Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menjelajahi Hutan Lindung Sungai Wain

4 Maret 2010   22:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:36 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai orangtua dengan 2 anak jagoan yang mulai merasakan sibuknya sekolah, sudah menjadi komitmen kami berdua untuk mendidik dan mengajari mereka untuk mencintai lingkungan hidup. Salah satu program kami adalah membawa mereka untuk menjelajahi hutan. Masih melekat dalam ingatan kami bagaimana kami mengajak mereka berdua (yang saat itu masih berumur 4 dan 1 tahun) menjelajahi hutan Tangkoko di Sulawesi Utara untuk menemukan Tarsius di habitat aslinya. Demikian juga saat kami mengajak mereka untuk memasuki hutan dan mendaki gunung Mahawu di Sulawesi Utara. Nah, saat kami tinggal dan bekerja di Balikpapan, kebiasaan itu terus berlangsung malah sayang kalau dilewatkan mengingat kami tinggal di sebuah pulau yang terkenal dengan hutan tropisnya.

 

Dengan komitmen dan idealisme seperti itulah makanya saat liburan kemarin (26 Februari 2010) kami bersepakat untuk menggunakan hari tersebut mengunjungi Hutan Lindung Sungai Wain, salah satu kebanggaan pemerintah dan warga Balikpapan. Nah, melalui reportase ini kami ingin membagikan kepada Anda pengalaman selama menjelajahi hutan tersebut.

 

Menurut sejarahnya, Hutan Lindung Sungai Wain yang terletak 15 km dari kota Balikpapan ini adalah kawasan konservasi peninggalan Kerajaan Kutai Kartanegara dan sudah ditetapkan sebagai “hutan tutupan oleh Sultan Kutai Kartanegara sejak tahun 1934. Dengan luas 9.782 ha dan terdapatnya 2 DAS (Daerah Aliran Sungai), hutan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air bagi kota Balikpapan. Malah di tahun 1947 perusahaan minyak BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) membangun waduk di areal sini, dilanjutkan oleh Shell di tahun 1969 dan mulai tahun 1972 dikelola oleh Pertamina sampai sekarang.

 

Berdasarkan penjelasan dari Pak Agus, salah seorang kepala divisi di Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain (BPHLSW), Hutan Lindung Sungai Wain adalah hutan yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Entah pohon-pohonan seperti Bangkirai, Ulin dan Gaharu, entah rotan maupun jenis palem-paleman ataupun anggrek dan pakis. Di hutan lindung ini juga masih dijumpai mamalia langka seperti Macan Dahan, Beruang Madu, Lutung, Bekantan, Orangutan maupun Beruk. Juga berjenis-jenis burung seperti burung Enggang, burung Tiong Batu Kalimantan dan burung Pelatuk. Terus terang, niat kami untuk bersusah payah menjelajahi Hutan Lindung Sungai Wain adalah untuk menemui Orangutan atau Beruang Madu. Tapi ternyata tidak semudah yang dibayangkan, perlu waktu dan persiapan yang lebih baik lagi untuk mencari dan menemui mereka. Lain kali kami bertekad untuk kembali datang, menjelajah dan menemukan mereka.

 

Pak Agus berbagi dengan kami bahwa sebelum reformasi Hutan Lindung Sungai Wain dikelola secara ekslusif oleh LSM lokal yang didonasi dari luar negeri. Sebagai bentuk tanggung jawab, Hutan Lindung Sungai Wain benar-benar dibuat tertutup oleh pihak luar, kecuali oleh kaum peneliti yang akan melakukan penelitian. Demi tanggung jawab inilah Pak Agus dan teman-teman berani berhadapan dengan pihak-pihak luar maupun masyarakat sekitar untuk menjaga kelangsungan hutan lindung. Bahkan selama masa kebakaran hebat di tahun 1998, mereka harus berjuang menyelamatkan hutan lindung walau akhirnya hanya tersisa separuhnya saja. Dalam perjalanannya, pengelolaan hutan lindung diambil alih oleh Pemkot Balikpapan dengan Pak Agus dan kawan-kawan sebagai unit pelaksananya. Unit pelaksana ini memiliki beberapa divisi dan beberapa ranger (penjaga hutan) yang dalam tugas pengamanan juga didukung oleh TNI AD dan pihak kepolisian. Untuk mengakrabkan hutan ini dengan warga Balikpapan, akhirnya hutan ini dibuka untuk umum secara terbatas, terutama untuk kunjungan pendidikan dan penelitian.

 

Baiklah, mari kita mulai perjalanan kita. Kurang dari 30 menit dari kota Balikpapan ke jalan menuju kota Samarinda, tepatnya di km 15 Anda akan menemukan sebuah baliho besar penanda Hutan Lindung Sungai Wain, waduk Pertamina dan juga Kebun Raya Balikpapan. Anda bisa berbelok kiri lalu masih perlu menempuh 6 km lagi untuk mencapai hutan lindung.

 

 

Anak-anak sudah mulai mengoceh nggak karuan kala kami mulai memasuki jalan kecil dengan hutan lebat di kiri kanannya. Udara juga mulai terasa segar walaupun terasa kelembabannya yang tinggi. Jangan kaget kalau Anda menjumpai baliho besar bertuliskan Kebun Raya Balikpapan. Di sini sudah dimulai pembangunan fasilitas Kebun Raya Balikpapan, calon kebun raya terbesar ke-4 di Indonesia. Saat kami datang, pembangunan masih berlangsung. Jalan masuknya juga masih belum diaspal, karenanya belum layak dikunjungi.

 

Akhirnya sampailah kami di Pusat Informasi Hutan Lindung Sungai Wain, disambut dengan beberapa bapak ranger (penjaga hutan) juga Pak Agus, kepala divisi litbang yang saya sebutkan di atas tadi. Di sinilah kami dan anak-anak mengobrol banyak dengan Pak Agus mengenai keberadaan hutan lindung ini. Ada satu prosedur yang kami belum ketahui sebelumnya. Ternyata untuk memasuki area hutan lindung, kami perlu mengajukan ijin sehari sebelumnya ke Unit Pelaksana Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain (Jl Soekarno Hatta km 23 Komplek KWPLH – Balikapapan). Di surat ijin itulah kita bisa menyebutkan maksud penjelajahan kita, apakah sekedar penjelajahan atau sampai menemukan Orangutan atau Beruang Madu, ataukah pengamatan burung atau penelitian tentang jamur. Kita juga akan mendapatkan seorang pendamping (guide) dalam penjelajahan itu. Karena ini kawasan hutan lindung yang sangat ketat ijin masuknya dan penjelajahan sangat dibatasi untuk menjaga kealamiannya, belum tentu kita bisa masuk di jadwal yang kita rencanakan. Apalagi kalau Anda datang bersama orang asing, ijin ini juga sekaligus sebagai disclaimer bahwa resiko apapun yang dijumpai akan menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan. Hal ini penting mengingat sebelumnya ada seorang nenek yang tewas dimakan buaya sungai saat memancing di Sungai Wain, juga ada seorang turis dari Ceko yang tersesat selama seminggu karena masuk tanpa ijin dan tidak mengikuti rute penjelajahan yang sudah ditetapkan.

 

Beruntung pada hari kedatangan kami saat itu tidak ada agenda penjelajahan lain yang sudah terjadwal sehingga kami diijinkan untuk masuk menjelajah hutan lindung. Itu pun terbatas hanya di bagian luar saja dan harus didampingi oleh seorang ranger. Yah, agak kecewa sih tapi mau bagaimana lagi. Kami harus mengikuti aturan yang ada, jadi kami memutuskan untuk tetap menjelajahi hutan walaupun tidak boleh sampai ke hutan primernya.

 

 

 

Persiapan pun dimulai. Kami semua mengenakan sepatu karena tanahnya yang berair juga banyak lintah dan pacet yang siap mengisap darah kami. Setelah bergaya sebentar di pintu gerbang kami pun siap memasuki hutan didampingi Pak Jauri, seorang ranger yang sudah mengabdi di hutan lindung ini sejak tahun 1997.

 

 

 

Tapi baru saja memasuki areal hutan, si kecil Lentera sudah mulai menangis ketakutan karena suasana di dalam hutan mulai gelap diiringi suara riuh binatang serangga yang biasa disebut “Gareng”. Tapi lama kelamaan dia sudah terbiasa malah mulai menikmati penjelajahan ini.

 

 

 

Dan benar apa kata Pak Agus mengenai keanekaragaman hayati di hutan lindung. Di hutan lindung ini, walaupun baru sebatas hutan bagian luar kami sudah menemui pohon-pohon besar Bangkirai. Juga tanaman rotan yang menjulur sampai jauh. Kami juga menemukan tanaman semacam Gembili, tapi umbinya bukan di akar tapi menggantung di sulur yang melilit sebuah pohon.

 

 

 

Ada juga pohon Palem raksasa, Di bawahnya kami seperti manusia mini saja he..he....Juga sebuah tanaman sulur-suluran yang mampu melilit pohon besar mirip ular yang sedang melilit tubuh korbannya.

 

 

 

 

 

Kami juga menemukan pohon Pasak Bumi yang biasanya banyak dicari oleh bapak-bapak. Kalau Anda penasaran beginilah pohonnya. Pohonnya kecil, tapi lurus ke atas dengan daunnya yang sedikit saja.

 

 

 

 

Beberapa kali jalan setapak terpotong oleh pohon raksasa yang tumbang sampai akar-akarnya, membuat kami harus berjalan memutar. Kalau Anda melihat besarnya akarnya di gambar ini , silakan Anda membayangkan seberapa besar pohonnya.

 

 

 

 

Akhirnya sampailah kami di DAS Sungai Wain. Di sinilah beberapa tahun lalu ada seorang nenek yang tewas dimakan buaya. Beruntung kami ditemani oleh Pak Jauri yang sungguh sudah mengenal seluk beluk hutan ini sehingga kami merasa aman saat harus memilih jalan setapak di samping sungai.

 

 

 

 

Dan akhirnya sampailah kami di waduk Pertamina. Ada beberapa gazebo di sana tempat Anda melepas lelah sesaat. Kalau masih ada tenaga, Anda bisa menyeberangi sungai lalu melalui jembatan kayu sepanjang 150-an meter untuk memulai penjelajahan di wilayah hutan primer. Sayang, kami tidak memiliki ijin untuk memasukinya saat itu.

 

 

 

Di areal hutan ini, beberapa kali kami melihat sekelebatan monyet atau Bekantan di antara pepohonan. Tapi memang belum rejeki kami untuk melihatnya hari itu. Oh ya, pada bulan-bulan ini sedang musim berbuah seperti pohon Kecapi, Cempedak atau Durian Le. Jadi beberapa mamalia sedang berpesta buah di tengah hutan, itu yang membuat mereka tidak dijumpai di kawasan pinggiran hutan.

 

Akhirnya penjelajahan pun berakhir tepat jam 12 siang dengan matahari terik tepat di atas kepala. Anak-anak pun terpuaskan rasa penasarannya karena sudah menjelajahi hutan lindung Sungai Wain. Semoga mereka kelak tumbuh menjadi penjaga lingkungan hidup dan hutan yang ada. Kami bertekad suatu saat nanti kami akan kembali untuk menemukan beruang madu atau Orangutan besar yang kata Pak Agus pernah dijumpai sudah sebesar Kingkong. Kalau Kompasioner tertarik untuk ikut serta silakan kontak saya he..he.... dan kita bisa bicarakan rencananya nanti ya.

 

Beruntunglah kami sebagai warga Balikpapan, yang pemerintah kotanya sampai sekarang masih konsisten berkomitmen untuk tidak memberikan ijin pertambangan batubara di areal Balikpapan. Kalau Anda membaca laporan Kompas mengenai pertambangan batubara di Kalimantan Timur, Anda akan membaca bahwa di sini hanya Balikpapanlah yang masih berkomitmen tidak mengijinkan ada pertambangan batubara di sini. Dan itulah mengapa, kami masih bisa menemukan hutan alami yang masih asli dan nyaris belum tersentuh serakahnya species Homo Sapiens, macam kita-kita ini.

 

Referensi:

  1. Leaflet “Hutan Lindung Sungai Wain: Kebanggaan Kota Balikpapan”, Unit Pelaksana Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain.
  2. Leaflet “Kebun Raya Balikpapan”, Pemkot Balikpapan.

Ilustrasi foto: Dokumen pribadi.

(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 4 Maret 2010)

Reportase ini juga bisa diakses di:

http://balikpapannaa.wordpress.com/2010/03/04/menjelajahi-hutan-lindung-sungai-wain/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun