Mohon tunggu...
Muhammad Abdul Ghaniy Morie
Muhammad Abdul Ghaniy Morie Mohon Tunggu... Guru - magmorie

Selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selayang Pandang Sejarah dan Kebudayaan Bima

18 September 2020   01:05 Diperbarui: 16 November 2021   17:50 3182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sisi sejarah, Bima memiliki periodesasi sejarah, sejak zaman Naka (prasejarah), zaman Ncuhi (proto sejarah), masa Kerajaan (lebih kurang abad IX), Kesultanan (1640-1951) Swapraja sampai menjadi Kabupaten-Kota (1950-sekarang). Secara garis besar memiliki karakteristik masing-masing masanya. (M  Hilir Ismail: Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, 2004).

Tentang karakter kepemimpinan, orang Bima berkeyakinan bahwa seorang pemimpin harus memenuhi syarat yang nantinya akan dipegang teguh sebagai karakter kepemimpinan selama menjadi pemimpin, misalnya terdapat istilah Nggusu Upa, Nggusu Ini, Nggusu Waru yang tetap mengacu pada Maja Labo Dahu (malu dan takut) sebagai Fuu Mori (pilar kehidupan). 

Orang Bima kaya akan filsafat hidup, dan kehidupan penuh lambang tertentu, seperti pada tradisi Rawi Made, Rawi Mori, Nika ra Noke (perkawinan) dan adat istiadat lainnya.

Baca juga : Kerajaan Bima NTB (Nusa Tenggara Barat)

Jika diperhatikan, filsafat hidup orang Bima memiliki kaitan yang sangat kuat dengan syariat agama Islam, secara garis besar Syariat Islam diterima, dipahami, dan dilaksanakan dalam kehidupan nyata. (Baca juga: Agama dan Bangsa dalam Bingkai Maja Labo Dahu)

Dua prinsip tersebut memiliki titik temu yang sejalan, dalam penerapannya menjadi landasan hidup yang mampu membimbing dan dijadikan sumber inspirasi dalam kehidupan sosial masyarakat Bima.

Kekayaan selanjutnya yaitu pada jenis sastra, dapat dilihat pada Nggahi Tua (dalam sastra Melayu dikenal dengan gurindam). Kande, jenis puisi lisan daerah Bima, diucapkan dengan lagu khas ketika pelantikan raja, sultan. 

Isinya mengenai harapan rakyat kepada raja, sultan untuk berlaku adil dan selalu mengayomi rakyat. Nggahi Bale dalam sastra lama, Mpama Kadee dan Mpama Pehe, sampai sekarang masih hidup di tengah masyarakat, baik kota maupun desa.

Mengkaji sejarah, adat dan budaya Bima yang sangat kaya tersebut merupakan keharusan untuk diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi.

Generasi muda Bima, para pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Bima secara keseluruhan, berkewajiban menjaga nilai-nilai luhur budaya Bima agar tetap terjaga dalam memori kolektif maupun dalam perilaku keseharian, demi membangun sumber daya Bima yang berkualitas untuk masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun