Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

L’histoire se Repete-11: Palembang, Sisi Gelap Raffles

28 Mei 2010   03:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:55 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenalkah Anda dengan Sultan Mahmud Badaruddin ? Itu lho yang gambarnya ada di uang kertas kita pecahan 10 ribuan. Nah, tahukah Anda bahwa di antara deretan prestasi yang dibuat oleh penjajah muda multi talenta Raffles, ternyata dia juga menyimpan sisi gelap ? Lalu apa hubungannya Sultan Mahmud Badaruddin dengan Raffles ? Ini yang saya mau coba dongengkan sekarang, tentu saja setelah mempelajari beberapa data dan fakta sejarah yang saya dapatkan dari beberapa literatur dan sumber-sumber kepustakaan yang saya punyai. Kerajaan Kesultanan Palembang sudah berdiri dengan megahnya sejak Belanda belum datang sebagai penguasa di Nusantara. Nah, 3 tahun sebelum Daendels datang ke Batavia, tepatnya di tahun 1804, Sultan Mahmud Badaruddin naik tahta untuk menggantikan ayahandanya, Sultan Muhammad Baha'uddin yang wafat setelah 27 tahun memerintah Kesultanan Palembang. Konon, Sultan Mahmud Badaruddin memerintah dengan adil, berwibawa dan bijaksana sehingga dia sangat dihormati dan dicintai oleh rakyatnya. Sekedar informasi, Sultan Mahmud Badaruddin ini mempunyai adik yang bernama Ahmad Najamuddin dan mereka hidup dengan rukun. Di tulisan sebelumnya saya menulis bahwa jauh sebelum Lord Minto merebut Batavia dari Belanda - Perancis, Raffles secara aktif mengirimkan intelijen dan surat rahasia kepada sultan-sultan di Nusantara untuk menentang kekuasaan Hindia Belanda atau paling tidak mempersiapkan diri bila sewaktu-waktu Inggris merebut kekuasaan dari Belanda. Jelas, Raffles sangat yakin bahwa pendudukan Inggris hanya tinggal menunggu waktu. Pada surat rahasia terakhir yang dikirimkan Raffles ke Sultan Mahmud Badaruddin, Raffles juga menyelundupkan 80 pucuk senapan dan 10 keranjang amunisi sebagai bentuk dukungan Raffles kalau Palembang berniat melawan Belanda. Dalam surat tersebut Raffles berjanji bahwa bila Inggris berkuasa, Palembang akan dijadikan kesultanan yang otonom, yang berdiri sendiri. Saat itu pun tiba. Tahun 1811, Inggris menguasai Batavia dan melalui Rekapitulasi Tuntang Tanah Jawa dan sekitarnya jatuh kepada Inggris. Mirip dengan proklamasi 17 Agustus 1945 yang memanfaatkan kosongnya kekuasaan karena menyerahnya Jepang kepada Sekutu, demikian pula Sultan Mahmud Badaruddin memanfatkan situasi tak menentu paska menyerahnya Belanda tersebut. Dengan pintar, Sultan Mahmud Badaruddin memanfaatkan janji dari Raffles itu untuk melepaskan diri dari kekuasaan Belanda. Mendengar informasi atas kekalahan Belanda dari Inggris, Sultan Mahmud Badaruddin langsung mengirim surat kepada Residen Belanda di Palembang. Isinya kurang lebih sebagai berikut, "Karena Batavia telah diambil alih oleh Inggris maka saya meminta benteng Palembang dikosongkan. Kalau Belanda kembali berkuasa di Batavia, benteng akan dikembalikan ke Belanda." Apa jawaban Van Woortman, Residen Belanda ? "Meskipun Jawa sudah dikuasai Inggris, dengan ini saya tidak akan menyerahkan benteng Palembang tanpa instruksi dari pimpinan saya di Batavia." Penolakan sang Residen berakibat pada penyerbuan dan penguasaan Benteng Palembang oleh pasukan kesultanan Palembang. Seluruh penghuni benteng yang terdiri dari 24 orang Belanda dan 63 pasukan Jawa kemudian diikat menjadi tawanan. Mereka diangkut ke kapal yang dikira akan diberangkatkan ke Batavia. Ternyata 24 orang Belanda tersebut disembelih di Sungsang, muara Sungai Musi. Sementara 63 pasukan Jawa dimasukkan ke dalam palka kapal lalu palka tersebut ditutup dengan papan yang dipaku. Berikutnya kapal dilubangi sehingga semua pasukan Jawa tersebut mati tenggelam di Sungai Musi. Sebuah catatan menuliskan bahwa ternyata tidak semua tawanan Belanda disembelih. Pasukan Palembang membebaskan seorang anak tawanan yang bernama Willem Buys, anak Belanda yang beribu orang Palembang. Sang anak dibebaskan bersama wanita dan anak-anak Jawa yang lain. Sejarah di Palembang ini terulang kembali pada tanggapan pasukan Jepang paska proklamasi 17 Agustus 1945. Walaupun sudah dihimbau berulangkali oleh pihak Indonesia untuk menyerahkan senjatanya, tapi mereka menolaknya dengan alasan tidak ada perintah dari komandannya. Akibatnya di mana-mana mereka nyaris dihancurkan oleh laskar-laskar dan tentara TKR yang ingin merebut senjata mereka untuk melawan pasukan sekutu yang mendarat di Indonesia. Untung dalam beberapa kasus mereka bisa diselamatkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Dari sisi politis, tindakan sang sultan sebenarnya untuk menunjukkan bahwa kesultanan Palembang sudah berhasil dibebaskannya dari tangan Belanda walau tanpa bantuan pihak Raffles atau Inggris. Mirip dengan Bung Karno dan Bung Hatta yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia 2 hari setelah Jepang menyerah dan beberapa minggu sebelum tentara sekutu mendarat, dimaksudkan bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan sendiri, tanpa bantuan Jepang ataupun pihak asing. Mirip kan ? Di sisi lain, Raffles merasa bahwa karena Palembang adalah bekas daerah kekuasaan Belanda maka secara otomatis ia adalah wilayah kekuasaan Inggris juga sekarang. Karena itu Raffles mengirim 3 orang utusan dipimpin oleh Richard Philips ke Palembang untuk mengambil alih kantor sekaligus benteng Belanda di Palembang dan meminta hak kuasa sultan atas tambang timah di Pulau Bangka. Sultan Mahmud Baharuddin menolak permintaan itu dengan merujuk pada surat Raffles sebelumnya bahwa kalau Belanda berhasil diusir, Palembang akan menjadi kesultanan yang merdeka. Tentu saja Raffles kaget luar biasa setelah mengetahui bahwa dengan cerdas Sultan Mahmud Badaruddin menjadikan isi suratnya dahulu sebagai legitimasi untuk melepaskan diri dari kekuasaan Inggris. Nah, inilah yang saya maksud sebagai sisi gelap Raffles itu. Raffles akhirnya memilih mengkhianati janjinya tersebut. Dia mengirim ekspedisi perang di tahun 1812 yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Robert Gillespie. Sebulan kemudian sampailah ekspedisi tersebut di Sungai Musi. Kalau Anda sudah menonton film perang mandarin Red Cliff, kurang lebih seperti itulah jalannya peperangan di Palembang. Bak panglima perang Zhou Yu saat menghadapi armada perang Cao Cao di film Red Cliff, Sultan Badaruddin juga sudah bersiap-siap menghadapi gempuran tersebut. Dibangunnya pertahanan di setiap lokasi yang strategis. Disiapkannya pula rakit yang dilengkapi meriam juga perahu bersenjata api. Seperti dalam film Red Cliff, pasukan Sultan Badaruddin juga membuat rakit-rakit yang memuat minyak yang mudah terbakar. Rencananya rakit api ini akan diarahkan untuk ditabrakkan ke kapal Inggris. 242 meriam juga disiapkan di benteng Palembang untuk menghadapi pertempuran ini. Tapi berkebalikan dengan film Red Cliff yang berakhir pada kemenangan di pihak Zhou Yu, kesultanan Palembang akhirnya jatuh ke tangan Inggris hanya dalam hitungan seminggu. Gara-garanya, pertahanan di Pulau Borang sudah jebol tanpa perlawanan yang berarti. Usut punya usut ternyata adik sultan yang bernama Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin telah menjadi komandan yang pengecut bagi pasukannya di pulau yang strategis ini. Mengetahui itu, Sultan Badaruddin segera meninggalkan kraton Palembang dengan membawa seluruh tanda kebesaran kesultanan lalu mempersiapkan perlawanan gerilya terhadap Inggris. Sama saja dengan Belanda yang menerapkan politik adu domba, demikian pula Raffles di Palembang. Tanggal 26 April 1812 bendera Inggris sudah berkibar di atas benteng Palembang. 14 Mei 1812, Najamuddin diangkat oleh Robert Gillespie atas nama Inggris sebagai sultan Palembang menggantikan kakaknya. Tambang timah di Pulau Bangka dan Belitung pun akhirnya diserahkan oleh sultan boneka ini kepada Inggris. Menyusul keberhasilan ekspedisi ini, Robert Gillespie ditarik pulang ke Batavia untuk digantikan oleh kapten R. Mearers menjadi Residen Palembang. Pertengahan Agustus 1812, Mearers memimpin pasukannya untuk menyerbu pertahanan gerilya Sultan Badaruddin di Buaya Langu, hulu Sungai Musi. Dalam pertempuran tersebut, Mearers mengalami luka parah yang berujung pada kematiannya di sebuah rumah sakit di Muntok. Meares lalu digantikan oleh Mayor William Robinson. Tampaknya dia tidak cocok dengan Sultan Najamuddin yang dinilai menjadi sultan yang lemah dan tidak dihargai oleh rakyat Palembang. Dia sebenarnya juga tidak setuju dengan keputusan Raffles mengangkat sang sultan tersebut. Juga kebiasaan Raffles yang suka mengumbar janji, juga pembiaran yang dilakukan Raffles pada peristiwa pembantaian pasukan Belanda. Karena itu atas inisiatifnya sendiri Robinson mengirim seorang perwira didampingi penerjemah untuk bernegosiasi dengan Sultan Badaruddin. Misi gagal. Ingatkah saat Gus Dur mengirimkan pejabat kepercayaannya untuk bertemu dengan panglima GAM di suatu tempat rahasia di Aceh ? Mirip dengan yang dilakukan oleh Robinson ya ?!. Akhirnya Robinson datang sendiri menemui Sultan Badaruddin di Muara Rawas pada tanggal 19 Juni 1813. Misi berhasil. Sultan Badaruddin mau kembali ke Palembang untuk kembali menjadi sultan menggantikan adiknya, Najamuddin. Sementara dia mengijinkan Inggris untuk meneruskan konsesi timahnya di Pulau Bangka dan Belitung. Demikianlah akhirnya tanggal 13 Juli 1813, Sultan Badaruddin kembali menghuni istananya (keraton besar) di Palembang. Sementara Najamuddin bertempat tinggal di keraton lama. Apakah cerita berakhir saja sampai di sini ? Ternyata belum. Raffles tersinggung berat dengan keputusan si Robinson dengan dalih tidak meminta pendapatnya lebih dahulu. Akhirnya perjanjian Robinson dengan Sultan Badaruddin dibatalkan sepihak. Robinson dipecat lalu ditangkap dengan alasan menerima suap dari Sultan badaruddin. 4 Agustus 1813, armada Inggris dipimpin Mayor W. Colebrooke tiba di Palembang untuk menurunkan Sultan Badaruddin dari tahtanya kembali untuk digantikan oleh Sultan Najamuddin. Uang yang dikatakan uang suap untuk Robinson, dikembalikan pihak Inggris ke Sultan Badaruddin lengkap dengan bunganya. 21 Agustus 1813, Sultan Najamuddin kembali menduduki tahtanya di keraton besar. Sejak itu Palembang tidak pernah tenang lagi. Wibawa kesultanan begitu merosot. Palembang harus puas hanya memiliki pendapatan dari merica saja. Inggris menikmati konsesi timah di Bangka dan Belitung. Didatangkanlah buruh-buruh Cina dari Kanton yang berhasil meningkatkan produksi timah 3 kali lipat di tahun 1816. Sejak itulah cerita yang dituturkan Andrea Hirata dalam tetralogi Laskar Pelangi-nya mengenai penambangan timah di Bangka dan Belitung dimulai. Jadi ternyata tulisan ini masih berkaitan jua dengan novel Laskar Pelangi ya he..he... 1814, Napoleon kalah. Sesuai traktat London yang ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 1814, Belanda kembali berkuasa di Nusantara. 27 Oktober 1817, Mr. Herman Warner Muntinghe diangkat menjadi komisaris pemerintahan Belanda di Palembang dan Bangka. Dengan lihai, tanggal 20 dan 24 Juni dia berhasil mendapatkan Palembang secara utuh, imbalannya Sultan Najamuddin harus turun tahta tapi masih bisa menempati kraton tua, sementara Sultan Badaruddin diangkat kembali menjadi sultan di keraton besar walau sebatas simbol belaka. Sebagai pemasukan, keduanya hanya mendapat gaji dari Belanda. Saat Raffles pulang dari cutinya di Inggris untuk kemudian kembali menjadi letnan jenderal di Bengkulu, 22 Maret 1818, dia marah luar biasa mengetahui Palembang sudah dikuasai Belanda. Dipanas-panasinya Sultan Najamuddin untuk memberontak terhadap Muntinghe. Raffles menyusupkan ratusan pasukannya dari Bengkulu untuk mengibarkan bendera Union Jack di istana Palembang tanggal 4 Juli 1819. Muntinghe tak terima perlakuan Raffles tersebut. Dilucutinya tentara Inggris, ditawannya Sultan Najamuddin lalu wilayah kekuasaan Najamuddin diserahkan kepada Badaruddin. Raffles yang marah mengirimkan pasukan sejumlah 400 tentara dipimpin Residen Hayes untuk menancapkan bendera Inggris di Muara Beliti Palembang. Muntinghe merespon dengan mengasingkan Najamuddin dan keluarganya ke Priangan (inilah asal mula terjadinya komunitas Palembang di Jawa Barat itu). Muntinghe membawa pasukan besarnya ke Muara Beliti. Ketika pasukan Hayes sampai di Palembang, kota itu sudah kosong tanpa makanan karena orang Belanda dan penduduk asli sudah menyingkir pula. Akibatnya pasukan Hayes mengalami kelaparan luar biasa yang berbuntut pada kematian Hayes. Raffles pun akhirnya menyerah atas isu Palembang ini. Itu pun setelah mendapat peringatan keras dari bossnya, Gubernur Jenderal Inggris di India. Ternyata pemerintah Hindia Belanda menyampaikan keluhan resmi kepada Gubernur Jenderal Inggris di India atas manuver-manuver Raffles di Palembang. Inilah kegagalan Raffles yang kesekian kalinya untuk mengelola isu Palembang. Sejarah berulang, pemerintah sekarang pun tampaknya juga kelabakan mengelola setiap fakta yang dilontarkan oleh Susno Duaji, yang tidak lain adalah orang Palembang juga he..he... Sekian dulu ya dongeng saya tentang Palembang ini, saya akan melanjutkan kelak dalam serial berikutnya saat Palembang bergolak menghadapi Belanda sesudah campur tangan Raffles berakhir. Sampai jumpa dengan dongeng berikutnya mengenai Raffles saat dia masih di Bengkulu ya, termasuk lika-liku usahanya dalam mendapatkan Singapura. Tabik !!

Sumber kepustakaan, foto dan ilustrasi:

1.Capt. RP Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara, Grasindo, Jakarta, 2003.

2.http://en.wikipedia.org/wiki/Stamford_Raffles

3.http://unic77.blogspot.com/2010/02/mengapa-mereka-bisa-terpampang-di-uang.html

4.http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Indonesiaku/Propinsi/Sumatera-Selatan/

5.http://voters09.wordpress.com/2008/11/02/kunjungi-benteng-kuto-besak-palembang/

6.http://infokito.wordpress.com/2008/01/29/benteng-kuto-besak/#more-1209

7.http://henrygunawan.wordpress.com/2009/01/25/red-cliff-ii-pertarungan-di-karang-merah/

(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 28 Mei 2010)

Serial L’histoire Se Repete:

  1. Penjajah Muda Multi Talenta
  2. Sejak kapan lalu lintas kita memakai jalur kiri ?
  3. Batavia nan Pengecut
  4. Andai Daendels menjadi presiden RI
  5. Kita pernah dijajah Perancis lho
  6. Sejak kapan nusantara belajar korupsi ?
  7. Benarkah Belanda menjajah kita selama 350 tahun ?
  8. Kekuatan sumpah
  9. Saving Private Ryan dalam sejarah revolusi Indonesia
  10. Suka membeli kapal bekas
  11. Samudera Indonesia atau Lautan Hindia ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun