasi, dibutuhkan sebuah pendekatan baru untuk mewariskan memori dan kenangan sejarah proklamasi kita.

Apa yang saya dengar malam itu memicu keingintahuan saya tentang sejarah di balik proklamasi kita. Tahun 2001, saya menemukan di internet sebuah tulisan dari Iwan Satyanegara Kamah yang berjudul “Fakta-fakta Seputar Proklamasi”. Fakta-fakta yang menarik dan terkadang kontroversial ini seakan membuka mata saya bahwa ternyata banyak cerita yang menarik di balik proklamasi yang bisa saya ceritakan kepada generasi anak dan cucu saya. Sejak saat itulah saya mulai berburu literatur tentang sejarah proklamasi dan sejak itu pula saya mulai banyak menulis tentang sejarah Indonesia. Secara tidak sadar saya juga merasa bahwa gaya penulisan mas Iwan Satyanegara Kamah ternyata telah turut mempengaruhi gaya penulisan saya.

Kisah pun berlanjut. Kompasiana mengadakan Blog Kemerdekaan sepanjang bulan Agustus 2010. Ini merangsang saya untuk semakin tekun mempelajari kisah seputar Proklamasi 1945 dan kemudian menuangkannya dalam bentuk serial tulisan kronologis menuju peristiwa paling bersejarah di Indonesia itu. Dan saya sangat-sangat tersanjung ketika banyak pembaca yang merasa terberkati dan terinspirasi setelah membaca serial tulisan tersebut. Bahkan banyak dari antara pembaca yang menyarankan supaya saya mengumpulkan tulisan-tulisan tersebut dalam bentuk buku supaya bisa dibaca oleh semakin banyak orang. Karena banyaknya komentar, usulan dan dorongan untuk menjadikannya sebuah buku, saya kemudian lebih serius belajar, membaca dan meneliti lagi. Saya mendapati ternyata ada beberapa kesalahan dalam tulisan saya di blog sosial itu. Karena itulah saya merevisi artikel-artikel dalam Kompasiana tersebut melalui penerbitan buku ini.

Dari berbagai bahan pustaka yang saya pelajari, saya mendapat kesan bahwa setiap pelaku sejarah seringkali menulis dari sudut pandangnya sendiri, sehingga entah disengaja atau tidak cenderung lebih menonjolkan peranan dan kontribusinya sendiri dalam sejarah proklamasi. Saya juga mendapati, terutama dalam buku sejarah proklamasi resmi yang diterbitkan oleh lembaga pemerintah Orde Baru, bahwa peranan dan kontribusi beberapa golongan (terutama golongan berideologi kiri, sosialis atau komunis) dihilangkan sama sekali dari sejarah proklamasi. Sebaliknya kontribusi golongan militer (dalam hal ini diwakili PETA) sangat ditonjolkan dalam beberapa naskah produk Orde Baru. Saya pikir ini kurang baik bagi generasi selanjutnya karena melalaikan keseimbangan dalam penulisan sejarah.

Saya ingin menulis buku tentang sejarah proklamasi dengan bahasa yang mudah dicerna, tidak terlalu ilmiah tapi memuat fakta dan data yang banyak tercecer di berbagai literatur. Untuk itu saya memilih model penulisan seperti film serial CSI (Crime Scene Investigation). Saya mempelajari semua data, fakta dan pengakuan dari setiap bahan pustaka yang ada. Saya pelajari dan analisa keterkaitan fakta satu sama lainnya dan menemukan ada data yang tampaknya tidak nyambung dengan data yang lainnya sehingga patut dipertanyakan. Tapi di sisi lain saya juga menemukan sebuah data atau fakta yang ternyata nyambung dengan data dan fakta yang lain. Terkadang ada pertanyaan yang muncul karena ada rantai data yang hilang, dan alangkah senangnya ketika saya menemukan rantai data yang hilang itu berdasarkan kesaksian tokoh yang lainnya. Ini menariknya, saya merasa seperti detektif saja kala menuliskan buku ini.

Seperti film CSI, saya kemudian berusaha merekonstruksi fakta-fakta yang terjadi berdasarkan kesaksian dari bahan-bahan pustaka itu. Kalau perlu saya coba rangkaikan jam per jam, hari per hari semua fakta yang ada di sekitar proklamasi sehingga sejarah di sekitar proklamasi menjadi lebih hidup, lebih berwarna dan mengandung banyak perspektif dari para pelakunya yang berasal dari berbagai latar belakang dan ideologi itu.

Calon buku itu pun jadi sudah, tepatnya di akhir tahun 2010. Saya memang berniat menyelesaikan buku itu sebelum keberangkatan saya ke Perancis dalam rangka menempuh program pendidikan sertifikasi yang berkaitan dengan pekerjaan saya. Dan di sinilah cerita klasik penerbitan buku pertama selalu berulang. Dua tahun lebih ternyata tidak cukup lama untuk mendapatkan penerbit yang bersedia menerbitkan buku bertema sejarah ini. Satu persatu dari penerbit yang saya hubungi menolaknya bahkan ada yang tidak memberikan tanggapan sama sekali.

Tahun 2013 barulah ada jalan untuk melahirkan buku ini. Tersebutlah Penerbit Matapadi Pressindo dari Yogya yang memberikan respon. Penerbit yang mengambil spesialisasi menerbitkan buku bertema sejarah dan militer ini kemudian menyatakan bersedia untuk menerbitkan buku ini. Semuanya berakhir melegakan, buku pertama ini akhirnya akan diterbitkan di pertengahan bulan Mei 2013 ini.

Di akhir tulisan ini ijinkan saya untuk mengumumkan bahwa buku pertama saya akan segera hadir di toko-toko buku langganan Anda. Judulnya adalah Proklamasi – Sebuah Rekonstruksi, sebuah buku non fiksi bertema sejarah tapi ditulis dalam gaya santai dan popular sehingga Anda tidak perlu mengernyitkan dahi kala membacanya. Dengan tebal sekitar 342 halaman, buku ini dibanderol oleh penerbit dengan harga Rp 70.000,- per eksemplarnya. Bagi yang tertarik untuk mendapatkannya secara online silakan mengirimkan email ke rekonstruksiproklamasi45@gmail.com, tentu saja harga tersebut belum termasuk ongkos kirim. Tersedia pula kaos T-shirt dengan desain mirip sampul buku yang ditawarkan terpisah.

Walaupun kecil, semoga kehadiran buku ini akan bermanfaat untuk menambah wawasan kebangsaan kita semua. Amin.

(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 13 Mei 2013)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun