Hari Jumat kemarin anak saya yang masih duduk di TK Kelas B pulang sambil membawa surat dari gurunya. Ternyata surat itu memberitahukan bahwa anak saya dipilih untuk menjadi salah satu dari 10-an duta atau utusan dari sekolah untuk menghadiri Upacara Peringatan Hari Aksara Internasional di Gedung Dome Balikpapan. Kami menelpon gurunya dan diberitahu bahwa pihak sekolah juga tidak tahu persis acaranya apa di sana, biasanya sih ada lomba-lomba. Kami menyadari kemungkinan pihak sekolah menerima surat edaran dari panitia peringatan untuk mengirim utusan ke acara tersebut. Karena itulah untuk mendidik anak kami menghormati gurunya, akhirnya kami memutuskan untuk besok mengantar anak kami menghadiri undangan tersebut. [caption id="attachment_285179" align="aligncenter" width="300" caption="Gerbang Peringatan Hari Aksara Internasional"][/caption] Hari Sabtu tanggal 9 Oktober 2010 kemarin akhirnya saya mengantar anak saya ke acara tersebut, beberapa menit sebelum jam 10.00 sampailah kami ke tempat acara. Sudah ada beberapa anak yang berbaris di sana, mereka juga utusan dari sekolah-sekolah TK di Balikpapan. Di tengah cuaca yang tidak begitu panas tapi dengan kondisi yang begitu lembab membuat keringat terus mengalir membasahi pakaian termasuk anak-anak kami tersebut. [caption id="attachment_285181" align="aligncenter" width="300" caption="Anak-anak kita yang kepanasan itu (dokumentasi pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_285185" align="aligncenter" width="300" caption="Mereka yang sabar menunggu (dokumentasi pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_285189" align="aligncenter" width="300" caption="Panas, Ayah !! (dokumentasi pribadi)"][/caption] Saya belum menyadari apa yang terjadi. Lalu saya mencoba melihat situasi sekitar barisan anak-anak TK itu. Ternyata 30 meter dari barisan anak-anak itu terdapat sebuah tenda di mana ada panggung pula di dalamnya. O, ternyata itu adalah upacara peresmian peringatan Hari Aksara Internasional ke 45, yang ternyata peringatan secara nasionalnya dipusatkan di Balikpapan. [caption id="attachment_285196" align="aligncenter" width="300" caption="Tempat upacara itu (dokumentasi pribadi)"][/caption] Acara itu acara dihadiri oleh seratusan orang, termasuk wakil Gubernur Kalimantan Timur dan Walikota Balikpapan. MC-nya lumayan mahal harganya karena diimpor dari Jakarta yaitu Dewi Hughes. Seperti biasa acara di Indonesia, pastilah dipenuhi dengan pidato yang berbual-bual dari mulut sang pejabat. Dan acara hari itu juga dipenuhi dengan pidato yang berbusa-busa dari Ketua Panitia, dari pejabat Ditjen Pembinaan Pendidikan Formal dan Informal Depdiknas lalu ditutup oleh Wakil Gubernur yang kemudian memukul gong sebagai tanda peresmian pameran dan peringatan. Satu hal yang saya ingat dari pejabat Depdiknas, katanya ada 8,7 juta buta aksara di Indonesia yang harus segera ditolong untuk keluar dari kebutaannya itu. [caption id="attachment_285200" align="aligncenter" width="300" caption="Sang MC dari Jakarta (dokumentasi pribadi)"][/caption] [caption id="attachment_285204" align="aligncenter" width="300" caption="Para pejabat kita (dokumentasi pribadi)"][/caption] Saat Wakil Gubernur mau memukul gong, barisan anak-anak TK dan SD (termasuk anak saya) lalu diatur sedemikian rupa untuk memberi jalan kepada sang pejabat itu lewat untuk memotong pita peresmian pembukaan pameran. Oooo.......saya baru tahu, ternyata anak-anak kita yang masih kecil itu hanya dimanfaatkan oleh panitia peringatan untuk memberi kesan bahwa acara hari Sabtu itu memang sangat-sangat meriah. [caption id="attachment_285210" align="aligncenter" width="300" caption="Anak-anak yang antusias (dokumentasi pribadi)"][/caption] Benar saja. Lihatlah bagaimana riuh rendahnya anak-anak saat berebut ingin masuk arena pameran. Mereka ditahan oleh para petugas keamanan karena memberi kesempatan pada para pejabat itu untuk mengunjungi stand-satnd lebih dulu. Jadi bisa dibayangkan bagaimana berjubelnya anak-anak itu menunggu sang pejabat keluar dari arena pameran supaya mereka bisa masuk juga. [caption id="attachment_285213" align="aligncenter" width="300" caption="Mereka yang berjubel (dokumentasi pribadi)"][/caption] Saya sudah tidak tertarik lagi dengan suasana seperti itu. Hanya untuk menjaga perasaan anak saya, saya ajak dia untuk berkeliling pameran sebentar sebelum pulang. Banyak brosur-brosur, buku dan majalah serta sticker yang dipamerkan. Dan namanya anak-anak; apalagi ini Peringatan Hari Aksara; mereka berebutan untuk mengambil beberapa buku dan brosur juga sticker. Saya sudah menebak, mereka dimarahi habis-habisan sama penjaga stand-nya yang kemudian melarang mereka mengambil barang-barang itu. Alasannya, nanti saja kalau para pejabat sudah pulang. Untung, sebelumnya saya sudah mengambil beberapa buku dan brosur yang menarik untuk dibaca anak saya. [caption id="attachment_285219" align="aligncenter" width="300" caption="Mobil perpustakaan (dokumentasi pribadi)"][/caption] Satu hal yang membuat saya senang adalah saya melihat minat baca anak-anak Balikpapan sudah mulai naik. Lihat saja bagaimana mobil perpustakaan ini diserbu habis oleh anak-anak. Anak-anak sekolah itu juga sangat antusias melihat stand-stand pameran yang walaupun menurut saya sangat-sangat sederhana untuk ukura acara sekelas nasional ini. Satu yang berkesan lagi adalah stand Direktoral jenderal pendidikan non-formal and informal. Bukunya bagus-bagus, semoga saja benar buku-buku itu disebarkan di seluruh pelosok Indonesia, tidak hanya di kota-kota besar saja. [caption id="attachment_285224" align="aligncenter" width="300" caption="Stand yang paling bagus (dokumentasi pribadi)"][/caption] Akhirnya kami pun pulang meninggalkan acara dengan kesan yang istimewa itu. Di dalam perjalanan pulang saya bertanya kepada anak saya apakah dia senang di acara tadi. Bisa ditebak dia menjawab, "Nggak enak, Ayah. Panas." Ini yang kedua kalinya anak saya mendapat pengalaman buruk dengan para pejabat. Waktu peringatan Hari Pendidikan 2 Mei 2010 yang lalu anak saya juga mendapat pengalaman yang buruk. Saat itu dia menjadi utusan TK-nya untuk mengikuti lomba mewarnai. Tapi sayang, selain diganggu hujan para peserta anak-anak itu harus mengalah dengan duduk menjemukan lebih dari 1 jam hanya untuk menunggu sang pejabat yang terlambat datang untuk membuka acara lomba. Jadi perkara ini yang diajarkan panitia peringatan itu kepada anak-anak kami hari itu: 1. Kalau ada acara-acara seperti ini, kerahkan saja anak-anak sekolah kita sehingga acara akan terlihat ramai dan meriah. Tidak peduli kalau itu berarti mengurangi jam belajar maupun jam istirahat mereka. 2. Anak-anak lebih mudah dieksploitasi karena mereka tidak protes manakala disuruh untuk berpanas-panas ria sementara para pejabat itu duduk di tempat dingin dengan manisnya. 3. Jangan pedulikan perasaan para guru yang sebenarnya pasti malu kepada para orang tua dengan kejadian itu. Dengan taat mereka hanya bisa menjalankan perintah dari instansi di atasnya. 4. Jadi pejabat itu memang enak, karena itu jangan mau jadi orang kecil. Moga-moga saya bisa menetralisir pengaruh buruk para pejabat itu kepada pikiran anak saya. Soalnya kalau anak-anak kita mewarisi hal semacam ini, alangkah tambah celakanya negara ini ke depannya. (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 11 Oktober 2010)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H