Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

L’histoire se Repete-10 : Penjajah Muda Multi Talenta

12 Mei 2010   05:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:15 1535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahukah Anda bahwa Raffles menjadi penguasa di tanah Jawa ini pada usianya yang ke 30 ? Anda pasti tidak percaya dengan kenyataan bahwa Raffles lahir pada tanggal 6 Juli 1781, dan sudah menjadi anak yatim pada usia 15 tahun karena bapaknya yang bernama Kapten Benyamin meninggal dunia dengan mendadak. Kematian ayahnya mewariskan hutang bagi keluarganya, membuat Raffles harus segera bekerja sebagai seorang pegawai di perusahaan BUMN Inggris yaitu EIC (East India Company) di London. Karena cemerlang, di tahun 1805 dia sudah ditugaskan sebagai ajunct sekretaris pemerintahan Inggris di Penang. Tahun 1810, dia ditugaskan Lord Minto sebagai Agent to Governor General with the Malay State di Penang. Setelah Lord Minto menaklukkan Perancis di Batavia, Raffles yang banyak berjasa untuk mempersiapkan penaklukan oleh Inggris atas Jawa in pun pada tahun 1811 ditugaskan menjadi penguasa di tanah Jawa dengan pangkat Letnan Jenderal. Jadi benarkan kalau Raffles menjajah kita pada saat berumur 30 tahun ? Muda sekali ya ?Mungkin karena masih muda inilah Raffles memiliki energi yang begitu besar untuk melakukan segala cita-citanya di tanah yang sangat disayanginya ini, hanya dalam tempo 5 tahun saja. Kalau dalam tulisan sebelumnya saya mengoceh mengenai sepak terjang Raffles dalam bidang pemerintahan, perpajakan, ekonomi, perbudakan dan sistem berlalulintas, ijinkan kali ini saya mendongeng tentang warisan dan jejak Raffles ini dalam bidang-bidang yang lain. Tampaknya untuk urusan ini kita harus berterimakasih kepada si penjajah satu ini, karena kita masih menikmati warisannya sampai sekarang. Tampaknya, Raffles memang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Dia senang dengan segala sesuatu yang berbau ilmiah entah di bidang sosial, budaya, arkeologi atau bahkan botani dan zoologi. Dialah yang tercatat dalam sejarah sebagai pendiri sekaligus ketua pertama Zoological Society of London. Dan ini hebatnya, berbeda dengan orang-orang pintar Indonesia yang jago ngomong dan berdebat di televisi, Raffles adalah pemuda cerdas, pemimpin visioner sekaligus seorang penulis ilmiah. Bayangkan, di tengah-tengah sibuknya menjadi penguasa Tanah Jawa dan sekitarnya ini, dia masih sempat-sempatnya menulis sebuah buku ilmiah dalam 2 volume yang berjudul History of Java, yang masih abadi dan dicari orang sampai sekarang. Mungkin samalah dengan bapak presiden kita, SBY yang di tengah kesibukannya yang padat mengurus negeri yang besar ini tapi masih sempat-sempatnya mengeluarkan album lagu-lagu ciptaannya, sampai 2 album lagi he..he... Buku History of Java ini ditulis setelah dia melakukan perjalanan dan pengamatan ilmiah di sela-sela kunjungannya ke pelosok-pelosok tanah Jawa bersama asistennya James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie. Nah, melalui bukunya History of Java inilah kita bisa melihat betapa si Raffles ini memang benar-benar seorang penjajah muda yang multi talenta. Dalam bidang psikologis, secara tepat dia berhasil mengubah persepsi kebanyakan orang Eropa, terutama Belanda melalui pengamatan langsungnya itu. Orang-orang Belanda berkata kepada dunia barat bahwa "orang Jawa itu pengkhianat, licik, suka membalas dendam, berbahaya dan suka berbuat jahat, cenderung suka merampok dan membunuh ketimbang bekerja keras, itulah karakter orang Jawa." Sebaliknya, Raffles berkesimpulan seperti ini, "Masyarakat Jawa adalah penduduk yang dermawan dan ramah bila tidak ditindas. Dalam hubungan domestik mereka itu baik, lemah lembut, kasih sayang dan penuh perhatian. Dalam hubungan masyarakat umum mereka orang yang patuh, jujur dan beriman. Kalangan petani tampak sederhana, natural dan jujur. Penindasan yang panjang akan menghilangkan keceriaan mereka. Tapi kalangan atas feodal terkadang ditemui beberapa di antaranya penuh kekerasan, kemunafikan dan ketamakan." Aneh...ternyata hal yang sama masih berlaku sampai sekarang ya ? he..he... Dalam bidang etos kerja, Raffles menentang pandangan kebanyakan orang Belanda yang mengatakan orang Jawa itu pemalas. Oost-Indisch Doof, dasar tuli kayak orang Hindia Timur, begitu orang Belanda mengata-ngatai orang yang malas dan lamban. (Bang Edi Sembiring mengulas hal ini dalam postingannya pagi ini). Raffles membela secara logika, kalau mau tahu orang Jawa pemalas atau tidak, lihatlah petani, kaum mayoritas Jawa yang populasinya tiga perempat dari total penduduk Jawa. Raffles menggambarkan eos kerja orang Jawa sebagai berikut, "Mereka bangun saat fajar, lalu pergi ke sawah pada jam setengah tujuh pagi. Di sana mereka memperkerjakan kerbaunya sampai jam 10 siang. Setelah itu pulang untuk mandi dan makan siang. Selama siang itu mereka duduk di bawah keteduhan bayang-bayang rumah mereka atau sebuah pohon, untuk membuat anyaman, keranjang, merawat peralatan pertanian mereka atau pun mengerjakan hal penting lainnya. Sekitar pukul 4, mereka kembali ke sawah untuk melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan kerbau, seperti menyiangi tanaman, atau mengatur saluran air. Pada pukul 6 sore, mereka pulang ke rumah, makan malam dan menghabiskan waktu mereka sampai menjelang tidur (pada jam 8 atau 9 malam) dengan sedikit hiburan atau berbincang-bincang." Ajaibnya, sampai sekarang saya masih menemukan orang-orang di kampung saya yang bekerja dengan gaya hidup seperti 200 tahun yang lalu itu. Jadi agak tersinggung juga saya kalau ada yang mengatakan rakyat Indonesia itu pemalas. Contohnya sekarang, ada pemerintah atau tidak ada pemerintah situasinya sama saja, rakyat kita tetap rajin bekerja wong tidak ada yang bisa dimintai tolong kalau bukan diri kita sendiri. Dalam bidang etnologi, selain melakukan kunjungan dan pengamatan tentang suku Jawa, Raffles juga berkunjung dan mengamati suku-suku lain seperti suku Kalang, suku Tengger dan suku Badui. Raffles membuka mata dunia terhadap tradisi dan kebudayaan suku-suku yang walupun minoritas tapi mengundang rasa hormat terhadap kegigihan akan tradisi mereka. Wah, jadi malu saya. Saya aja belum pernah berkunjung dan hidup bersama dengan komunitas suku tersebut he..he... Sekarang dalam bidang arkeologi. Kalau Anda tidak suka mengunjungi candi-candi yang bertebaran di negara kita, Anda seharusnya malu dengan Raffles. Raffleslah yang mengunjungi reruntuhan Candi Borobudur di tahun 1814 lalu memerintahkan bawahannya untuk mulai menggali dan memugarnya kembali. Tahun 1815, dia bersama seorang ahli ilmu alam bernama Dr Horsfield mengunjungi Candi Penataran di Blitar lalu memerintahkan untuk dimulainya renovasi di sana yang bahkan kemudian tetap dilanjutkan oleh orang-orang Belanda seperti Van meeteren Brouwer (1828), Junghun (1844), Jonathan Rigg (1848), N.W. Hoepermans (1866) dan Andre de la Porte bersama dengan J. Knebel pada tahun 1867. Bahkan 14 Juni 1913, berdirilah Oudheidkundige Dienst yang adalah badan resmi kepurbakalaan yang salah satu tugasnya adalah meneruskan renovasi dan memelihara Candi penataran tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh Raffles setelah mengunjungi Candi Prambanan di tahun 1815. Dalam bidang geologi, Raffles menuliskan hasil pengamatannya tentang ledakan-ledakan lumpur di Bledug Kuwu Grobogan, di Blora dan di Jipang. Dr Horsfield yang mendampinginya berpendapat bahwa itulah sumur garam yang pada dasarnya adalah aliran sungai bawah tanah (200 tahun kemudian, dosen perminyakan saya pernah memberi kuliah ke saya bahwa diduga ada sungai air laut bawah tanah yang membentang dari Kawah Ijen ke Sidoarjo, Gresik, Bojonegoro, Cepu dan sampailah di Grobongan. Sungai itu adalah air laut yang terjebak saat meletuskan gunung berapi bawah laut yang akhirnya membentuk Pulau Jawa. Itulah yang menjelaskan kenapa di daerah-daerah tersebut banyak minyak dan gas buminya. Itulah yang menjelaskan kenapa lumpur Lapindo itu terjadi). Kalau Raffles masih hidup sekarang, dia pasti kaget bahwa teorinya tersebut ternyata benar adanya dan bahkan telah menjadi kenyataan dengan adanya fenomena lumpur Lapindo, yang kadar garamnya memang tinggi tersebut. Nggak tahu, apakah dia akan kaget pula kalau tahu siapa orang di balik terjadinya musibah maha besar tersebut he..he... Dalam bidang perminyakan, Raffles mencatat adanya rembesan-rembesan minyak bumi dan gas bumi di tempat-tempat yang saya sebutkan di atas itu. Catatan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah Hindia Belanda untuk membuat pemetaan sistematik pertama rembesan minyak dan gas pada tahun 1850. Sejarah mencatat bahwa akhirnya Belanda menambang minyak di Cepu pada tahun 1893. Tahun 1990-an masih ditemukanlah adanya cadangan minyak raksasa di Cepu. Tahun 2005-an, ditandatanganilah kontrak bahwa blok Cepu tersebut diserahkan konsesinya kepada Exxon Mobil yang konon katanya dalam pelaksanaanya harus bekerja sama dengan Pertamina. Tragisnya, kontrak tersebut ditandatangani di bawah tatapan mata tajam menteri luar negeri AS Condolezza Rice sebagai saksinya saat kedatangannya di Jakarta pada hari yang sama. Dalam bidang biologi, sifat ilmiah Raffles sangat diuntungkan dengan keberadaan tempat tinggalnya di istana Buitenzorg (atau istana Bogor). Di sinilah dia mendapat inspirasi untuk membuka Kebun Raya Bogor yang kemudian diresmikan penggunaannya di tahun 1817 setelah pembangunannya dikerjakan oleh botanist Prof. Reindward dari Belanda dan ahli-ahli lain dari Inggris. Saya kadang berpikir, mungkin kalau tidak ada Raffles kita tidak akan punya Kebun Raya Bogor yang luas dan megah itu. Pemerintah kita lebih senang mengeluarkan ijin untuk membangun mal, perumahan mewah, bangunan-bangunan yang mudah miring (kata anggota DPR lho he..he...) dan memperbanyak mobil angkot seperti yang sekarang terjadi kalau Anda keluar dari gerbang Kebun Raya Bogor tersebut. Sayangnya, Istana Bogor ini juga menyimpan catatan kelam bagi Raffles. Di sinilah, istri tersayang Raffles yang bernama Olivia Marianne meninggal pada tanggal 26 November 1814 dan dimakamkan di Batavia (sekarang Museum Prasasti). Mengenang istri tercinta dibuatlah monumen di kebun raya Bogor ini. Mas Yusran Darmawan secara manis sudah menuliskan tentang monumen ini dalam tulisannya "From Buitenzorg with Love". Mungkin pencapaian terbesar Raffles di bidang botani adalah saat dia bersama asistennya dr. Joseph Arnoldi di tahun 1818 menemukan bunga raksasa di hutan tropis Bengkulu yang kemudian berhasil ia publikasikan di perkumpulan botani sehingga mendapatkan nama Rafflesia Arnoldi. Sebenarnya sih tahun 1797, seorang botanist Perancis bernama Deschamps juga sudah menemukan bunga yang sama saat berkelana di hutan Jawa. Saya yakin, orang-orang Bengkulu atau Jawa sudah lama menemukan dan melihatnya di hutan-hutan mereka sendiri. Tapi ya itulah, nasib orang yang berkuasa. Namanya bisa diabadikan dalam sebuah nama bunga yang kemudian menjadi ikon bunga nasional Indonesia tersebut. Coba kalau yang menemukan sebelum Raffles adalah saya, pastilah akan saya daftarkan di perkumpulan ahli-ahli biologi dengan nama bunga Osa Kurniawan Ilham he...he.... Eh, ada cerita di balik penemuan bunga raksasa berbau bangkai ini. Sang dokter yang bernama Joseph Arnoldi itu akhirnya meninggal sebulan setelah dia bersama atasannya tersebut menemukan bunga Rafflesia berbau bangkai ini. Apakah bunga tersebut angker, sehingga bau bangkainya mengundang malaikat pencabut nyawa bagi yang menemukannya ? Enggak juga sih, wong si Arnoldi itu meninggalnya karena malaria kok he..he... Tapi ngomong-ngomong jangan menyalahkaprahkan bunga rafflesia arnoldi ini dengan bunga bangkai ya. Kalau bunga bangkai itu gambarnya seperti ini. Nama latinnya adalah Amorphpophallus titanium atau Titan Arum dalam bahasa Indonesianya. Berbeda banget kan ? Akhir dongengan saya, umur Raffles ternyata juga tidak ditakdirkan lama. Pada tanggal 5 Juli 1826, dia meninggal dunia karena stroke atau apoplexy di London, sehari sebelum ulang tahunnya ke 45. Walaupun bapaknya dulu terlibat dalam usaha jual beli budak, ternyata sampai akhir hayatnya Raffles adalah penentang perbudakan. Karena prinsipnya tersebut, maka keluarga besarnya dilarang untuk mengubur Raffles di halaman gereja St. Mary's, Hendon. Usut punya usut larangan tersebut dikeluarkan oleh pendeta gereja tersebut, karena ternyata keluarga sang pendeta ambil untung pula dalam bisnis jual beli budak. Wikipedia menulis di tahun 1920-an saat halaman gereja diperluas, makam Raffles akhirnya dimasukkan pula dalam kompleks pekuburan gereja. Apakah Raffles adalah orang suci tanpa cacat cela dan dosa ? Tidak adil dong kalau ngomongin Daendels saya menulis sisi gelap dan terangnya sementara untuk Raffles hanya yang baik-baiknya saja. Nah, untuk yang satu ini akan saya dongengkan di serial berikutnya ya. Harap bersabar.

Referensi dan sumber foto:

  1. Capt. RP Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara, Grasindo, Jakarta, 2003.
  2. Thomas Stamford Raffles, The History of Java, Penerbit Narasi, 2008.
  3. http://geologi.iagi.or.id/2009/03/10/%E2%80%9Cthe-history-of-java%E2%80%9D-thomas-stamford-raffles-1817/
  4. http://salamatahari.wordpress.com/2008/07/04/raffles-menangis-ketika-meninggalkan-jawa/
  5. http://id.wikipedia.org/wiki/Stamford_Raffles
  6. http://www.caraternakikan.com/forum/Perbedaan-Rafflesia-Arnoldi-dan-Bunga-Bangkai
  7. http://www.icrawl.org/3984895936-candi-penataran
  8. http://www.world66.com/asia/southeastasia/indonesia/lib/gallery/showimage?pic=asia/southeastasia/indonesia/kebun_raya_bogor, photo by: Me2t27@yahoo.co.id
  9. http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/06/from-buitenzorg-with-love/
  10. http://sosbud.kompasiana.com/2010/05/12/budaya-oost-indisch-doof/
  11. http://nanpunya.wordpress.com/2009/05/04/tumbuhan-langka/
  12. http://engkaryadi.wordpress.com/2009/09/06/bunga-bangkai-vs-kebun-raya/kar-2/

Serial L’histoire Se Repete:

  1. Sejak kapan lalu lintas kita memakai jalur kiri ?
  2. Batavia nan Pengecut
  3. Andai Daendels menjadi presiden RI
  4. Kita pernah dijajah Perancis lho
  5. Sejak kapan nusantara belajar korupsi ?
  6. Benarkah Belanda menjajah kita selama 350 tahun ?
  7. Kekuatan sumpah
  8. Saving Private Ryan dalam sejarah revolusi Indonesia
  9. Suka membeli kapal bekas
  10. Samudera Indonesia atau Lautan Hindia ?

(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 12 Mei 2010)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun